Ilustrasi : dunia kerja (Foto : dok. Pdt. Dr. Kalis Stevanus)

Pengantar
Bagaimana seorang Kristen memandang suatu pekerjaan, profesi atau jabatan? Pemahaman ini akan membentuk dan memberi arah bagi seorang Kristen bagaimana bersikap terhadap kerja, profesi atau jabatan, dan menerimanya sebagai suatu yang mulia dan bahkan merupakan anugerah Allah. Sering muncul pelbagai pertanyaan seperti:

– Apakah pekerjaan sebagai hasil dari kutukan?
– Apakah kehendak Tuhan yang kita harus kita kerjakan?
– Prinsip atau ukuran apakah yang kita pakai dalam pekerjaan?
– Apakah yang sedang kita kerjakan sekarang ini sesuai dengan kehendak-Nya?
– Dengan janji apakah kita bekerja  sekarang ini?

Pdt. Dr. Kalis Stevanus, M.Th, adalah Ketua Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Pengertian dan Hakikat Kerja Menurut Etika Kristen
Pertama: Kerja adalah hakikat manusia yang diciptakan segambar dengan Allah.
Sebagaimana diungkapkan oleh Alkitab bahwa Allah adalah Allah yang bekerja. Allah adalah Pekerja, maka manusia pun harus bekerja (Yoh 5:17). Akan tetapi perlu dipahami bahwa pekerjaan Allah tidak sama dengan pekerjaan manusia. Tersurat dalam Kejadian pasal 1 bahwa pekerjaan Allah adalah menciptakan. Kata “menciptakan” dalam bahasa Ibrani adalah “בָּרָא” (bara), suatu kata yang tidak pernah dikenakan pada pekerjaan manusia. Manusia tidak menciptakan. Manusia bekerja dengan bahan yang telah diciptakan oleh Allah. Manusia  diciptakan menurut gambar Allah, yaitu Allah yang bekerja. Itulah sebabnya kerja itu termasuk hakikat (kodrat) manusia. Dengan demikian, manusia pada dasarnya didesain sebagai seorang pekerja.

Kedua: Kerja sebagai perintah Allah
Kerja adalah suatu hakikat yang diciptakan menurut gambar Allah itu, maka sudah sewajarnya pula, bahwa kerja itu merupakan perintah Allah. Dalam Alkitab jelaslah bahwa Allah telah menyampaikan perintah kerja itu kepada manusia seperti tertulis di dalam Ulangan 10:8; 2 Tesalonika 3:12; dan Efesus 4:28. Dapat dikatakan bahwa barangsiapa tidak bekerja, padahal mampu bekerja, berarti ia melanggar perintah Allah, serta telah berbuat dosa kepada-Nya.

Dari keterangan Alkitab, hendaknya kerja itu dipandang sebuah panggilan, dan tidak ada perbedaan antara pekerjaan secular maupun rohani adalah sama. Setiap pekerjaan harus dilandasi etis dan dihubungkan dengan Tuhan sang Pemberi kerja. Dia menuntut kesetiaan dan tanggung jawab terhadap pekerjaan itu.

Tuhan memerintahkan agar manusia bekerja dengan rajin, bukan malas (Ams 6:6-11), dan bukan pengangguran. Kualitas kerja tidak ditentukan oleh jenis pekerjaan apa yang dikerjakan, tetapi oleh sikap etis yaitu bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Yesus Kristus menekankan segi ketekunan dan kesetiaan bekerja sebagai kualitas kerja (Luk 19:11-27). Profesi bukan ditentukan oleh besarnya jumlah perolehan, tetapi oleh penguasaan dan kesetiaan terhadap kerja. Dengan demikian, kerja, profesi atau jabatan itu selalu mengandung unsur tanggung jawab etis.

Ketiga: Kerja sebagai berkat
Kejadian 5: 29 terdengar janji bahwa akan datang seorang yang akan memberi kepada kita penghiburan dalam pekerjaan kita yang penuh susah payah di tanah yang telah dikutuk Tuhan—Dialah Sang Mesias, yaitu Kristus. Dalam Yesaya 53:4 diuraikan tanggung jawab berat Sang Mesias yang memikul kesengsaraan kita. Dalam kerja berat Kristus yang berakhir pada kematian-Nya dan kebangkitan-Nya, Dia menanggung hukuman Allah atas bumi dan dengan demikian meniadakan kutuk, yang menimpa seluruh hidup.

Kita melihat peluh pada wajah Pekerja di Getsmani ini berubah menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah (Luk 22:44). Kita menyadari, betapa Ia dijadikan kutuk di kayu salib,”Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal 3:13-14). Kerja Kristus yang menyebabkan kita bebas dari kutuk dan membuat kita beroleh berkat rohani dari sorga di lapangan kerja kita (Ef 1:3). Jadi kalau kita sekarang berjerih lelah bekerja itu bukan lagi sebagai kutuk, melainkan sebagai berkat. Kedatangan Tuhan Yesus telah membebaskan manusia dan bumi dari kutuk. Ia membuat manusia dapat menikmati kembali berkat yang disediakan Tuhan melalui pekerjaannya. Dengan demikian hakikat kerja dipulihkan. Kerja tidak lagi merupakan hukuman, melainkan anugerah yang membawa berkat dan sukacita. Mazmur 127 :1 mengingatkan kita bahwa tanpa berkat Allah, kerja itu gagal dan tidak membawa hasil. Betapa mulianya berkat Tuhan atas kerja kita.

Nilai dan Tujuan Kerja
Kejatuhan manusia ke dalam dosa menyebabkan hubungan manusia dengan Allah dan sesama terputus. Ini juga mengakibatkan manusia kehilangan tujuan kerja yang sesungguhnya. Dalam Kristus (2 Kor 5:17), setiap orang percaya dibaharui, termasuk motif yang baru dalam bekerja.

Tujuan kerja adalah memuliakan Tuhan, Sang Pencipta
Yesaya 43:7: “Semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku, yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!”

1 Korintus 10:31: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”

Bertitik tolak dari ayat-ayat Alkitab di atas, sangat jelas bahwa tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk memuliakan Tuhan dalam segala hal yang dilakukan. Itu berarti bahwa pekerjaan atau profesi yang kita lakukan, apapun itu, harus dilakukan dengan sikap hati yang penuh penghormatan kepada Tuhan.

BACA JUGA  GPdI Yogyakarta Surati GSPDI Soal Sengketa GPdI di Jl. Hayam Wuruk Yogyakarta

Tujuan kerja sebagai pelayanan
Sejak awal penciptaan, manusia diberi mandat untuk bekerja. Ini menunjukkan bahwa bekerja adalah bagian dari rencana Allah bagi manusia. Kejadian 2:15: “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Manusia diberi hak untuk mengusahakan bumi dan isinya agar ia memeroleh kebutuhannya, kebutuhan ekonomi maupun materiil (Mzm 128:2; Pkh 2:24-25; 3:22). Allah yang menyediakan kebutuhan hidup manusia dengan perantaraan kerja (Mzm 127:1-2; Mat 6:25-34).

Paulus berkata,”Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2Tes.3:10). Kita bekerja untuk beroleh nafkah. Tetapi sesempit itukah tujuan kerja? Masakan hidup ini hanya bertujuan untuk mencari nafkah?

Namun rencana Allah bahwa manusia dengan kerjanya itu akan memenuhi kebutuhannya, serta dengan kerjanya itu akan melayani sesamanya. Kerja tidak semata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup materiil saja. Ada sisi lain yang lebih luhur, yakni untuk mengasihi dan melayani sesama.  Paulus juga berkata,” Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan, dan bukan untuk manusia” (Kol.3:23). Ungkapan ini berarti bahwa kita bekerja bukan hanya sekedar untuk mendapat nafkah, melainkan dapat memberi arti bagi manusia dan juga Tuhan. Sebab sumber kerja kita berasal dari Tuhan. Seyogianya hasil kerja kita memuliakan Tuhan.

Dengan demikian, kesuksesan suatu pekerjaan tidak semata ditentukan oleh keuntungan materi yang didapat, tetapi juga ditentukan oleh makna bagi sesamanya terlebih bagi kemuliaan Allah. Kita buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef 2:10).

Tujuan kerja ini tidak hanya ditampakkan pada hasil pekerjaan, tetapi harus tampak juga dalam proses mekanisme kerja yang kita lakukan. Proses dan hasil kerja harus berjalan bersama sebagai pelayanan. Mekanisme yang dimaksud adalah caranya seseorang memeroleh penghasilan itu harus didasari sikap etis. Itulah nilai dari kerja.

Sekali lagi, ukuran keberhasilan kerja tidak semata diukur dengan materi tapi supaya hidup memberi arti. Bila keberhasilan kerja hanya diukur dengan materi, dapat membuat orang lupa diri, tamak dan sombong. Gejala ketamakan dan kesombongan itu tampak dalam kecenderungan menjadikan materi sebagai ukuran tunggal. Akibatnya nilai atau keber-makna-an manusia juga akan diukur dengan materi. Bila keber-makna-an manusia hanya diukur dengan materi, sebenarnya telah memerosotkan tujuan kerja itu sendiri. Manusia menjadi tamak dan sombong yaitu  hanya mikir dirinya sendiri—ingin kenyang sendiri, enak sendiri, sukses sendiri, menang sendiri—semua berpusat pada diri sendiri. Sikap demikian bertentangan dengan nilai kristiani.

Paulus bersaksi kepada jemaat di Korintus yang secara lahiriah mereka sangat kaya akan materi, “…jemaat-jemaat di Makedonia… meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan… mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan” (2Kor.8:1-5). Jemaat di Korintus memang kaya dalam materi, namun miskin dalam kemurahan. Paulus menegurnya dan mengingatkan mereka untuk emiliki gaya hidup “empati” terhadap orang lain. Mereka tidak memiliki perasaan kasih terhadap sesama (a-pathos). Kata a-pathos adalah kebalikan kata kasih. Jemaat di Makedonia sangat tampak empatinya, sedangkan di Korintus justru kebalikannya.

Miskin rasa (empati) terhadap sesama adalah gejala a-pathos. Karena itu Paulus mendidik dan mengajarkan jemaat di Korintus sebuah gaya hidup yang kaya dalam kemurahan: “Hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih” (2Kor.8:7). Itulah nilai dan tujuan kita bekerja adalah memberi makna, yakni “pathos” (kaya dalam rasa).

Hidup ini harus jadi berkat. Paulus memberi perintah di dalam Efesus 4:28: “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Selanjutnya Paulus berkata di dalam 1 Tesalonika 4:11-12: “Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, mengurus urusanmu sendiri dan bekerja dengan tanganmu sendiri, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka.”  Bekerja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga memungkinkan kita untuk melayani orang lain yang membutuhkan. Kita menggunakan talenta yang diberikan Tuhan untuk kerja yang produktif. Dengan bekerja, kita dapat memenuhi panggilan-Nya atas kita agar kita dapat menjadi berkat bagi orang lain.

Itulah pekerjaan yang harus kita lakukan. Kesempatan atau waktu untuk melakukan pekerjaan itu yakni memberi arti bagi Tuhan dan sesama adalah terbatas. Hidup ini cuma sekali. Sekali berarti sesudah itu mati (Ibr.9:27).  Pertanyaannya: apakah hidup kita sekarang ini sudah mempunyai arti dan sudah memberi arti bagi Tuhan dan sesama? Bekerja untuk memberi arti.

BACA JUGA  Panom Loloskan Tetapi MP Mendiskualifikasi Pdt. Samuel Tandiassa, Sebagai Calon Ketua MD

Tujuan kerja sebagai kesaksian iman tentang Kristus kepada dunia (marturia)
Pekerjaan menurut iman Kristen bukan sekadar mencari nafkah namun juga sebagai bentuk pelayanan kepada Tuhan. Tuhan menghendaki orang Kristen untuk menerapkan etika Kristen dalam pekerjaannya dengan integritas, kejujuran, dan penghormatan kepada sesama serta dedikasi yang mencerminkan iman mereka. Kesaksian atau marturia tentang iman kepada Kristus dapat diwujudkan melalui cara orang Kristen menjalani dan menyelesaikan pekerjaan mereka.

 Iman memengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk pekerjaan. Orang Kristen yang bekerja dengan mendasarkan diri (commited) pada etika Kristen dapat menjadi teladan yang baik bagi rekan kerja dan orang-orang di sekitarnya. Meskipun menghadapi tantangan atau kesulitan, tetap teguh menjunjung tinggi etika Kristen dapat menjadi kesaksian yang kuat tentang iman kepada Kristus. Hal ini berdampak positif yaitu dapat membuka kesempatan untuk dapat berbagi kesaksian tentang Kristus kepada dunia.

Penerapan Praktis
Cintailah pekerjaanmu
Kerja adalah berkat. Melakoni pekerjaan yang Anda sukai adalah salah satu cara agar jiwa Anda tetap muda. Juga adalah salah satu taktik terbaik sukses adalah bergembira dengan pekerjaan yang digeluti. Pekerjaan yang tidak disukai atau yang penuh tekanan dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berdampak negatif pada kesehatan jiwa. Kegembiraan dalam bekerja dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi, karena individu lebih terbuka untuk mencoba hal-hal baru dan mengambil risiko. Pekerjaan yang dicintai sering kali mendorong seseorang untuk terus belajar dan berkembang. Ini cara alami membantu dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang bisa menumbuhkan dan mengembangkan jiwa kepemimpinan. Memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan passion, bukan hanya penting untuk kepuasan kerja, tetapi juga berperan besar dalam kesehatan jiwa dan kesuksesan dalam hidup di masa depan.

Kita semua punya jiwa pemimpin dalam diri, yang ingin diungkapkan. Kita semua punya kekuatan alami untuk memimpin dan tidak ada kaitannya dengan jabatan. Semakin Anda gunakan kekuatan ini, jiwa pemimpin Anda makin kuat mengemban tanggung jawab untuk memicu perubahan.

Siaplah berubah. Begitu Anda tahu cara membangkitkan dan mengasah jiwa pemimpin Anda—bermental pejuang (warrior mentality), maka kepemimpinan menjadi otomatis—langsung muncul ketika Anda bekerja. Kerja Anda akan lebih sukses dan hidup Anda akan lebih bahagia dari pada yang Anda bayangkan. Tujuannya adalah berkarya hebat—ditempat kita berada.

Bergembiralah dalam bekerja
Bekerja itu berkat. Bekerja harus serius. Tapi jangan takut tertawa. Boleh gembira dan bergurau pada waktu yang tepat. Bergembira saat Anda bekerja akan membuat Anda meningkatkan produktivitas. Pekerja yang bahagia cenderung lebih produktif. Kegembiraan memiliki pengaruh yang positif terhadap semangat. Mereka bekerja dengan lebih efisien dan memiliki semangat yang tinggi untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka.

Firman Tuhan berkata,”hati yang gembira membuat muka berseri-seri” (Ams.15:13). Bergembira akan membuat Anda lebih terikat pada semua yang Anda kerjakan. Ketika orang-orang bergembira, energi seluruh tim kerja Anda menjadi semakin tinggi. Ketika orang-orang bekerja dengan gembira, tingkat stress mereka lebih rendah.  Pekerja yang bahagia cenderung memiliki kesehatan mental dan fisik yang lebih baik. Ini berarti mereka lebih jarang sakit dan memiliki energi yang lebih tinggi untuk bekerja. Bergembiralah melakukan pekerjaan Anda. Kegembiraan itu menunjukkan kepercayaan diri dan optimisme.

Percaya diri dalam bekerja
Kepercayaan diri muncul dari kesadaran bahwa Anda dapat berhasil. Ini adalah fakta. Faktanya adalah sesuatu itu mustahil bila tidak diusahakan. Jadi, masalahnya adalah bagaimana Anda bisa tahu bahwa Anda akan berhasil jika Anda tidak pernah mencobanya?

Keyakinan bahwa Anda akan sukses membawa Anda menuju kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk bekerja. Kepercayaan diri membantu Anda untuk tetap fokus dan termotivasi. Anda tidak takut gagal dan melihat kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Di setiap langkah, keyakinan Anda tumbuh bahwa Anda dapat menjadi sukses.

Penutup

  • Pekerjaan adalah panggilan, sebab itu semua orang harus menjalaninya dengan rajin, tekun dan setia.
  • Semua pekerjaan adalah sama dan mulia. Kualitas pekerjaan ditentukan bukan oleh jenisnya tetapi oleh sikap manusia yang melakukannya.
  • Tujuan kerja adalah untuk melayani Tuhan dan sesama. Maka profesi harus dipandang sebagai karunia Tuhan yang dipercayakan kepada seseorang untuk melayani Tuhan dan sesama.

Penulis : Pdt. Dr. Kalis Stevanus, M.Th, adalah Ketua Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
1
+1
0
+1
2
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini