Alkitab berisi berbagai janji Allah kepada umat-Nya. Secara umum janji-janji ini dapat di kelompokkan menjadi dua kategori besar yang disebut sebagai Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang dikenal di dalam Kitab Suci orang Kristen.

Mengapa disebut “Perjanjian” karena sesungguhnya Allah mengikat perjanjian dengan umat-Nya, baik janji-janji dalam Perjanjian Lama maupun janji-janji dalam Perjanjian Baru – satu kesinambungan yang secara progresif menyingkapkan rencana penebusan Allah yang berpusat kepada Yesus Kristus. Janji-janji Allah dalam Alkitab dipahami melalui kerangka kerja yang disebut Teologi Perjanjian (Covenant Theology). Ini adalah cara melihat keseluruhan Alkitab dengan cara pandang (worldview) yang sistematis secara komprehensif dan terintegrasi sebagai satu kesatuan yang didasarkan pada perjanjian Allah buat dengan umat-Nya.

Kata “perjanjian” dalam Perjanjian Lama, dalam bahasa Ibrani di pakai kata “berith” atau “covenant” dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris. Kata “berith” ini muncul pertama kali dalam Alkitab, saat perjanjian Allah dengan Nuh (Kej 6:18). Secara garis besar, ada tiga perjanjian utama ditinjau secara teologis yaitu Perjanjian Kerja, Perjanjian Penebusan dan Perjanjian Anugerah.

Allah membuat perjanjian dengan Adam di Taman Eden dan diberi syarat untuk taat sempurna kepada Allah. Perjanjian Allah dengan Adam sering disebut Perjanjian Kerja atau Perjanjian Kehidupan.

Perjanjian Allah adalah memberi Adam tugas mengelola Taman Eden, dan dengan satu perintah larangan untuk makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Tujuannya adalah untuk menetapkan hubungan antara Pencipta dan ciptaan, serta untuk menunjukkan konsekuensi dari ketidaktaatan (Kej 1-3). Adam akan memperoleh hidup kekal jika taat sepenuhnya dan sempurna. Sebaliknya, ancaman kematian (rohani dan jasmani) jika Adam tidak taat. Seperti diketahui Adam memberontak kepada Allah yaitu melanggar perjanjian dengan memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat yang dilarang oleh Allah. Perjanjian Allah dengan Adam tidak secara eksplisit disebut dalam Kej 1-3, tetapi struktur perjanjian ada dalam narasi itu.

Allah memberikan perintah kepada Adam agar tidak makan buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat, disertai ancaman hukuman (Kej 2:16-17). Adanya Perjanjian Allah dengan Adam dapat dilihat di Hos 6:7 di mana dikatakan Adam melanggar perjanjian – yang artinya, sudah ada perjanjian sebelumnya. Dalam surat Paulus dia membandingkan Adam dan Kristus sebagai kepala perjanjian/perwakilan (Rm 5:12-21). Kejatuhan Adam mengakibatkan semua manusia berdosa dan mengalami penghukuman kekal. Sebaliknya oleh karena perbuatan kebenaran Kristus, semua orang mendapat pembenaran untuk hidup kekal yang percaya kepada-Nya. Bagian ini tersirat adanya gagasan perjanjian. Paulus menunjukkan kontras dan perbandingan antara Adam dan Kristus, satu tipologi bahwa Adam adalah bayangan / gambaran dari Kristus.

Peran Adam sebagai kepala perjanjian, yang mewakili seluruh umat manusia. Oleh karena Adam adalah representasi umat manusia, maka kejatuhannya dalam dosa, berdampak kepada semua keturunannya yaitu semua umat manusia di muka bumi ini menjadi berdosa, yang dikenal dengan dosa asal (Rm 5:12). Perjanjian ini menunjukkan standar kekudusan Allah yang tidak berubah sehingga natur dan status manusia yang sudah berdosa, tidak akan mampu memperoleh keselamatan melalui usahanya sendiri.

