Ev. Harry Mandagi

JAKARTA – Dalam Alkitab, Tuhan Yesus sering mengucapkan hal-hal yang bukan saja kerap disalah-pahami oleh orang-orang Yahudi pada masa itu tetapi murid-murid-Nya kadangkala salah memahaminya.

Tidak mengherankan kalau anak-anak Tuhan sering mengalami kesulitan dalam menafsir apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus. Selain perbedaan budaya dari pembaca, kendala yang lain yang dihadapi, karena perkataan Tuhan Yesus ditulis oleh penulis-penulisnya sekitar 2000 tahun lalu dengan konteks budaya yang sudah jauh berbeda dengan masa kini. Dengan demikian menafsirkan suatu ayat, perlu memahami latar belakang mengapa perkataan itu diucapkan.

Membaca Alkitab dengan menggunakan cara pandang abad 21, dan mengabaikan konteks budaya pada zaman itu, bisa menimbulkan kesalahan tafsir, bahkan tidak jarang bertentangan dengan makna sesungguhnya. Petrus juga memperingatkan di dalam suratnya II Ptr 3:16 bahwa dalam surat-surat Paulus ada banyak hal yang sukar dipahami, sehingga bagi yang tidak memahami firman Tuhan dengan utuh, komprehensif, terintegrasi secara holistik; bisa mengakibatkan kesalahan tafsir yang fatal dan arti yang bertolak belakang dengan apa yang dimaksud oleh Alkitab.

Membaca judul dari tulisan ini, tentunya membuat kita bertanya-tanya apa maksudnya? Apabila berbicara mengenai iman, tentunya berkaitan dengan keselamatan. Untuk mengerti arti dari kalimat itu, kita perlu mempunyai pemahaman akan konsep keselamatan yang benar seperti yang dikatakan oleh Alkitab. Tidak dapat disangkali ada banyak teks dalam Alkitab yang mengatakan seolah-olah syarat untuk bisa masuk Kerajaan Surga, seseorang harus beriman seperti anak kecil, bahkan itu adalah perkataan Tuhan Yesus sendiri yang dicatat dalam tiga Injil sinoptik (Mat 19:14 ; Mrk 10:14 ; Luk 18:16).

Apa yang dimaksud oleh Tuhan Yesus “beriman seperti anak kecil akan masuk dalam Kerajaan Surga?”. Untuk mengerti ayat ini, perlu melihat apa arti “anak kecil” dalam teks ini. Dalam bahasa Yunani dipakai kata “paidon”, yang arti harafiah secara umum menunjuk kepada anak-anak yang masih sangat muda, dari usia bayi hingga anak kecil (± 0 – 7 tahun), dimana mereka ini masih membutuhkan bimbingan dan perawatan penuh dari orang dewasa.

Sebagai perbandingan, ada satu peristiwa dimana Herodes memerintahkan untuk membunuh semua anak-anak dibawah umur dua tahun ke bawah di Betlehem dan sekitarnya (Mat 2:16). Kata “anak-anak” dalam ayat itu dipakai kata “pais” yang artinya bisa merujuk kepada anak-anak kecil maupun anak-anak yang lebih besar, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu Herodes memberi perintah yang spesifik untuk membunuh anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah; dalam Alkitab bahasa Inggris (ESV) dipakai kata “male childen” atau anak laki-laki. Inti perbedaan “pais” dan “paidon”; dimana “pais” bisa menunjuk kepada arti lebih luas, mencakup anak kecil maupun anak yang lebih besar atau seorang pelayan; sedangkan “paidon” hanya merujuk kepada bayi sampai dengan balita. Dalam konteks budaya pada zaman Yesus di dunia, “paidon” sering digunakan untuk menggambarkan anak-anak yang belum mencapai usia dewasa, baik secara fisik maupun mental, yang menekankan ketidakberdayaan dan kebergantungan anak tersebut pada orang dewasa, dalam hal ini adalah orang tuanya.

Ketika menemui teks yang kurang jelas sehingga mengalami kesulitan dalam menafsir, perlu melihat teks-teks lain yang parallel yang lebih mudah dipahami dalam Alkitab. Ada kalanya juga jangan mengabaikan biblical logic (logika yang Alkitabiah) dalam menafsirkan suatu teks. Dalam hal ini, jelas anak-anak yang dimaksud belum bisa beriman kepada Tuhan Yesus, oleh sebab itu mereka perlu dibawa oleh orang lain kepada Tuhan Yesus. Jika demikian, apa yang dimaksud dengan anak kecil yang masuk dalam Kerajaan Surga? Mari simak beberapa teks dari perkataan Tuhan Yesus dalam bagian yang lain.

Para murid Tuhan Yesus pernah menanyakan kepada-Nya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” (Mat 18:1). Kemudian Tuhan Yesus berkata: “jika mereka tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Mat 18:2). Ayat ini jelas mengatakan pertobatan mendahului “menjadi anak kecil”, yang berarti perilaku dan perbuatan mereka adalah buah (akibat) yang dihasilkan dari pertobatan. Jangan dibalik! Berkarakter seperti anak kecil tidak membawa kepada pertobatan karena pertobatan adalah anugerah dari Allah, bukan usaha manusia (Ef 2:8-9). Anak kecil pada umumnya mempunyai sikap kerendahan hati, ketulusan dan mempunyai hati yang mudah diajar, dan banyak hal positif yang dapat diteladani dari karakter seorang anak kecil. Inilah buah yang dihasilkan dari pertobatan, seperti apa yang dikatakan Paulus pada ayat selanjutnya di Ef 2:10Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”.

Mengapa Tuhan Yesus sering memakai anak kecil sebagai satu gambaran untuk menjelaskan sesuatu, dalam hal ini mengenai Kerajaan Surga? Seorang teolog dan komentator Alkitab, Simon Kistemaker mengatakan: “Anak kecil adalah simbol kerendahan hati dan kesederhanaan. Dalam konteks budaya saat itu, anak-anak dianggap rendah dan tidak berdaya. Dengan mengangkat anak kecil, Yesus mengajarkan bahwa nilai seorang individu tidak diukur dari kekuasaan atau prestasi, tetapi dari sikap hati yang rendah hati dan penerimaan”. Artinya pandangan seseorang yang merasa dirinya baik sehingga Allah patut atau pantas memilihnya untuk diselamatkan, pandangan ini justru melawan Alkitab karena berlawanan dengan Mat 18:2 dan banyak ayat-ayat lain di seluruh Alkitab.

Syarat mendapat keselamatan bukan karena merasa diri mampu, merasa diri lebih baik dari orang lain, hidup sangat saleh, taat beragama, merasa diri layak dihormati dan dipuji manusia, dan sejumlah daftar prestasi lainnya sehingga disebut sebagai orang yang layak dipilih oleh Tuhan. Seseorang yang merasa diri demikian, Alkitab berkata justru terlihat ada pada orang-orang Farisi dan ahli Taurat pada umumnya. Tuhan Yesus mengecam mereka sebagai orang-orang yang munafik. Orang yang merasa dirinya layak, tidak akan menyadari dirinya orang berdosa dan sesungguhnya tanpa sadar dia tidak merasa memerlukan Juruselamat.

Dalam perumpamaan Tuhan Yesus di Injil Lukas (Luk 18:9-14), tentang orang Farisi dan pemungut cukai di Bait Allah; orang Farisi dengan sombongnya berdoa bahwa dirinya orang baik; bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bahkan bukan seperti pemungut cukai yang dia bandingkan dengan dirinya. Dia taat kepada agama dengan berpuasa dua kali seminggu dan taat memberikan persepuluhan. Sebaliknya pemungut cukai berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah ke langit, tanda merasa ketidak-layakannya dihadapan Tuhan, sambil memukul dirinya dan memohon Tuhan mengasihani dia sebagai orang berdosa. Satu pengkontrasan yang begitu tajam yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus dalam perumpaan-Nya, menggambarkan yang satu merasa dirinya layak, baik dan saleh, sedangkan yang lainnya merasa dirinya tidak layak dan berdosa. Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan orang yang merasa dirinya berdosa dan tidak layak itu yang dibenarkan oleh Allah. Orang yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus akan disadarkan bahwa dirinya orang berdosa dan tidak layak, dan orang seperti inilah yang sesungguhnya merasakan dirinya membutuhkan Juruselamat. Sebaliknya orang yang merasa dirinya orang benar (baik) dan layak, sesungguhnya dia tidak pernah merasa membutuhkan Juruselamat karena dia menganggap dirinya orang baik dan mampu mendapat keselamatan dengan perbuatan baiknya dengan mengandalkan kekuatan dirinya sendiri.

Dalam Injil Lukas, perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai ini berada dalam perikop sebelum anak-anak kecil dibawa kepada Tuhan Yesus dan Yesus mengatakan kalimat: “Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya” (Luk 18:17). Pada perikop berikutnya, ketiga Injil Sinoptik ini mencatat cerita yang sama yaitu seorang muda yang kaya dan terhormat, datang kepada Tuhan Yesus mencari kebenaran tentang keselamatan. Dia datang kepada Tuhan Yesus dengan meninggikan dirinya sebagai orang baik, serta mampu melakukan semua hukum Taurat. Diakhir dari percakapan anak muda yang kaya raya ini dengan Tuhan Yesus, dapat diambil kesimpulan bahwa anak muda ini tidak memperoleh keselamatan yang di inginkannya karena dia menganggap keselamatan dapat diperolehnya melalui perbuatan baiknya.

Satu hal yang menarik, urutan yang dicatat di Lukas 18 ini bahwa kisah tentang anak kecil yang masuk Kerajaan Allah “terhimpit” diantara perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai di Bait Allah dan kisah orang muda yang kaya sukar masuk dalam Kerajaan Allah. Kisah tentang anak kecil yang masuk Kerajaan Allah di kontraskan dengan perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai di Bait Allah dan kisah orang muda yang kaya sukar masuk dalam Kerajaan Allah.

Anak kecil yang tidak berdaya dan perlu bergantung kepada orang lain untuk bisa hidup, atau dengan kata lain tidak dapat berbuat apa-apa dari dirinya sendiri, di kontraskan dengan orang yang menganggap diri mampu, yaitu seperti orang Farisi dan anak muda yang kaya tersebut. Kisah ini mengenai masuk dalam Kerajaan Allah, yang tidak lain adalah tentang keselamatan, dan bagaimana keselamatan itu dapat diperoleh. Anak kecil tidak punya kemampuan menyelamatkan dirinya sendiri, di kontraskan dengan orang Farisi dan anak muda kaya yang merasa dirinya baik dan mampu melakukan apa yang dianggap baik untuk memperoleh keselamatan. Tuhan Yesus sedang mengajarkan bahwa perbuatan baik itu bukan syarat untuk memperoleh keselamatan. Keselamatan dan pengenalan akan Allah bukanlah hasil usaha manusia, tetapi murni anugerah Allah, melalui iman kepada Yesus Kristus. Iman pun adalah pemberian dari Allah, bukan keluar dari dalam diri manusia (Ef 2:8-9).

BACA JUGA  Refleksi Menyambut Natal 2024: Siapa Yesus Sebenarnya?

Keselamatan adalah anugerah atau pemberian Allah, tidak ada unsur andil atau usaha/jasa manusia sedikitpun didalamnya, apabila ada, itu bukan lagi anugerah tetapi hadiah. Hadiah adalah sesuatu yang layak/pantas diberikan kepada seseorang sebagai penghormatan/penghargaan atas suatu prestasi/karya yang dia lakukan sehingga dia pantas menerimanya. Akan tetapi anugerah (dalam konteks teologi) itu berbeda yaitu sesuatu yang tidak layak/pantas diberikan kepada seseorang, tapi itu diberikan secara cuma-cuma kepadanya, bukan berdasarkan usaha atau perbuatan baiknya, tapi berdasarkan perbuatan Allah sepenuhnya didalam kedaulatan-Nya (Ef 2:8-9 ; Rm 3:23-24).

Anugerah keselamatan ini diberikan secara cuma-cuma, bukan berarti tidak berharga tetapi justru tidak ternilai harganya sehingga manusia tidak mampu “membelinya” (memperolehnya). Perbuatan baik manusia yang sudah tercemar oleh dosa, tidak akan mampu mencapai standar Allah yang sempurna, bahkan nabi Yesaya mengatakan perbuatan saleh manusia seperti kain kotor (arti literal bahasa Ibrani: pembalut wanita bekas pakai) dihadapan Tuhan (Yes 64:6). Bukti nyata adalah Allah menyelamatkan manusia ketika manusia masih berdosa (Rm 5:8). Kalau bukan Tuhan yang memberikan anugerah keselamatan ini, tidak ada satupun manusia yang akan selamat alias semua manusia mati kekal di neraka, karena upah dosa ialah maut (Rm 6:23). Inilah yang dikatakan oleh Paulus di dalam suratnya bahwa keselamatan itu bukan hasil pekerjaan manusia, sehingga jangan ada seorangpun yang memegahkan diri (Ef 2:9). Perbuatan baik tidak menyelamatkan tapi perbuatan baik adalah hasil/buah dari setelah diselamatkan (Rm 3:20 ; Gal 2:16, 3:11 ; Rm 4:6-10). Orang yang sudah diselamatkan, akan berbuat baik sebagai ucapan syukur atas kemurahan Allah yang memberi anugerah keselamatan kepadanya. Imannya diperlihatkan lewat perbuatannya.

Kapan dan Siapa yang Dipilih?
Allah memilih orang-orang pilihan-Nya bukan berdasarkan perbuatan baik, prestasi, kepintaran, kekayaan seseorang, dan banyak hal lainnya; artinya kehendak Allah membuat pilihan itu tidak dipengaruhi oleh apapun dan siapapun diluar diri-Nya, termasuk manusia, atau dengan kata lain pilihan Allah itu tidak bersyarat tapi sepenuhnya berdasarkan kerelaan kehendak-Nya dalam kedaulatan-Nya. Allah itu kasih dan adil, apa yang ditetapkan-Nya itu adalah sempurna.

Alkitab berkata Allah memilih manusia dari sejak kekekalan, artinya sebelum dia dilahirkan atau bahkan sebelum dunia diciptakan (Rm 8:29-30). Kata “dipilih” mengindikasikan tidak semua, yang berarti kalau ada yang dipilih, konsekuensinya ada yang tidak dipilih.

Mat 11:25-26 25 Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. 26Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.

Apa maksud dari perkataan Tuhan Yesus menyebut “anak kecil” pada Mat 11:25, yang di kontraskan dengan “orang bijak dan orang pandai”? Konteksnya adalah Tuhan Yesus sedang mengecam kota-kota seperti Khorazim, Betsaida dan Kapernaum karena tidak bertobat, padahal Tuhan telah melakukan begitu banyak tanda dan mukjizat ditengah-tengah mereka (ayat 20-23). Bahkan Dia mengatakan apabila tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat itu terjadi di Tirus dan Sidon, seperti yang dialami oleh Khorazim dan Betsaida, mereka pasti akan bertobat (ayat 21). Demikian juga dengan mukjizat-mukjizat yang terjadi di Kapernaum, apabila hal yang sama terjadi juga di Sodom, kota itu tidak akan dihancurkan karena mereka akan bertobat (ayat 23).

Perkataan Tuhan Yesus ini menyebabkan pertanyaan kritis muncul di benak kita. Jika kota-kota seperti Tirus, Sidon dan Sodom diberikan mukjizat, Tuhan Yesus katakan mereka akan bertobat, mengapa Dia tidak melakukannya? Bagian ini perlu perenungan yang dalam untuk mengerti perkataan Tuhan Yesus. Alasannya ada pada ayat berikutnya dimana dikatakan Tuhan Yesus bahkan bersyukur kepada Allah Bapa bahwa “semuanya itu disembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tapi dinyatakan kepada anak kecil” (Mat 11:25). Apa yang dimaksud dengan kata “semuanya”, “orang bijak dan orang pandai” dan “orang kecil”? “Anak kecil” dalam bagian ini dipakai kata Yunani “nepios”, yang secara literal berarti “bayi”. Mengapa “orang bijak dan orang pandai” dikontraskan dengan “bayi”? Bukankah lebih tepat “orang bijak dan orang pandai” dikontraskan dengan “orang bodoh” atau “orang dewasa” dikontraskan dengan “bayi (anak kecil)”? Akan tetapi bukan itu yang dikatakan Tuhan Yesus.

“Orang bijak dan orang pandai” dalam bagian ini, tidak menunjuk kepada orang yang mempunyai IQ (intelegensia) tinggi atau pendidikan tinggi, karena dibandingkan dengan “bayi”. “Orang bijak dan orang pandai” dalam bagian ini menggambarkan orang yang bersandar kepada kekuatan/kemampuan diri sendiri, mereka mengira dari diri mereka sendiri mereka bisa bertobat. Ini mirip dengan kisah anak muda yang kaya raya yang datang kepada Tuhan Yesus dan menanyakan apa yang harus dia perbuat supaya selamat (Mat 19:16-26 ; Mrk 10:17-27 ;  Luk 18:18-27). Berbeda dengan “bayi” yang tidak dapat melakukan sesuatu dari dirinya sendiri; tidak bisa berjalan sendiri, tidak bisa makan sendiri, intinya tidak dapat melakukan aktivitas apapun dari dirinya sendiri untuk bisa hidup, tetapi bergantung sepenuhnya kepada orang lain.

Jonathan Edwards mengatakan: “Kerendahan hati adalah tanda dari mereka yang dipilih Allah untuk menerima kebenaran-Nya. Bukan kebijaksanaan manusia yang membawa orang kepada Allah, tetapi Tindakan Allah yang menyatakan diri-Nya kepada mereka yang dipilih-Nya”.

Herman Bavinck mengatakan: “Pewahyuan Allah kepada ‘orang kecil’ menunjukkan bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan sesuatu yang bisa diperoleh melalui usaha manusia. hal ini sesuai dengan ajaran Paulus di 1 Kor 1:18-31, yang menyatakan bahwa hikmat manusia adalah kebodohan dihadapan Allah”.

Seorang bayi tidak dapat melakukan sesuatu demi kebaikan bagi dirinya sendiri, sehingga dia tidak dapat menyelamatkan dirinya, dia butuh uluran tangan orang lain. Untuk orang-orang seperti itulah Tuhan membukakan kebenaran kepada mereka yang tidak bergantung kepada kekuatan sendiri tetapi mereka perlu bergantung kepada orang lain supaya bisa hidup. Bagian ini mengingatkan orang percaya bahwa iman Kristen adalah tentang kebergantungan total kepada Allah, bukan pada kemampuan atau kebijaksanaan manusia.

Kata “semuanya itu” pada Mat 11:25, konteksnya adalah kebenaran Ilahi atau wahyu tentang Kerajaan Allah yang dinyatakan kepada mereka, itulah yang dibukakan kepada “bayi”. Sebaliknya, kebenaran atau wahyu ini Allah sembunyikan bagi “orang bijak dan orang pandai”, dengan kata lain Allah tidak menghendaki untuk membukanya kepada kelompok ini (Mat 15:13 ; Rm 9:22). Ini ditegaskan pada ayat selanjutnya dimana Tuhan Yesus mengatakan Allah Bapa melakukan itu apa yang diperkenan-Nya menurut kehendak-Nya (Mat 11:26). Itulah kedaulatan Allah dalam menetapkannya menurut kerelaan kehendak-Nya. Perkataan Tuhan Yesus ini selaras dengan apa yang ditulis rasul Paulus bahwa keselamatan itu adalah anugerah, melalui iman percaya pada Yesus Kristus, bukan oleh usaha atau pekerjaan manusia tapi pemberian Allah, sehingga jangan ada yang memegahkan diri (Ef 2:4-5, 8-9 ; Rm 3:24, 27-28 ; Flp 1:29). Orang bisa bertobat karena Tuhan sudah membukakan kebenaran kepadanya terlebih dahulu dan iman itu sendiri juga adalah pemberian Allah untuk dia bisa percaya. Sebaliknya kalau Tuhan menutupi kebenaran dari seseorang, orang itu tidak bisa menjadi orang percaya, seberapa kali dia mendengar injil yang diberitakan kepadanya.

Mat 11:25-26 ini selaras dengan apa yang dikatakan Paulus dalam suratnya di 1 Kor 1:27-29, hanya Paulus menggunakan istilah yang berbeda, namun esensinya sama. Paulus berkata: “Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti” – ayat ini menunjuk kepada ayat-ayat sebelumnya yaitu pemberitaan tentang salib Kristus di 1 Kor 1:18, 23. Jelas ini berbicara tentang keselamatan dan ini berkaitan dengan orang pilihan dan orang bukan orang pilihan, yang adalah mutlak keputusan Allah dalam kerelaan kehendak-Nya. Ini ditegaskan pada ayat selanjutnya (1 Kor 1:29) “jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (bnd. Ef 2:8-9).

Semua manusia keturunan Adam mewarisi dosa Adam dan dalam keadaan mati rohani. Tanpa inisiatif Tuhan membuka mata rohani manusia yang mati rohani itu, tidak ada satupun manusia dapat melihat kebenaran. Itulah sebabnya tanpa Roh Kudus melahirbarukan orang yang mati rohani, selamanya dia tidak akan dapat percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yoh 3:3-8 ; Tit 3:5). Paulus adalah contoh jelas Allah perlihatkan bagaimana seseorang dapat bertobat. Siapa pernah menyangka Paulus bisa bertobat, dari seorang pembenci Kristus, yang kejam dan penganiaya jemaat Tuhan, dapat berbalik menjadi seorang yang mencintai Kristus. Kalau bukan pekerjaan Tuhan, itu tidak mungkin terjadi. Itulah yang dikatakan oleh Tuhan Yesus: “Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah” (Luk 18:27) dalam perikop tentang anak muda yang kaya, setelah murid-murid-Nya bertanya: siapakah yang dapat diselamatkan?”. Pertanyaan murid-murid-Nya ini berangkat dari setelah Tuhan Yesus mengatakan lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada orang kaya masuk Kerajaan Allah (Luk 18:24-25). Inti yang mau disampaikan adalah keselamatan adalah karya Allah sepenuhnya, tanpa ada peran manusia didalamnya.

Sebelum bertobat, Paulus menganggap dirinya seorang yang saleh dan taat beragama dengan mengejar-ngejar untuk menganiaya pengikut-pengikut Kristus. Perbuatannya itu dia anggap membela agama dan Allahnya. Setelah bertobat, keinginan hatinya agar bangsanya, orang Yahudi juga diselamatkan seperti dirinya (Rm 10:1). Dahulu Paulus seperti bangsanya orang Yahudi, yang sungguh-sungguh giat untuk Allah tapi tanpa pengertian yang benar, sesungguhnya dia dan orang sebangsanya itu adalah orang yang tidak mengenal kebenaran Allah tapi berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah (Rm 10:2-3) – perbuatannya itu justru melawan Allah. Dahulu Paulus “melayani” Allahnya, sekaligus dia memberontak kepada Allah karena tanpa pengertian yang benar. Maka keinginan hati Paulus dalam doanya kepada Tuhan supaya bangsanya, orang Yahudi juga diselamatkan. Akan tetapi manusia boleh berkeinginan tetapi Tuhanlah yang menentukan (Ams 16:9), sehingga tanggung jawab Paulus, termasuk anak-anak Tuhan adalah memberitakan Injil keselamatan kepada semua orang.

BACA JUGA  Pdt. Samuel Jianto : Roh Kudus Bukan Meninggalkan GPdI, Sebaliknya GPdI yang Meninggalkan Roh Kudus

Pilihan dan Bukan Pilihan
Tuhan menetapkan orang-orang pilihan-Nya menurut kerelaan kehendak-Nya, bukan berdasarkan perbuatan baik manusia (Rm 9:11). Ini dikatakan oleh Paulus dalam kitab Roma 9:13 (kutipan dari Mal 1:2-3): “Allah mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau”. Teks ini dengan jelas mengatakan Allah memilih sebelum Yakub dan Esau dilahirkan, artinya masih dalam kandungan ibunya (Ribka). Jika Roma 9 ini dipadukan dengan Ef 1:3-24 dan Rm 8:29-30, dapat ditarik benang merahnya adalah pemilihan Allah terjadi sebelum segala sesuatunya ada, yaitu orang-orang yang dipilih-Nya maupun orang-orang yang tidak dipilih-Nya.

Kemudian Paulus melanjutkan dengan kalimat pertanyaan “Apakah Allah tidak adil?”. Ini juga yang menjadi pertanyaan bagi kita semua, apakah kita berhak menggugat Allah tidak adil karena memilih Yakub tapi membuang Esau? Kemudian Paulus menjawab sendiri pertanyaan itu bahwa mustahil Allah tidak adil! (Rm 9:14).

Rm 9:15, Sebab Ia berfirman kepada Musa: “Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.”(16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya.

Perkataan Paulus ini masuk kepada inti dari keputusan Allah memilih orang-orang pilihan-Nya berdasarkan kerelaan kehendak-Nya dalam kedaulatan-Nya, dan itu tidak dipengaruhi oleh apapun dan siapapun di luar diri-Nya. Perkataan yang sangat eksplisit bahwa ada yang dipilih dan ada yang tidak dipilih, itu mutlak pekerjaan Allah, tanpa ada “campur tangan” manusia sedikitpun.

Dalam kitab Keluaran memang dikatakan beberapa kali Firaun mengeraskan hatinya untuk mengijinkan bangsa Israel keluar dari Mesir (Kel 5:2 ; 7:13-14, 22 ; 8:15, 19, 32 ; 9:7). Jika diperhatikan dengan teliti, Allah yang mengeraskan hati Firaun terlebih dahulu, dimana kemudian Firaun mengeraskan hatinya (Kel 4:21 ; 7:3 ; 9:12 ; 10:1 ; 11:10). Firaun mengeraskan hatinya atas kehendaknya sendiri, tetapi apa yang dia lakukan, sesungguhnya Allah telah menetapkan sebelumnya bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Inilah maksud dari teks-teks tersebut. Tidak dapat dipungkiri ada begitu banyak teks-teks dalam Alkitab, baik tersurat maupun tersirat, yang mengatakan ada orang pilihan Allah dan ada bukan orang pilihan.

Ams 16:4 Tuhan membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka. Bagian yang memang sulit diterima oleh nalar manusia tetapi Alkitab mengatakan demikian. Allah maha kasih sekaligus maha adil, rencana-Nya yang sempurna dalam hikmat dan bijaksana-Nya, melampaui apa yang dapat dipikirkan oleh manusia yang berdosa ini.

Siapakah manusia yang adalah ciptaan dan terbatas ini dapat menentang kehendak Allah, sang Pencipta dan tidak terbatas (Rm 9:19)? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: “Mengapakah engkau membentuk aku demikian (Rm 9:20 – kutipan Yes 45:9)?” Tukang periuk mempunyai hak mutlak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai tujuan yang mulia, dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa (Rm 9:21). Siapakah manusia dapat menggugat Allah tidak adil menunjukkan murka-Nya kepada “benda-benda” kemurkaan-Nya yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan yaitu orang-orang bukan pilihan-Nya, dan menyatakan anugerah-Nya atas “benda-benda” belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan untuk kemuliaan yaitu orang-orang pilihan-Nya (Rm 9:22-24)?

Allah menetapkan segala sesuatunya tetapi itu tidak membuang tanggung jawab manusia. Allah hanya menetapkan tetapi tidak pernah “memaksa/mendorong/mempengaruhi” manusia untuk melakukannya. Manusia melakukannya atas kehendaknya sendiri, oleh sebab itu manusia bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh manusia, itu tepat seperti apa yang sudah Allah tetapkan sebelumnya.

Luk 22:22 Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!” Yudas Iskariot mengkhianati Tuhan Yesus, sampai akhirnya yang terjadi Dia disalibkan. Apa yang dilakukan oleh Yudas Iskariot adalah atas keinginan/kehendaknya sendiri, bukan atas dorongan atau pengaruh dari siapapun juga, tetapi apa yang dia perbuat itu akhirnya membawa Yesus Kristus mati di kayu salib. Hal itu tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, dia “menjual” Yesus hanya demi uang belaka. Apa yang Yudas Iskariot lakukan, sesungguhnya Allah sudah menetapkan sebelumnya apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu apa yang dilakukan oleh Yudas Iskariot, dia bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.

1 Yoh 5:16 Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa. Jika ayat ini dibaca dengan teliti sesuai konteksnya, tersirat ada yang dipilih dan ada yang tidak dipilih, walaupun kedua-duanya adalah orang berdosa. Yang dipilih, pasti akan dibenarkan oleh Allah dengan dia mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamatnya; sedangkan yang tidak dipilih, tidak akan mengakui seperti apa yang diakui orang pilihan (Rm 10:9-10 ; 2 Kor 5:21). Meskipun kadang orang pilihan pun bisa jatuh dalam dosa, tetapi dikatakan dosa itu tidak mendatangkan maut kepadanya karena Tuhan menopangnya dan dia akan menyesali dosa-dosanya dan berbalik kepada Tuhan (Mzm 37:23-24). Sedangkan dosa yang mendatangkan maut itu menunjuk kepada bukan orang pilihan-Nya.

Beberapa ayat menunjukkan ada orang pilihan dan bukan pilihan:

  • Mat 1:21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. – “umat-Nya”, tidak menunjuk semua manusia.
  • Mat 20:28 sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. – “banyak orang”, bukan semua orang.
  • Yoh 10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; – “domba-dombaNya” (orang percaya), bukan untuk semua orang.
  • Yoh 10:15 sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. – “domba-domba-Ku” (orang percaya), bukan untuk semua orang.
  • Yoh 10:26 tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. – “domba-domba-Ku”, bukan kepada semua orang.
  • Ibr 2:17 …. supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. – dosa “seluruh bangsa”, bukan dosa semua orang. Istilah “bangsa” di ayat ini memakai kata “laou” (bhs Yunani), jika melihat konteksnya, lebih tepat diterjemahkan sebagai “umat”.

Seorang kepala negara memiliki kuasa memilih seseorang untuk menduduki suatu jabatan tertentu dalam pemerintahan yang dipimpinnya. Dia memiliki hak prerogatif untuk menunjuk para menteri-menterinya untuk membantunya, dan siapapun yang dia tetapkan, tidak boleh seorangpun menggangu gugat keputusannya. Apalagi sang Pencipta yang empu-Nya alam semesta beserta seluruh isinya, Dia berdaulat penuh atas ciptaan-Nya, dan apa yang Dia tetapkan itu pasti yang terbaik menurut hikmat dan bijaksana-Nya yang sempurna. Rancangan Allah bukan rancangan manusia, ada perbedaan yang mencolok antara pikiran Allah dan pikiran manusia dimana manusia tidak mampu menyelami pikiran Allah karena hikmat dan bijaksana Allah melampaui pikiran manusia (Yes 55:8-9).

Rm 11:33-36 (33) O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! (34) Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? (35) Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? (36) Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Segala sesuatu adalah dari Allah dan apa yang Dia rencanakan adalah semuanya terpusat untuk kemuliaan bagi diri-Nya.

Apa yang telah dipaparkan diatas berdasarkan apa yang tertulis didalam Alkitab; fakta menunjukkan ada orang-orang pilihan-Nya, dan ada bukan orang-orang pilihan-Nya. Akan tetapi siapa orang pilihan dan siapa bukan orang pilihan, itu bukan ranah manusia untuk mengetahuinya, apalagi menghakiminya, itu adalah domainnya Allah yang absolut yang menentukannya. Oleh sebab itu, Allah melibatkan orang-orang percaya untuk memberitakan Injil keselamatan ini kepada semua orang, agar orang-orang pilihan-Nya juga dapat mendengar kabar baik ini, percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tanpa Injil diberitakan, tidak ada satupun manusia dapat mendengar siapa Yesus Kristus itu (Rm 10:13-15). Satu anugerah yang luar biasa Allah berikan kepada manusia yang berdosa dan tidak layak ini, bukan kepada malaikat, untuk memberitakan Injil keselamatan ini. Ini adalah perintah dan menjadi tanggung jawab setiap anak-anak Allah untuk melakukannya. Solideo Gloria.

Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini