JAKARTA – Penahkah mendengar seseorang berdoa kepada orang sakit dengan mengatakan kalimat “oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh”? Kalimat ini dikutip dari I Petrus 2:24 yang adalah kutipan dari kitab Perjanjian Lama di Yesaya 53:5.
Apakah kutipan ayat ini benar secara teologis dalam konteks mendoakan orang sakit? Untuk mengetahui hal ini, perlu menelusuri apa arti perkataan nabi Yesaya yang menubuatkan tentang Kristus yang akan datang. Nabi Yesaya hidup sekitar 740 tahun sebelum Kristus hadir di dunia. Nubuatan ini adalah tentang pengorbanan Kristus di kayu salib dan apa tujuan kematian-Nya. Untuk mengerti I Petrus 2:24, perlu menyelidiki sumber dasar dari kutipan ayat tersebut yang menunjuk kepada Yesaya 53 dan apa makna dari nubuatan itu. Simak isi nubuatan tersebut berikut ini.
Yes 53:4-6, 8, 10-12 ( 4 ) “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. ( 5 ) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. ( 6 ) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. ( 8 ) Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. ( 10 ) Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. ( 11 ) Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. ( 12 ) Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak,”.
Perhatikan kata-kata pada Yesaya 53: “pemberontakan kita” (ay. 5), “kejahatan kita” (ay. 5 dan 6), “pemberontakan umat-Ku” (ay. 8), “korban penebus salah” (ay. 10), “kejahatan mereka dia pikul” (ay. 11), “ia menanggung dosa banyak orang” (ay. 12), “pemberontak-pemberontak” (ay. 12). Semua kata-kata pada Yesaya 53 ini jelas menunjukkan konteksnya adalah nubuatan tentang pengorbanan Kristus di Kayu Salib untuk menebus dosa umat manusia dan tidak ada indikasi atau kaitan sedikitpun dengan urusan sakit penyakit secara fisik/jasmani manusia yang ditebus-Nya.
Jika demikian, apa yang dimaksud dengan “oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yesaya 53:5)? Sesuai konteksnya, kalimat ini jelas menunjuk kepada penyakit rohani yaitu dosa oleh karena pemberontakan manusia kepada Allah. Kata “sembuh” pada Yesaya 53:5 ini menunjuk kepada sembuh dari dosa (penyakit rohani) yang diderita oleh manusia akibat pemberontakan kepada Allah, yang ditimpakan kepada Yesus Kristus di atas Kayu Salib. Dosa umat manusia yang ditanggung (ditebus) oleh Yesus Kristus di atas Kayu Salib inilah yang menyebabkan manusia “sembuh” dari “penyakit” dosa dan beroleh keselamatan.
Dengan demikian, Petrus mengutip Yesaya 53 di dalam kitab I Petrus 2:24 dan diberi arti dengan tepat bahwa “sembuh” di sini bukan berkaitan dengan urusan fisik/jasmani manusia tetapi berkaitan dengan urusan rohani manusia. I Petrus 2:24“Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh,”.
Dengan tepat dan jelas Petrus menghubungkan “oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” dengan dosa yang dipikul oleh Tuhan Yesus di Kayu Salib sehingga manusia berdosa ini mati terhadap dosa dan hidup untuk kebenaran.
Selaras dengan Yesaya 53 dan I Petrus 2:24 ini, Matius 8:17 yang adalah kutipan dari Yesaya 53:4 juga menerangkan hal yang sama tentang penyakit rohani ini. Matius 8:17 “Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” Yes 53:4 “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah,”.
Dalam I Petrus 2:24 dan Matius 8:17 inilah yang menjadi landasan bagi sekelompok orang yang mengatakan bahwa kematian Yesus Kristus di Kayu Salib selain menebus dosa umat manusia, juga sekaligus menyembuhkan manusia dari sakit penyakit. Apakah penafsiran tersebut Alkitabiah? Tentu saja tidak.
Pertama, dengan jelas sumber kutipan ayatnya di Yesaya 53 hanya menjelaskan tentang penyakit dosa yang ditebus lewat kematian Kristus di kayu salib. Kedua, apabila semua orang percaya yang ditebus oleh Kristus, yang dikatakan oleh bilur-bilur-Nya semua orang percaya menjadi sembuh, faktanya mengapa ada orang percaya tidak sembuh dari sakit penyakit yang mereka derita dan bahkan tidak sedikit yang meninggal akibat penyakit tersebut? Sebaliknya bagaimana menjelaskan orang-orang tidak percaya kepada Kristus yang menderita sakit penyakit tapi mereka bisa sembuh? Penafsiran semacam ini hanyalah satu asumsi belaka yang tidak mempunyai dasar Alkitab sama sekali, yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang yang tidak mau belajar firman Tuhan dengan benar dan bertanggung jawab. Memang benar kesembuhan itu datang dari Tuhan dan itu terjadi atas kehendak-Nya di dalam kedaulatan-Nya, bukan didalam konteks kutipan ayat-ayat tersebut.
Maut atau kebinasaan kekal di neraka yang seharusnya di alami manusia berdosa itu tapi bisa memperoleh “kesembuhan” dari penyakit rohani (dosa) melalui karya penebusan Kristus di kayu salib, itulah arti nubuatan dari ayat-ayat tersebut. Dengan kata lain, “penyakit” dosa yang di derita oleh umat manusia itu tidak dapat “disembuhkan” oleh siapapun juga kecuali Anak Allah turun ke dunia inkarnasi jadi manusia, mati di atas kayu salib menebus manusia berdosa ini, sehingga mereka yang percaya kepada-Nya beroleh keselamatan. Itulah karya terbesar dari Allah Tritunggal.
Kembali kepada Matius 8:14-17, (ayat 14-16) Tuhan Yesus baru saja menyembuhkan ibu mertua Petrus dari sakit demam dan menyembuhkan banyak orang sakit dengan mengusir roh-roh jahat keluar dari orang-orang sakit tersebut. Kemudian pada ayat berikutnya (Matius 8:17) muncullah kata-kata “Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: ”Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita”. Bukankah kalimat “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” ini dikaitkan dengan ayat 14-16 dimana Tuhan Yesus baru saja menyembuhkan banyak orang sakit? Apakah menyembuhkan orang sakit juga termasuk didalam karya penebusan Kristus di Kayu Salib?
Oleh kelompok orang-orang yang menafsirkannya demikian, mengaitkan Matius 28:17 ini dengan I Petrus 2:24 dalam menjustifikasi penggunaan kalimat “oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” dalam mendoakan orang sakit. Apabila ditafsirkan demikian, jelas ini akan bertabrakan dengan Yesaya 53. Mungkinkah ayat-ayat di dalam Alkitab bisa saling bertentangan satu dengan yang lainnya? Tentu tidak. Kalau itu terjadi, berarti yang salah bukan Alkitabnya tetapi orang-orang yang salah menafsirkannya. Bagaimana mengharmoniskan semua ayat-ayat tersebut sehingga mendapat satu penafsiran yang bertanggung jawab? Akhir dari tulisan ini akan menjawab kesulitan yang dihadapi di dalam bagian ini. Simak penjelasan berikut ini sampai akhir.
Dalam Alkitab Perjanjian Baru, Tuhan Yesus banyak memberikan perumpamaan-perumpamaan di dalam Dia mengajarkan suatu kebenaran. Perumpamaan tentang: domba yang hilang, anak yang terhilang, dirham yang hilang, bendahara yang tidak jujur, pengampunan, dua orang anak, penggarap-penggarap kebun anggur, perjamuan kawin, dan banyak perumpamaan-perumpamaan lainnya. Perumpamaan-perumpamaan semacam ini disebut sebagai spoken parable(perumpamaan yang diucapkan). Akan tetapi didalam Alkitab juga terdapat perumpamaan lain yang disebut sebagai acted parable (perumpamaan yang diperagakan). Tuhan Yesus seringkali melakukan suatu tindakan yang bersifat jasmani untuk mengajar suatu kebenaran yang bersifat rohani. Ini bukan pengalegorian tetapi memang suatu tindakan yang benar-benar terjadi untuk menghubungkan kedua hal tersebut.
Yesus Terang Dunia
Setelah Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta sejak lahir pada Yohanes 9:1-41 dimana Dia benar-benar memelekkan mata orang buta tersebut, sebenarnya Tuhan Yesus mau mengajarkan sesuatu lewat peristiwa itu. Didalam ayat 5, Tuhan Yesus berkata: “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia”. Apa yang ingin disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah mengajarkan satu kebenaran yang bersifat rohani, lewat satu perbuatan atau tindakan yang bersifat jasmani (lahiriah). Itulah yang disebut sebagai perumpamaan yang diperagakan.
Dalam tindakan ini Tuhan Yesus sedang mengajarkan hal rohani yang bersifat kekal bahwa Dia terang dunia yang sesungguhnya, bukan mata jasmani yang melihat dunia ini yang hanya bersifat sementara.
Dalam ayat 31-41, Orang buta jasmani sejak lahir itu lambang keberadaan dalam dosa; waktu Tuhan Yesus memelekkan mata orang buta itu, bukan saja dia dapat melihat dunia ini tetapi yang lebih penting dia dapat melihat dan percaya siapakah “terang dunia” yang sesungguhnya itu (ay. 38). Ini kontras dengan orang-orang Farisi yang melek secara jasmani karena merasa diri sendiri sebagai orang saleh (ay 31) tetapi justru Tuhan Yesus katakan mereka buta secara rohani (Yohanes 9:39 ; Matius 23:16-17, 19, 26) alias tidak dapat melihat terang (rohani) itu. Itulah cara Tuhan Yesus memperagakan hal-hal yang bersifat jasmani (lahiriah) untuk mengajarkan hal-hal yang rohani yang bersifat kekal.
Yesus Kebangkitan dan Hidup
Ketika Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus, saudara Maria dan Marta, yang sudah mati 4 hari, seperti dalam kisah di Injil Yohanes 11:1-44, pada peristiwa itu Tuhan Yesus sedang mengajarkan bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup yang sesungguhnya; Dialah sang hidup kekal itu (ay. 25-26).
Yoh 11:25-26 ( 25 ) Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, ( 26 ) dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya (hidup kekal). Percayakah engkau akan hal ini?”.
Barangsiapa yang percaya kepada Tuhan Yesus, sang kebangkitan dan hidup itu, yang sebelumnya mati rohani karena dosa, rohnya dihidupkan dari kematian (rohani). Peristiwa Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus adalah satu cara Dia mengajarkan bahwa Dia adalah sang kebangkitan dan hidup yang sesunggguhnya dan barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan binasa melainkan akan beroleh hidup yang kekal bersama Dia di surga (Yohanes 3:15). Membangkitkan Lazarus yang mati adalah perumpamaan yang Dia peragakan untuk mengajarkan satu kebenaran rohani yang hakiki yang seharusnya menjadi fokus bagi anak-anak Tuhan, bukan kepada hal-hal yang ada di dalam kesementaraan.
Yesus Roti hidup
Ketika Tuhan Yesus membuat suatu mukjizat, apakah Dia hanya sekedar membuatnya tanpa ada maksud atau tujuan tertentu? Tentu tidak. Tuhan Yesus selalu mengajarkan sesuatu yang bersifat rohani kepada manusia tetapi mirisnya banyak orang tidak menangkap apa makna dibalik perkataan atau tindakan yang dilakukan-Nya. Justru apa yang ditangkap oleh banyak dari mereka adalah hal-hal yang bersifat lahiriah seperti contoh ketika Tuhan Yesus membuat mukjizat dengan memberi makan 5000 orang dari 5 roti dan 2 ikan (Yohanes 6:1-15).
Keesokan hari setelah peristiwa Tuhan Yesus membuat mukjizat, banyak orang yang sudah menikmati mukjizat itu, mereka mengejar kemanapun Yesus pergi. Apa yang mereka cari sesungguhnya bukan mencari Yesus tetapi yang dicari adalah apa yang dapat Yesus berikan kepada mereka. Inilah yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di Yohanes 6:26 “……. sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang”. Tuhan Yesus secara terus terang membuka apa motivasi mereka mencari Dia. Tuhan Yesus kemudian mengatakan pada ayat 27: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu …..”.
Apa yang mereka cari adalah hal-hal yang lahiriah yang bersifat sementara, makanya Tuhan Yesus berkata pada ayat-ayat selanjutnya dimana Dia masuk kepada kebenaran rohani bahwa Dia (Yesus) adalah roti hidup (Yohanes 6:35). Yesus adalah sang Pemilik hidup yang sejati yaitu Pemberi hidup yang kekal. “Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi,”.
Mukjizat yang bersifat lahiriah dilakukan oleh Tuhan Yesus sebagai satu wujud perumpamaan yang diperagakan untuk mengajar kepada mereka satu kebenaran rohani tentang hidup kekal bahwa diri-Nya adalah roti hidup yang sejati itu.
Yesus Air Hidup
Percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria yang sedang menimba air di sumur dimana Dia meminta minum kepadanya adalah juga peristiwa yang dipakai oleh-Nya untuk menyampaikan satu kebenaran rohani. Tuhan Yesus berkata kepada perempuan Samaria itu, jika dia memberi minum kepada-Nya, sesungguhnya Dialah (Yesus) yang dapat memberikan air hidup kepadanya (Yohanes 4:10). “Air hidup” yang dimaksud oleh Tuhan Yesus sebagai hal rohani, dimengerti secara keliru oleh perempuan Samaria ini sebagai air dalam pengertian secara harafiah (Yohanes 4:11-12). Kemudian Tuhan Yesus menjelaskan bahwa air yang Dia maksud bukan air dari sumur itu karena barangsiapa minum air dari sumur itu, ia akan haus lagi (Yohanes 4:13). Pada kalimat selanjutnya, Yesus mulai masuk kepada hal-hal yang bersifat rohani dengan mengatakan jika perempuan Samaria itu minum air yang Dia berikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya karena air hidup ini akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal (Yohanes 4:14).
Hal meminta minum digambarkan oleh Tuhan Yesus bahwa Dia adalah air hidup itu sendiri (Yohanes 4:10) yang mengalir tanpa berkesudahan. Tuhan Yesus menggunakan air (jasmani) untuk mengajarkan hal yang rohani (air hidup) yang memberi hidup yang kekal. Pola seperti ini kerapkali diperlihatkan Tuhan Yesus sebagai salah satu cara yang Dia lakukan/terapkan dalam pelayanan-Nya dan pengajaran-Nya ketika Dia ada di dunia.
Yesus Mengutuk Pohon Ara
Suatu ketika dalam perjalanan, Tuhan Yesus merasa lapar dan melihat sebuah pohon ara tetapi tidak didapatinya ada satupun buahnya selain dari pada daun-daunnya saja (Matius 21:18-20). Injil Markus mencatat bahwa memang saat itu bukan musim buah ara. Akan tetapi, melihat pohon ara yang tidak ada buahnya itu, Tuhan Yesus mengutuk pohon ara itu dengan kalimat “Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lama-nya” (Matius 21:19). Markus mencatat, Tuhan Yesus mengutuk dengan kalimat “Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya” (Markus 11:14). Apa yang dicatat oleh Matius maupun Markus itu tidak bertentangan tetapi saling melengkapi karena apa yang dicatat oleh Matius tidak dicatat oleh Markus dan begitupun sebaliknya.
Tindakan Tuhan Yesus mengutuk pohon ara ini telah membingungkan banyak anak-anak Tuhan karena dengan jelas Markus mencatat waktu itu bukan musim buah ara dan tentunya Tuhan Yesus tahu akan hal itu tetapi mengapa dan untuk apa Tuhan Yesus mengutuk pohon ara itu? Bagian ini memang membingungkan banyak orang akan perilaku Tuhan Yesus, mungkin ada yang mengatakan Tuhan Yesus seperti “tidak ada kerjaan” untuk apa mengutuk pohon ara yang tidak berbuah, lagipula itu juga memang bukan musim berbuah.
Apa salah pohon ara itu sehingga harus dikutuk? Pohon ara bukan makhluk berpribadi sehingga bisa di tuntut pertanggungjawabannya. “Makhluk” yang berpribadi itu hanya Allah, malaikat, iblis dan manusia; sedangkan pohon ara bukan makhluk yang bermoral yang bisa di tuntut pertanggungjawaban. Bukankah ini suatu hal yang aneh dilakukan oleh Tuhan Yesus? Bila tidak mengerti konteks dari bagian ini memang bisa menimbulkan kesalahan persepsi banyak orang.
Pohon ara sering dihubungkan dengan bangsa Israel (Yeremia 8 ; Yeremia 24:1-9). Tindakan Tuhan Yesus mengutuk pohon ara itu adalah satu tindakan simbolis yang menggambarkan perumpamaan yang diperagakan. Tindakan Tuhan Yesus ini sama dengan mengatakan: “Hei Israel, kalian itu sama seperti pohon ara ini yang berdaun lebat tetapi tidak ada buah pertobatan yang nampak!”. Bangsa Yahudi tampak luar kehidupan keagamaan mereka begitu hebat sehingga terkesan sangat saleh (berdaun lebat) tetapi tidak menghasilkan apapun (tidak berbuah) bagi kemuliaan Allah. Satu sindiran dari Tuhan Yesus kepada para ahli Taurat dan orang Farisi ini yang mana tampak luar kehidupan keagamaan mereka terlihat sangat rohani; berpuasa dua kali seminggu, berdoa ditikungan-tikungan jalan agar dilihat orang, taat memberi persepuluhan, dan sebagainya. Mereka juga menganggap mereka adalah orang-orang yang hidup kudus dengan membandingkan hidup mereka dengan pemungut cukai. Yesuspun pernah mengecam mereka dengan kata-kata yang keras bahkan terkesan kasar (Matius 23:13-36). Hidup keagamaan mereka terlihat bersih dibagian luarnya tetapi ternyata kotor dibagian dalamnya (Matius 23:25-27); itulah seperti pohon ara yang terlihat mempunyai daun yang lebat, tetapi sesungguhnya tidak ada buahnya sama sekali. Seperti Tuhan Yesus mengutuk pohon ara ini, demikianlah Israel kalau hidup keagamaan mereka tidak menghasilkan buah pertobatan dalam hidup mereka.
Semua perumpamaan-perumpamaan yang diperagakan itu ada dalam Alkitab Perjanjian Baru, lalu bagaimana dengan Perjanjian Lama? Apakah dalam Alkitab Perjanjian Lama ada peristiwa seperti perumpamaan yang diperagakan ini?
Hosea Mengawini Pelacur
Dalam kitab Hosea 1-3, Allah menyuruh Hosea untuk mengawini perempuan sundal dan melahirkan anak-anak sundal. Setelah diambilnya Gomer menjadi istrinya dan melahirkan tiga anak, istrinya itu berpaling kepada kekasihnya yang lain alias berzina. Kata “pergilah dan kawinilah” (Hosea 1:2) dipakai kata ‘imperative’ atau perintah yang sungguh-sungguh terjadi dan itu adalah satu perumpamaan yang diperagakan oleh Hosea yang mengandung arti rohani. Bangsa Israel digambarkan seperti perempuan sundal yang bersundal dengan ilah-ilah lain tapi Tuhan mengambil mereka kembali. Hosea itu menggambarkan (mewakili) Allah yang kasih-Nya tak kunjung padam bagi anak-anak-Nya. Sejak semula manusia berdosa yang tidak berterima kasih dan tidak layak ini telah menerima kasih, anugerah, dan belas kasihan Allah, tapi tidak pernah bisa menahan diri dari kejahatan. Ini satu gambaran Allah mengambil umat Israel menjadi “istri”-Nya tetapi “istri”-Nya ini tidak tahu diri dengan pergi berzina lagi kepada penyembahan berhala atau perzinaan rohani kepada ilah-ilah lain (Keluaran 34:15).
Karena cintanya begitu besar walaupun istrinya sudah berzina, Hosea mengambil kembali istrinya itu. Demikianlah kasih Allah yang begitu besar sehingga Dia mengambil kembali Israel dan mengasihinya walaupun telah berzina secara rohani dengan ilah-ilah lain. Semua ini adalah perumpamaan yang diperagakan oleh Hosea dan perempuan sundal yang menggambarkan hubungan antara Allah dengan bangsa Israel untuk mengajarkan satu kebenaran rohani bahwa Allah mengasihi manusia berdosa walaupun manusia seringkali memberontak kepada Allah dengan perzinaan rohani yaitu menyembah kepada ilah-ilah lain.
Yakub Bergumul dengan Allah
Satu bagian lagi di dalam Alkitab yang juga membingungkan tidak sedikit anak-anak Tuhan mengenai kisah Yakub bergumul dengan Allah. Apabila kita mengerti cara pola berpikir dalam kisah Hosea yang mengawini perempuan sundal itu, kita akan bisa memahami apa yang terjadi pada Yakub yang bergulat dengan Allah.
Kisah ini terdapat di Kejadian 32:22-32 dimana dalam konteks Yakub akan bertemu kembali dengan Esau, kakaknya yang telah dia tipu dan khianati. Apa yang akan dihadapi Yakub adalah satu masalah besar dan ketakutan yang amat sangat karena akan menghadapi Esau kakaknya. Mungkin saja Esau bisa membunuhnya karena kemarahannya atas perbuatan Yakub terhadap dirinya. Dalam keadaan seperti ini, dikatakan Yakub lalu bergumul atau bergulat dengan seorang laki-laki (Kejadian 3:24) sampai fajar menyingsing yang berarti satu pergulatan yang sangat hebat. Siapa “laki-laki” yang bergulat dengan Yakub? Dalam Hos 12:5 “Ia bergumul dengan Malaikat dan menang; ……..”. “Laki-laki” yang bergumul dengan Yakub adalah “Malaikat” (ditulis dengan huruf “M” besar) yang adalah YHWH dalam wujud manusia (teofani). Dalam kitab Perjanjian Lama di mana Allah berulang kali menampakkan diri-Nya dalam wujud manusia atau malaikat atau bentuk lainnya, itu disebut teofani. “Laki-laki” atau “Malaikat” yang bergulat dengan Yakub adalah Allah dalam teofani, dan ini ditegaskan di dalam Kejadian 32:28, 30 ; Hosea 12:6).
Apa makna di balik kisah yang ingin disampaikan di sini? Sesungguhnya peristiwa ini juga adalah satu perumpamaan yang Allah peragakan untuk mengajarkan satu kebenaran rohani. Dalam kehidupan ini, kitapun sering bergumul dan bergulat dengan masalah. Dengan siapa kita bergumul/bergulat tentang masalah yang kita hadapi? Tentunya dengan Allah. Yakub bergulat dengan Allah dan akhirnya Yakub menang. Bagian ini kembali membuat banyak orang kebingungan, apa benar Allah kalah bergulat dengan Yakub? Tentunya kata Yakub “menang” (Kej 3:28) dalam bagian ini tidak boleh dimaknai secara harafiah bahwa Allah bisa kalah dari Yakub. Yang dimaksud setelah pergulatan itu Yakub menang adalah apa yang menjadi masalah yang ditakuti oleh Yakub itu sudah tersingkirkan dan sekarang dia menang dan siap maju untuk menghadapi Esau, kakaknya. Semua ketakutan didalam dirinya itu sudah lenyap, dan apa yang Yakub kuatirkan tidak akan terjadi karena masalahnya akan selesai, dimana dia sudah menang dalam pergulatan itu. Ini tercermin ketika Yakub melarang “laki-laki” itu pergi sebelum memberkati dia (Kejadian 32:26), dimana kemudian Yakub diberkati oleh-Nya (Kejadian 32:29), yang berarti Allah telah menolong Yakub didalam pergumulannya melawan ketakutannya menemui Esau.
Peristiwa ini adalah bahasa simbolis yang dinyatakan melalui sebuah perumpamaan yang diperagakan, sehingga jangan dimaknai secara literal (harafiah). Seorang teolog abad ke 16 memberikan satu ungkapan: “Allah berkelahi baik melawan kita maupun untuk kita; Allah berkelahi melawan kita dengan tangan kiri-Nya dan melawan untuk kita dengan tangan kanan-Nya”. Dalam hidup ini sebenarnya ujian yang kita alami itu selalu bergumul dengan Allah tapi Allah membantu kita untuk memenangkan pergumulan itu. Allah yang membuat Yakub menang dalam pergumulan dia menghadapi ketakutannya bertemu dengan Esau.
Setelah mengerti perumpamaan yang diperagakan ini, kita kembali kepada pokok masalah dalam Matius 8:15-16 tadi dimana Tuhan Yesus baru menyembuhkan banyak orang dari penyakit jasmani tetapi pada ayat 17, Matius langsung mengutip Yesaya 53:4 mengenai penyakit secara rohani, yang tidak lain adalah dosa. Mengapa Matius mengutip Yesaya 53:4 yang jelas berbicara mengenai penyakit rohani atau dosa itu, padahal Yesus baru saja menyembuhkan banyak orang dari penyakit jasmani? Apakah Matius salah mengerti Yesaya 53:4? Tidak mungkin! Matius adalah seorang Yahudi yang sangat mengerti hukum Taurat, terbukti dia beberapa kali mengutip ayat-ayat di dalam Perjanjian Lama termasuk salah satunya yang dia kutip dari Yesaya 53:4 di dalam Injil Matius 8:17 yang ditulisnya. Matius mengerti dengan tepat apa yang Tuhan Yesus lakukan setelah menyembuhkan banyak orang itu adalah suatu perumpamaan yang Tuhan Yesus peragakan untuk menjelaskan mengenai kesembuhan yang paling hakiki yang dibutuhkan oleh umat manusia yaitu kesembuhan dari penyakit dosa yang membawa kepada maut atau kebinasaan kekal itu.
Fenomena mukjizat yang sering dilakukan Tuhan Yesus adalah sebagai “jembatan” untuk menjelaskan dan mengajarkan suatu kebenaran rohani. Peristiwa kesembuhan jasmani/fisik ini hanya dipakai sebagai “alat” oleh Tuhan Yesus untuk mengajarkan suatu kebenaran yang hakiki yaitu kebenaran rohani yang bersifat kekal sebagai hal yang paling utama, sebaliknya jangan hanya berfokus kepada hal-hal fana yang bersifat lahiriah atau temporal (sementara) semata.
Melihat suatu teks, harus memperhatikan konteksnya bahkan sampai kepada seluruh konten Alkitab sehingga kita dapat menangkap apa esensi yang hendak disampaikan dibalik suatu peristiwa, bukan hanya melihat satu fenomena yang nampak dipermukaan dan berhenti disana.
Akhir kata, mengutip ayat-ayat “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Matius 8:17, kutipan Yesaya 53:4) dan “oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (I Petrus 2:24, kutipan Yesaya 53:5) waktu mendoakan orang sakit, adalah suatu pengunaan/penerapan ayat yang tidak sesuai dengan konteksnya. Soli Deo Gloria
Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.























