Kejatuhan Adam adalah bukti kegagalannya untuk taat sehingga mengakibatkan seluruh manusia keturunannya telah berdosa, tidak mampu mendapat keselamatan melalui usaha sendiri. Secara teologis, ini menjelaskan keadilan Allah dalam menghukum dosa. Inilah yang menjadi latar belakang untuk kemudian memahami perjanjian anugerah dalam Kristus, yang memperbaharui perjanjian kerja setelah kejatuhan Adam. Allah memberikan janji awal tentang keturunan seorang perempuan yang akan meremukkan kepala ular, yang dikenal dengan istilah proto-evangelium (Injil pertama / Injil mula-mula), yaitu janji pertama tentang penebusan (Kej 3:15).

Kemudian Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh setelah peristiwa air bah, dimana Allah berjanji tidak akan lagi membinasakan bumi dengan air bah, dan peneguhan tanda perjanjian ini adalah Pelangi (Kej 9:8-17). Perjanjian ini bersifat universal dan kekal.

Perjanjian selanjutnya Allah buat dengan Abraham, di mana perjanjian ini adalah salah satu perjanjian paling fundamental. Allah berjanji akan menjadikan bangsa yang besar melalui Abraham dan memberikan tanah Kanaan melalui keturunannya (Kej 12:1-3, 15:5, 17:1-8, 22:17-18). Melalui keturunan Abraham yaitu Kristus, semua bangsa akan diberkati, artinya memperoleh keselamatan (Gal 3:8).

Selanjutnya Allah membuat perjanjian dengan Musa atau disebut dengan Perjanjian Sinai. Taurat diberikan dalam konteks Perjanjian Anugerah, bukan sebagai jalan lain menuju keselamatan, tetapi untuk menunjukkan dosa dan ketidakmampuan manusia untuk hidup benar. Selain Taurat mengungkapkan sifat dan kekudusan Allah, ia juga mengatur kehidupan umat Allah, dan menuntun kepada Kristus sebagai penggenapan Taurat dan satu-satunya jalan keselamatan (Gal 3:24).

Dalam perjanjian Allah dengan Daud, Daud dan keturunannya akan kokoh selama-lamanya dan takhtanya akan kekal (2 Sam 7:16, Mzm 89:3-5, Yer 33:17) – ini menunjuk kepada Kristus, yang berasal dari keturunan Daud dan akan memerintah sebagai Raja selama-lamanya (2 Sam 7:8-16, Luk 132:33). Perjanjian dengan Daud ini merujuk kepada penggenapan dalam diri Yesus Kristus, yang adalah keturunan Daud dan Raja yang kekal.

Perjanjian Allah dengan para imam, misalnya seperti Pinehas dan keturunannya (Bil 25:12-13) – ini adalah perjanjian keimaman yang kekal, yang disebut sebagai perjanjian damai sejahtera (Bil 25:12). Perjanjian ini diberikan kepada Pinehas dan keturunannya, dalam konteks perjanjian keimaman dalam Perjanjian Lama adalah bayang-bayang atau keimaman kekal yaitu Yesus Kristus. Yesus adalah Imam Besar yang sempurna, yang melalui kurban-Nya sendiri, mengadakan pendamaian kekal antara Allah dan manusia (Ibr 7:11-28). Berbeda dengan keimaman Lewi yang tidak kekal, keimaman Yesus Kristus bersifat kekal.

Allah mengadakan perjanjian dengan Adam, Nuh, Abraham, Musa, Daud dan tokoh-tokoh lainnya dalam Alkitab bukan karena Dia berkewajiban, melainkan karena kasih dan anugerah-Nya untuk menyelamatkan dan memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang telah rusak akibat dosa. Perjanjian-perjanjian ini adalah bagian dari rencana keselamatan Allah yang progresif dan terungkap sepanjang sejarah.

Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, ini adalah puncak dan penggenapan penuh dari Perjanjian Anugerah yang digenapi dalam Yesus Kristus. Janji-janji dalam Perjanjian Baru bersifat tanpa syarat, yaitu berdasarkan anugerah Allah semata. Perjanjian Anugerah adalah perjanjian yang Allah buat dengan umat-Nya yang berdosa setelah kejatuhan Adam, sebagai sarana untuk menyelamatkan dari kutuk Perjanjian Kerja (Perjanjian Kehidupan).

Perjanjian ini didasarkan sepenuhnya pada anugerah Allah, bahwa satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia sejak kejatuhan, hanya melalui Yesus Kristus, dengan beriman kepada-Nya. Kedaulatan Allah dalam menyelamatkan, mutlak oleh anugerah-Nya semata, yang berpusat kepada Kristus dalam seluruh rencana penebusan. Dengan demikian, Perjanjian Anugerah adalah jalan keselamatan tunggal bagi umat manusia sejak kejatuhan Adam.

Perjanjian Penebusan adalah perjanjian yang dibuat Allah Tritunggal di dalam kekekalan, yaitu sebelum penciptaan, untuk menyelamatkan umat pilihan-Nya (Rm 8:29-30, Ef 1:4-5, Gal 1:15, Rm 9:10-13). Janji Bapa untuk memilih orang-orang pilihan-Nya dan memberikan kepada Anak (Kristus) kuasa atas segala sesuatu (Yoh 6:37, 39, 17:2, 6, 3:35, Mat 11:27). Anak (Yesus Kristus) berjanji untuk datang ke dunia (inkarnasi – Flp 26-8, Ibr 10:5-7), menjadi manusia menaati hukum Allah dengan sempurna (ketaatan aktif – Mat 5:17, 8:29, Ibr 4:15) dan menanggung hukuman dosa umat pilihan melalui kematian-Nya di kayu salib (ketaatan pasif – Rm 5:8, 2 Kor 5:21, Gal 3:13, Yes 53:4-6).

Perjanjian ini meliputi pengampunan dosa melalui iman kepada Yesus Kristus saja (Rm 3:24-28, Ef 2-8-9); memberikan hidup kekal dan regenerasi (kelahiran baru) melalui Roh Kudus (Yoh 3:3-5; Tit 3:5). Perjanjian ini mengubah status dari orang berdosa menjadi hubungan yang baru sebagai anak-anak Allah (Rm 8:15).

BACA JUGA  Beriman Seperti Anak Kecil

Janji pemberian Roh Kudus yang menguduskan, menuntun dan menghibur orang percaya (Yoh 14:26, Gal 5:22-23). Janji Allah akan menaruh hukum-Nya di dalam hati dan pikiran umat-Nya agar mereka ingin menaati-Nya (Yer 31:33, Ibr 8:10) – ini adalah inti perjanjian itu bahwa Allah menjadi TUHAN kita, dan kita menjadi umat-Nya (Kel 6:6). Pada akhirnya, janji akan kembalinya Kristus untuk menggenapi sepenuhnya Kerajaan Allah dan menyempurnakan umat-Nya (Yoh 14:3, Why 21-22). Demikian secara sekilas penjelasan perjanjian Allah dengan umat-Nya dalam Alkitab.

Alkitab berisi janji-janji Allah; ada yang sudah digenapi, ada yang belum digenapi, ada pula yang sedang digenapi. Allah bukanlah manusia yang dapat mengingkari janji-Nya; semua janji-Nya akan digenapi di dalam waktu-Nya (Bil 23:19, Yos 23:14). Allah adalah setia, dan kesetiaan akan janji-Nya tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu di luar diri-Nya, termasuk ketidaksetiaan manusia (2 Tim 2:13, Rm 3:3-4, Ul 7:9, Mzm 89:33-34).

Arti rancangan damai sejahtera yang penuh harapan
Ada satu bagian dalam Alkitab di mana janji Allah yang sering di kutip oleh tidak sedikit pengkhotbah maupun orang Kristen pada umumnya yaitu:

Yes 29:11 Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Ayat ini sangat terkenal dan sering di kutip dalam konteks untuk menghibur anak-anak Tuhan yang sedang mengalami masalah atau penderitaan. Apakah tepat mengutip ayat tersebut sebagai ayat penghiburan? Selalu harus di ingat, setiap ayat tidak boleh dipahami secara terpisah, baik secara konteks sejarah maupun teologis.

Dalam konteks sejarah, ayat ini berkaitan dengan janji Tuhan bagi umat-Nya dalam pembuangan. Pada masa itu, bangsa Yehuda sedang dalam penjajahan kerajaan Babilonia, di bawah kekuasaan raja Nebukadnezar, di mana mereka dibuang ke Babel dari Yerusalem. Melihat konteksnya, Allah tidak berjanji secara umum kepada semua individu secara langsung tentang kemakmuran pribadi, tetapi kepada umat perjanjian-Nya secara kolektif dalam pembuangan – bahwa Allah tetap setia dan akan memulihkan mereka di dalam waktu-Nya.

Dalam komentarnya, John Calvin menekankan “Sungguh pun mereka mengalami kemalangan, ini adalah sarana untuk keselamatan mereka. Rancangan Allah bersifat jangka panjang dan bukan berdasarkan situasi sesaat”. Janji ini tidak lepas dari penghukuman dan penderitaan oleh karena pemberontakan mereka. Akan tetapi, melalui pembuangan ini, Allah sedang mendidik umat-Nya. Yer 29:11 ini menegaskan bahwa meskipun tampak sebaliknya, Allah tidak bermaksud menghancurkan mereka, tetapi justru akan memulihkan mereka di dalam waktu-Nya.

Ayat ini juga seringkali dimanipulasikan oleh sekelompok orang, bahkan oleh para pengkhotbah, untuk memberikan janji kenyamanan duniawi yang akan menjadi bagian jemaat. Rancangan damai sejahtera, bukan sekedar kesuksesan pribadi dan kenyamanan hidup. Damai sejahtera (shalom) menunjuk kepada keutuhan relasi dengan Allah, hidup yang benar dihadapan-Nya, dan pemulihan umat Allah secara rohani. Rencana Allah dalam bagian ini bukan tentang memberi setiap individu kelimpahan jasmaniah, tetapi dalam konteks menggenapi rencana keselamatan-Nya dalam sejarah, melalui umat perjanjian, dan akhirnya melalui Yesus Kristus.

Janji ini bersifat covenantal yaitu perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Yer 29:11 adalah janji kesetiaan Allah kepada perjanjian-Nya, meskipun umat-Nya telah memberontak kepada-Nya. Kesetiaan Allah tidak dipengaruhi oleh oleh segala sesuatu apapun diluar diri-Nya, termasuk ketidaksetiaan manusia, sehingga apa yang Dia janjikan tidak akan diingkari-Nya – semuanya akan digenapi di dalam waktu-Nya (Bil 23:19, Ul 7:9, Mzm 89:34, 2 Tim 2:13, Ibr 13:8, 2 Ptr 3:9).

Selaras dengan apa yang dikatakan Herman Bavinck dalam bukunya, bahwa penggenapan janji Allah bukanlah karena kebaikan umat Allah, melainkan karena karakter Allah yang setia. Oleh karena itu Yer 29:11 tidak dapat dilepaskan dari panggilan untuk bertobat dan mencari Tuhan (Yer 29:12-13).

Penggenapan tertinggi dari “rancangan damai sejahtera” ini adalah tertuju kepada Kristus. Melalui Kristus lah, Allah mendatangkan shalom (damai sejahtera) sejati – yaitu pemulihan hubungan dengan Allah, pembenaran (justification), dan pengharapan akan hidup kekal. John Owen menekankan bahwa janji-janji dalam Perjanjian Lama seperti ini mengarah kepada pemulihan dalam Kristus, bukan hanya kepada peristiwa sejarah semata. Apa yang dimaksudkan adalah pusatnya kepada Kristus, yang dalam konteks Perjanjian Lama adalah Mesias yang akan datang.

Yer 29:11 adalah bagian dari surat yang dikirim nabi Yeremia kepada orang-orang Israel yang sedang dalam pembuangan ke Babel (Yer 29:1-23). Apa latar belakang Yeremia menuliskan surat ini kepada mereka dalam konteks memberikan penghiburan kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan? Sebenarnya bukan hanya penghiburan kepada mereka, tetapi juga mengingatkan mereka akan adanya bahaya nubuat palsu yang sifatnya menyenangkan telinga mereka dari nabi-nabi palsu (Yer 29:8-9).

Untuk mengetahui latar belakang ini, perlu melihat satu pasal sebelumnya yaitu di Yeremia 28. Pada masa pembuangan itu, ada seorang nabi bernama Hanaya bin Azur dari Gibeon (Yer 28:1). Dia bernubuat kepada Yeremia, juga di hadapan imam-imam dan orang-orang Israel di dalam Bait Allah, bahwa dalam waktu dua tahun Allah akan mematahkan kuk raja Babel. Artinya membebaskan umat Allah dari pembuangan. Dengan kata lain Allah akan segera memulihkan bangsa Yehuda. Mereka semua akan dikembalikan dari Babel ke Yerusalem, tanah kelahiran mereka. Segala perkakas Bait Allah yang telah diambil oleh Nebukadnezar dan dibawa ke Babel, akan dikembalikan ke Bait Allah dalam waktu dua tahun (Yer 28:2-3). Yeremia meresponi nubuatan nabi Hanaya dengan mengatakan semoga hal itu terjadi. Yesaya juga mengingatkan bahwa seorang nabi yang benar-benar di utus Tuhan akan terlihat ketika apa yang dia nubuatkan itu terjadi (Yer 28:6-9).

Untuk meyakinkan orang banyak akan nubuatnya bahwa Allah akan membebaskan mereka dalam waktu dua tahun, Hanaya memperagakannya dengan mematahkan gandar kayu dari tengkuk Yeremia. Hanaya menegaskan kembali, seperti itulah Allah akan mematahkan kuk (gandar kayu) yang dikenakan pada leher mereka, yang artinya mereka akan dibebaskan dari perbudakan dan penaklukkan oleh raja Babel dalam waktu dua tahun (Yer 28:10-11). Pada zaman itu, gandar kayu yang dipasangkan pada leher mereka adalah simbol perbudakan dan penaklukkan oleh suatu kerajaan. Dengan kata lain, mereka harus tunduk kepada kuk raja Babel, Nebukadnezar.

Kemudian firman Tuhan datang kepada nabi Yeremia untuk disampaikan kepada Hanaya: “Engkau (Hanaya) telah mematahkan gandar kayu, tetapi Aku akan membuat gandar besi sebagai gantinya!” (Yer 28:13). Apa arti Allah mengganti gandar kayu dengan gandar besi? Hanaya mematahkan gandar yang terbuat dari kayu, menyimbolkan “kuk” ini tidak akan lama yaitu hanya waktu dua tahun pembuangan yang mereka alami, sesuai nubuatan Hanaya. Sedangkan Allah menggantikannya dengan gandar besi, yang menyimbolkan pembuangan yang mereka alami justru akan lama. Seberapa lamakah? Selama tujuh puluh tahun, baru Allah membebaskan mereka dari perbudakan Babel (Yer 29:10) – ini dijelaskan persis satu ayat sebelum janji tentang “damai sejahtera” itu.

Yes 29:10 Sebab beginilah firman Tuhan: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini.

Tujuh puluh tahun adalah masa satu generasi yang Allah “ijinkan” umat-Nya dalam pembuangan untuk dididik dan disiplinkan. Meskipun mereka mengalami penderitaan dalam pembuangan, tetapi Allah menjanjikan kebebasan di dalam waktu-Nya yaitu tujuh puluh tahun. Semua yang mereka alami itu adalah bagian dari providensi Allah kepada umat-Nya. Dalam masa pembebasan setelah tujuh puluh tahun itu, kemungkinan ada dari mereka yang tidak sempat mengalami kembali ke Yerusalem karena telah meninggal di masa pembuangan. Pembebasan yang paling hakiki, bukanlah bebas dari perbudakan kerajaan Babel, tetapi bebas dari perhambaan dosa dan menjadi hamba kebenaran (Rm 6:17-18). Para “pahlawan iman” dalam Perjanjian Lama seperti Habel, Henokh, Nuh, Abraham dan Sarah, juga telah mati sebagai orang-orang yang belum melihat penggenapan penuh dari janji-janji Allah yang terwujud di hadapan mata mereka ketika mereka hidup di dunia, tetapi Tuhan memberikan mereka iman yang teguh untuk percaya janji-janji itu pasti akan terjadi (Ibr 11:4-13).

BACA JUGA  Gereja Bermunculan, Menyelamatkan Jiwa atau Memindahkan Jiwa? Banyak Pendeta Hidup Mewah

Nubuat Hanaya adalah palsu sehingga jelas Hanaya adalah seorang nabi palsu. Seperti apa yang dikatakan oleh nabi Yeremia, nabi yang benar-benar di utus Tuhan adalah ketika nubuatannya digenapi (Yer 28:9).

Akibat nubuatan palsu Hanaya itu, Yeremia menubuatkan kematian Hanaya pada tahun itu juga (Yer 28:15-17). Seorang nabi yang terlalu berani mengucapkan demi nama Tuhan (bernubuat), dan itu tidak terjadi karena Tuhan tidak pernah memerintahkannya untuk mengatakannya, nabi itu harus mati (Ul 18:20-22). Akan tetapi ada yang mengaku dirinya nabi, atau dalam konteks kekinian menamakan diri “hamba Tuhan” yang bernubuat dan terjadi, tetapi membujuk untuk mengikuti allah lain, nabi palsu itu pun harus di hukum mati (Ul 13:1-5) – ini dalam konteks Perjanjian Lama.

“Allah lain” dalam konteks ini merujuk kepada ajarannya, artinya ajaran yang bukan berasal dari Tuhan. Banyak ajaran-ajaran yang kelihatannya dari Alkitab, tapi Paulus memperingatkan adanya “yesus” yang lain (2 Kor 11:4) dan “injil” yang lain (Gal 1:6-9). Dalam Injil Matius juga ditemukan ada “hamba Tuhan” yang bernubuat, mengusir setan dan mengadakan banyak mukjizat demi nama Tuhan Yesus tapi Tuhan Yesus tidak mengenal mereka, bahkan mengusir mereka sebagai pembuat kejahatan (Mat 7:22-23).

Mengapa Yesus melakukan ini? Karena mereka yang bernubuat ini adalah nabi-nabi palsu yang menyamar seperti domba (Mat 7:15). Tentunya nubuat mereka pun palsu, artinya ajaran mereka adalah ajaran palsu. Dalam konteks kekinian, penampilan luar mereka seperti seorang “hamba Tuhan”, tetapi sesungguhnya, bagian dalamnya yaitu ajarannya, seperti serigala yang buas, alias pengajar sesat (Mat 7:15).

Yeremia pasal 28-29 adalah dua pasal yang penting karena memperlihatkan konflik antara nabi sejati dan nabi palsu. John Calvin menyoroti bahwa Hanaya adalah contoh klasik dari nabi yang memberi harapan palsu kepada umat yang tidak mau bertobat. Sedangkan Yeremia, menunjukkan bahwa nabi sejati tidak selalu menyampaikan pesan yang menyenangkan, tetapi setia kepada kebenaran Allah, meskipun tidak populer.

Bukankah masa kini ada cukup banyak para pengkhotbah yang dengan berani memberikan janji yang menyenangkan telinga dengan mengutip ayat seperti Yer 29:11 ini tanpa mengerti dengan tepat arti dari ayat tersebut?

Dua tahun dan tujuh puluh tahun adalah satu rentang waktu yang panjang. Waspadai “nabi Hanaya” zaman ini yang menyuarakan suara “kenabian” yang menjanjikan kemudahan tanpa salib. Jadilah jemaat yang kritis seperti dikatakan Paulus tentang jemaat di kota Berea, yang dengan tekun menyelidiki Kitab Suci terhadap pemberitaan yang mereka dengar dari para pengkhotbah (Kis 17:11), agar tidak mudah tertipu oleh sang pemberi harapan palsu. Segala sesuatu harus diuji dengan Alkitab sebagai satu-satunya tolok ukur kebenaran.

Yer 29:11 harus dimaknai di dalam terang pertolongan Allah yang tidak langsung, tetapi suatu kepastian. Iman sejati akan bertahan di tengah penderitaan, bukan lari darinya karena ada janji Allah akan providensi-Nya bagi orang-orang pilihan-Nya.

Mengutip Surat Belasungkawa untuk Undangan Pesta
Menggunakan Yer 29:11 untuk menjanjikan berkat atau pertolongan instan, sama seperti mengutip surat belasungkawa untuk undangan pesta – dalam bagian ini, artinya penyalahgunaan konteks ayat Alkitab. Ungkapan ini menggambarkan cara keliru orang menggunakan ayat-ayat Alkitab penuh penderitaan sebagai motivasi cepat untuk berkat materi. Betapa kelirunya mengangkat ayat yang konteksnya penuh penderitaan, hukuman, dan proses panjang – lalu menggunakannya sebagai klaim berkat instan! Cara seperti ini, Sinclair Ferguson menyebutnya sebagai bahaya “membaca Alkitab sebagai katalog belanja rohani”.

Aplikasi Praktis dari Yer 28-29

  • Waspadalah terhadap “nubuatan-nubuatan” atau “janji-janji” berkat instan, khususnya kepada kepentingan berkat jasmani, dari para pengkhotbah yang sering menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk melegitimasi pernyataannya – perlu diuji dengan Alkitab.
  • Iman tidak menghindari kesulitan tapi bertahan di dalamnya dengan percaya bahwa Allah berdaulat memegang kendali sepenuhnya. Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa harapan dalam pembuangan bukan karena situasi akan segera berubah, tapi karena Allah berjanji untuk tetap setia.
  • Janji Allah bersifat jangka panjang dan berpusat pada Dia, bukan kepada kenyamanan diri kita. Harapan tidak terlepas dari penderitaan, tetapi ditopang oleh janji Allah yang setia.
  • Allah peduli kepada umat-Nya, bahkan ketika berada di Babel dan menuntun mereka kembali, bukan ke zona nyaman, tapi kepada Dia sendiri sebagai pusatnya (Rm 11:36). Providensi Allah tidak selalu dipahami sebatas Allah membebaskan umat-Nya dari masalah, tapi melalui penderitaan umat-Nya pun Allah menuntun mereka untuk bisa melewatinya, sehingga Allah lah yang menjadi pusat atas segala sesuatu, bukan manusia.
  • Rancangan damai sejahtera Allah merujuk kepada rencana keselamatan dan pemulihan relasi umat-Nya dengan Allah dalam konteks perjanjian, bukan kemakmuran materi semata. Allah menjanjikan masa depan yang penuh harapan, bukan penghapusan penderitaan langsung. Rancangan Allah bukan hanya untuk saat ini, tapi untuk kekekalan – melalui Kristus, kita mendapatkan damai sejahtera yang sejati yaitu keselamatan kekal.
  • Allah memerintahkan umat-Nya membangun, menetap, menikah, dan mendoakan di kota dimana mereka ditawan (Yer 29:4-7). Herman Bavinck dalam bukunya mengatakan perintah untuk berdoa bagi Babel, menunjukkan Allah tetap memelihara umat-Nya di luar tanah suci (Yerusalem) – ini mengarah kepada ekspansi Injil di Perjanjian Baru. Sebagai anak-anak Tuhan, dimanapun kita berada, meskipun sebagai pendatang di suatu kota, untuk mengusahakan dan mendoakan kesejahteraan kota itu. Seperti Yusuf yang dibuang ke Mesir, di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Allah, tapi dia diberikan satu jabatan yang dia pergunakan dengan benar untuk mensejahterakan bangsa itu dengan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya.
  • Tim Keller melihat Yeremia 29 sebagai dasar dari teologi diaspora – bagaimana umat Allah hidup sebagai minoritas di tengah dunia sekuler. Ia juga menekankan orang percaya tidak boleh mengasingkan diri, tapi juga tidak boleh berasimilasi total. Dalam konteks kekinian, orang Kristen seperti tinggal di ‘Babel’ hari ini, namun kita dipanggil menjadi terang dan garam tanpa kehilangan identitas kita. Soli Deo GloriaPenulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.

    Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.

    MITRA INDONESIA : Bagi Lembaga Gereja, Gereja Lokal, Persekutuan Doa, yang ingin kegiatannya diberitakan di media ini, dapat menghubungi lewat pesan WA : 081717178455. (Ini hanya melalui Pesan, tidak telepon)

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini