Dokter adalah cita-cita pria kelahiran 1983 ini. Dengan berjalannya waktu, Tuhan mengarahkannya bukan menjadi seorang dokter, tetapi menjadi seorang gembala jemaat. Bagaimana kisah dari Pdt. Dr. Daniel Soeprianto, M.Th., M.Pd ini? MITRA INDONESIA menemuinya di tempat pengembalaanya yang beralamat di Ruko Puri Mansion Blok B, No 3-6, Jl. Lingkar Luar Barat, Kembangan Selatan, Jakarta Barat.
Kisahnya menjadi seorang gembala diakuinya tidak pernah terpikirkan sejak kecil. Cita-cita yang ingin dikejarnya menjadi seorang dokter. Disaat kecil itu, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto hidup di lingkungan orang-orang Kristen yang taat.
Lingkungan itu membawanya untuk setia kepada Tuhan. Sampai-sampai dalam satu hari minggu Pdt. Dr. Daniel Soeprianto mengikuti sekolah minggu dua kali dengan Gereja yang berbeda. “(ketika) kecil setiap hari Minggu saya ibadah di 2 gereja yang berbeda. Pagi di GBI, sore di Gereja Baptis. Hal itu membuat saya semakin mengakar dalam Kristus,” katanya.
Kesetiaanya mengikuti kegiatan gereja dari kecil membawanya mendapatkan kepercayaan dari gembala Gereja Baptis untuk ikut melayani Tuhan, menjadi pemain pemusik di ibadah sekolah minggu. “Saya mulai terjun dalam pelayanan, diajak ke ke pos-pos PI (pembinaan iman) Gereja Baptis yang ada di Jakarta. Saya keliling dan melayani sebagai pemusik,” jelasnya.
Terjun dalam dunia pelayanan sejak kecil membuat Pdt. Dr. Daniel Soeprianto semakin “haus” akan Tuhan. Lewat mencari dan belajar Firman Tuhan membuat imannya semakin bertumbuh. Bertumbuhnya iman ditegaskannya tidak otomatis bebas dari pergumulan atau masalah, sebaliknya lewat pergumulan dan masalah itu membuatnya semakin dewasa.
“Permasalahan tetap ada (dalam masa remaja). Tapi iman saya semakin bertumbuh. Saya waktu itu tinggal di Palmerah bersama kakek nenek karena orang tua ada di kota yang berbeda. Tapi itu justru membuat saya semakin dewasa sekalipun didikan mereka sangat keras,” ungkapnya.
Lulus SMA, cita-cita untuk menjadi seorang dokter harus dihapusnya karena keterbatasan biaya. Saat itu Pdt. Dr. Daniel Soeprianto mencari jurusan yang biayanya murah dan gampang mendapatkan pekerjaan. “Saya kuliah dengan mengambil jurusan Ekonomi di Universitas Bina Nusantara. Alasannya, ekonomi adalah jurusan yang paling gampang untuk mendapatkan pekerjaan. Tapi saya hanya kuliah 1,5 tahun karena tidak sesuai passion,” katanya.
Tidak mau menjadi pengangguran, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto segera mencari pekerjaan dan diterima di sebuah perusahaan. Di perusahaan itu ia meniti kariernya, bekerja dengan tekun hingga bisa meraih kesuksesan.
Sebagai pria muda, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto mengaku sartu waktu naluri sebagai anak muda memaksanya untuk terjun dalam dunia kekelaman. “Saya terjebak dengan namanya pergaulan, dan terjerumus hingga mengkonsumsi narkoba,” ceritanya.
Tuhan benar-benar mengasihi Pdt. Dr. Daniel Soeprianto, Tuhan tidak membiarkannya terjerumus makin dalam, Tuhan menyadarkannya dan mengingatkannya kembali tentang dunia pelayanan yang sudah berakar dalam hidupnya.
“Saya benar-benar berkomitmen ingin keluar dan bertobat. Saya percaya Tuhan yang mengubah hidup saya,” katanya dan menceritakan satu waktu hasrat untuk mengkonsumsi ekstasi begitu kuat bertempur dengan semangatnya untuk mempertahankan komitmen untuk Tuhan. “(Waktu itu) ekstasi sudah di lidah tinggal ditelan. Tapi saya memilih tidak menelan dan segera membuangnya.”
Menjadi pendeta
Sembari bekerja menjadi sales di sebuah perusahaan ekspedisi, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto mulai kembali aktif melayani di sebuah gereja (GBI). Pelayanannya dimulai dengan menjadi usher, kemudian aktif dalam komsel hingga diangkat menjadi wakil gembala.
Secara tidak langsung hal tersebut membuat dirinya mulai memiliki panggilan untuk menjadi seorang pendeta. Berangkat dari panggilan dan dorongan, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto memutuskan masuk sekolah teologi. “Saya masuk kuliah Teologi di STT yang ada di Yogyakarta. Di STT yang sama saya mengambil S2 dan S3,” tuturnya.
Disaat yang sama, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto mulai merintis usaha dalam bidang alat kesehatan tanpa harus meninggalkan sedikit waktu dalam dunia pelayanan dan menjaga hubungan dengan Tuhan. Ternyata menjalankan usaha dengan tetap melayani Tuhan, membuat usahanya semakin diberkati.
Bertolak dari pengalaman sejak kecil, dan melihat kebaikan Tuhan dalam dirinya, baik itu dalam usaha, keluarga makin memperkuat keputusannya untuk mengikuti panggilan Tuhan menjadi seorang gembala jemaat. Apalagi ketika melihat jiwa-jiwa yang belum mengenal Tuhan, ia merasa terpanggil untuk memberitakan injil.
Begini kebersamaan Pdt. Dr. Daniel Soeprianto bersama keluarga
Untuk mewujudkan panggilan Tuhan sebagai gembala, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto, membentuk sebuah persekutuan hingga pada tahun 2018 dipercayakan Tuhan untuk menjadi gembala GBI Puri Mansion atau Transformed Community Church (TCC) .
“Pengennya, awal mula bangun gereja ini di tempat seadanya saja, tidak terpikir di Puri Mansion. Tapi Tuhan arahkan ke sini dan diberikan bukan satu Ruko tetapi 2 Ruko. Padahal waktu itu belum ada uang, tapi saat ada keinginan Tuhan berikan jalan,” ceritanya dan menambahkan pada awal-awal merintis tersebut dirinya harus menjual beberapa barang pribadi untuk mencukupi dana yang dibutuhkan dalam pelayanan.
Roma 12:2 dijadikan Pdt. Dr. Daniel Soeprianto sebagai ayat pijakan dalam membangun nilai dan iman TCC. Kata “transformed” sengaja dipakainya karena ingin mengajarkan sekaligus mengimpartasikan perubahan secara rohani kepada para jemaat.
“Roma 12:2 mengajarkan soal pembaruan akal budi alias mindset. Jadi itu yang ingin diajarkan kepada jemaat, yang berawal dari pengalaman hidup saya,” katanya.
Menurut Pdt. Dr. Daniel Soeprianto, hati yang benar diperlukan untuk melayani Tuhan. Hati yang benar adalah hati yang selalu tertuju pada Tuhan alias tidak mengharapkan imbalan dari pelayanan yang dilakukan.
“Melayani itu memberi, bukan menerima. Menerima bukan hanya materi saja, perhatian, sanjungan, itu juga termasuk. (Beda) dengan pelayanan mimbar, selain hati juga diperlengkapi dengan pemahaman teologi yang benar,” paparnya.
Lebih jauh, hati yang benar juga menjadi modal dasar dirinya bisa menjalankan dua peran sekaligus yaitu sebagai pengusaha dan gembala. “Sebagai pengusaha, waktu itu sangat berharga. Bagi saya, dengan menyerahkan waktu yang berharga, itu bentuk penyerahaan waktu secara full time kepada Tuhan. Bahkan harta juga saya serahkan untuk melayani Tuhan,” kata Pdt. Dr. Daniel Soeprianto.
Benteng pertahanan
Pdt. Dr. Daniel Soeprianto bertemu dengan istri (Pdp Ferawaty Cokro) ketika masih bekerja pada sebuah perusahaan yang sama. Diawal pacaran karena Pdt. Dr. Daniel Soeprianto dan pacarnya (istrinya sekarang) memiliki keyakinan agama berbeda tetapi karena saling mencintai, keduanya kuat-kuatan siapa yang akan pindah keyakinan. “(istri) dulu pernah punya statement ‘kita kuat-kuatan, siapa yang akan ikut,” katanya.
Semasa pacaran, Pdt. Dr. Daniel Soeprianto mulai mengajak istri pergi ke gereja sambil mengenalkan firman Tuhan. Sebaliknya istrinya juga begitu, mengajaknya untuk ikut kegiatan keyakinan istrinya.
“Saya percaya ada kuasa dalam doa, pujian dan penyembahan hingga akhirnya Tuhan sentuh hatinya (istri). Saat itu, bertepatan dengan saya ada di luar kota, saya tidak minta dia ke gereja, tetapi dia ke gereja sendiri,” ungkapnya dan bersyukur karena saat ini dirinya bisa sama-sama istri melayani dalam pengembalaan yang dipercayakan oleh Tuhan.
Potret keceriaan Pdt. Dr. Daniel Soeprianto bersama istri dan ketiga anak
Bicara satu sisi full timer dan full heart dalam pelayanan, tetapi di sisi yang lain masih terjun dalam marketplace, diakui Pdt. Dr. Daniel Soeprianto, bukan tanpa godaan. Tetapi semua godaan yang ada, tidak mampu membawanya terjerumus dalam dosa.
Mau tahu rahasianya? Pdt. Dr. Daniel Soeprianto, berkata pertama hidup intim dengan Tuhan. Kedua hidup intim dengan keluarga, dalam hal ini istri dan anak. “Istri dan keluarga menjadi “alarm” untuk saya tidak menyimpang. Istri adalah teman hidup sekaligus partner yang selalu mensupport. Selain itu juga keluarga dan anak, mereka selalu mendukung saya,” katanya.
Rahasia yang lain, karena memiliki status seorang pendeta atau pemimpin umat membuat dirinya tidak lepas dari kehati-hatian dalam pergaulan di marketplace. Dan juga status pendeta itu membuat rekan-rekannya di marketplace tidak berani menawarkan hal-hal yang menggoda.