Pembicara dan orang - orang yang terlibat sampai Mariara bisa menjadi film layar lebar dan dapat berada di bioskop XXI

JAKARTA – Cerita mistis yang terjadi di lingkungan masyarakat Minahasa, lewat kejelian seorang sutradara orang Minahasa, Veldy Reynold Umbas, jadikan “jembatan” untuk memperkenalkan kearifan lokal Minahasa.

Veldy Reynold Umbas, memberanikan diri “mengangkat” cerita Mariara dalam pembuatan film layar lebar. Padahal ceritera Mariara ini untuk dibicarakan saja, sangat tabuh, apalagi dijadikan film layar lebar.

Orang – orang yang terlibat menghadirkan film Mariara

Sekilas info bagi pembaca media ini yang bukan orang Minahasa. Mariara menurut berbagai sumber, adalah sebutan untuk dukun atau ahli pengobatan di daerah Minahasa, Sulawesi Utara, pada zaman dahulu.

Cerita Mariara untuk dijadikan film, diungkap Veldy Reynold Umbas, dibutuhkan waktu yang panjang—lebih dari 5 tahun. Selama lima tahun itu setidaknya 7 orang yang terlibat dalam film ini meninggal.

Fakta – fakta (waktu yang panjang dan adanya kru yang meninggal) seakan memperkuat cerita Mariara yang sangat tabuh untuk dibicarakan—dan apalagi dibuat menjadi film.

“Dalam proses pembuatan film, ya kami kehilangan 7 kru film tapi ini jangan dikaitkan dengan menjadi tumbal, tidak, sama sekali tidak dan bukan. Rekan – rekan kami itu dipanggil Tuhan, tidak ada hubungannya,”

Sutradara Mariara, Veldy Reynold Umbas

Memperkuat statemennya, pria yang pernah jadi wartawan di media Kristiani di Jakarta, besutan Pdt. Conrad Supit ini berkata, cerita Mariara diangkat ke layar lebar sudah dikehendaki Tuhan.

” Puji Tuhan, film Mariara bisa selesai karena diijinkan Tuhan, dan saat ini akan ditayangkan di bioskop XXI,” urai Veldy Reynold Umbas kepada wartawan disela – sela Peluncuran dan Diskusi Film Mariara di  Gedung Pertunjukan Paguyuban Wayang Orang Bharata di Senen – Jakarta.

Peluncuran dan Diskusi Film Mariara

Hadirnya cerita mistis orang Minahasa di layar lebar menjadi perbincangan menarik di kelompok – kelompok orang Minahasa yang ada di Jakarta. Apa yang menarik? Dalam Peluncuran dan Diskusi Film Mariara, yang menghadirkan Boy Worang, Tommy F Awuy, Benny Matindas, Dr. Audi Wuisang dan Reiner Ointoe, terungkap hal – hal yang menarik.

Mariara Film dari Sulut untuk Indonesia

Boy Worang sosok yang ada di dalam dunia per film man Indonesia, menjelaskan hal yang menarik untuk ditonton, karena dalam Mariara ini banyak mengangkat isu – isu daerah—dalam hal budaya.

Sebagai orang Minahasa, yang diakuinya sebagai Mihahasa Card ( orang Minahasa yang lahir di perantauan dan besar diperantauan ) menjadi menarik untuk menonton film Mariara, kata Boy Worang, untuk mengetahui lebih jauh tentang ceritera – ceritera yang berkembang di tanah Minahasa.

“Jangan lupa infokan, kapan film Mariara akan tayang di bioskop – bioskop XXI di Jawa Barat. Saya tentu akan mesosialisasikan kepada orang – orang Minahasa yang ada di Jawa Barat,”kata Boy dan mengaku sebagai orang Minahasa yang berdomisili di Bandung, Jawa Barat.

BACA JUGA  Pdt. Dolfie Salem, Minta MP GPdI Gelar Musda untuk Memastikan Ketua MD GPdI Banten yang Sah

Sedangkan, seorang dosen filsafat di Universitas Indonesia ( UI ) dan di Institut Kesenian Jakarta ( IKJ ), Tommy Awuy mengakui tidak memiliki pengetahuan yang mendalam soal Mariara—tetapi sebagai orang Manado/Minahasa pernah mendengar ceritera Mariara.

Film ini kata Tommy Awuy, menarik untuk ditonton karena konflik yang disuguhkan oleh sang sutradara, Veldy Reynol Umbas. “Menarik, sebab ini dapat diperdebatkan dari sisi teologi, antropologi dan dari sisi sejarah. Dan berpeluang ditelusuri secara arkeologi,”katanya.

Filsuf, Benny Matindas menuturkan, film Mariara bukan saja karya orang Minahasa tentang Minahasa, tetapi ini adalah estetika Minahasa yang sejati. “Jangan dilihat sebagai horror, sama sekali bukan. Kalau horror itu efek keseraman, keangkeran dicari – cari oleh sutradaranya, dieksplorasi sedemikian rupa untuk menteror (menghibur) justru karena lebih banyak orang di dunia ini menikmati di “terror” oleh namanya film horror (iblis – iblis yang di film kan). Sudah “diterror” tetapi orang masih mau juga bayar untuk menonton. Itulah bagian dari psikologi sosial,”.

Lanjut Benny Matindas, sepengetahuannya, pada zaman dulu para pelaku Mariara di Minahasa, dibantai – bantai. “Jadi film Mariara sama sekali bukan horror. Lalu apa? Ini estetika yang betul – betul konflik, yang saya maksud kita bukan berpikir main Maengket atau Kolintang. Saya harus katakan, Veldy menangkap estetika orang minahasa saat ini,”.

“Saya menyimpulkan, film Mariara satu karya yang sangat penting, monumental dalam sejarah per film man daerah Minahasa. Bahkan boleh dikatakan monumental dalam sejarah per film man Indonesia. Jadi walaupun ini karya estetika Minahasa, tentang Minahasa, oleh orang Minahasa, oleh pemain – pemain Minahasa di lokasi Minahasa, tetapi tidak berarti hanya untuk orang Minahasa. Karena semua karya seni itu universal,”paparnya.

Sekjen Persekutuan Intelegensia Kristen Indonesia, yang juga salah satu petinggi di KKK, Dr. Audy Wuisang, mengatakan film Mariara ada dalam konteks pergumulan sosioreligius keminahasaan. “Mariara saya memahami dari kata asal Ariar atau Riara, di sub etnis Minahasa memang beda – beda penyebutannya tetapi artinya “racun”. Kemudian diberi awalan “Ma” yang memberikan pengertian “menjadi” atau “penyebar” racun,”ungkapnya.

Tetapi dalam konteks kultur, dijelaskan Audy Wuisang, Mariara itu menuju ke praktik orang. Tetapi ketika kekristenan masuk di Minahasa, Mariara kemudian diberi stigma negatif,  yang semestinya di balik praktik Mariara itu adalah kompilasi pengalaman diri ke Minahasa an dalam sejarah.

Pdt. Audy Wuisan menuturkan, adanya stigma negatif dengan praktik – pratik Mariara dengan ceritera sinkretismenya telah mendorong (memberikan semangat) kelompok gereja untuk menginjil. “Kekristenan di Minahasa dianggap nyaris identik dengan Minahasa itu sendiri, oleh karena itu Mariara dianggap negatif dalam konteks masayarakat Minahasa sampai sekarang,”

BACA JUGA  DPP BKSG-LKI Mengukuhkan dan Menahbiskan DPW BKSG-LKI Provinsi Banten

“Padahal Mariara itu adalah proses orang Minahasa dalam melintasi sejarah. Maksudnya dalam Mariara itu ada praktik seseorang menggunakan bahan – bahan herbal Minahasa untuk menyembuhkan. Juga memang ada yang melakukan praktik black magic untuk menyembuhkan seseorang. Ini semua disamaratakan oleh komunitas Gereja dengan penyebutan Mariara,” jelas Audy Wuisang dengan memberikan fakta, dalam film Mariara yang disutradarai oleh Veldy Reynold Umbas ini muncul figure Marten (Mariara)—meskipun Marten bukan Mariara.

Audy Wuisang berkata, bila menonton film Mariara maka penonton akan memahami bagaimana pergulatan kekristenan di tanah Minahasa. “Ini menggambarkan lintas sejarah kediriannya Minahasa di masa lalu, yang kemudian sekarang sedang “bangkit” kembali, kebetulan ditangkap oleh Veldy Reynold Umbas dan di film kan,”.

Veldy Reynold Umbas NEKAT

Dalam diskusi yang diselenggarakan di Gedung Pertunjukan Paguyuban Wayang Orang Bharata di, Senen – Jakarta, pada Senin (30 Sept 2024), kebanyakan pembicara sepakat berkata Veldy Reynold Umbas, nekat.

Kata ini disematkan, karena menurut Boy Worang, untuk berjuang menghadirkan film di layar lebar akan “berdarah – darah” dan bukan kerja yang main – main.  “Saat ini film – film layar lebar banyak yang mati, Veldy Reynold Umbas malah masuk—berani, dan Mariara bisa tayang di bioskop – bioskop,”

Tommy Awuy, memberi alasan atas kata nekat yang disematkan kepada Veldy Reynold Umbas, karena membuat film layar lebar (Mariara) dengan usaha sendiri. “Nekat yang artinya laiak diacungkan jempol. Makin harus diberikan acungan jempol karena kerja kerasnya sudah sampai tayang di bioskop,”.

Setali tiga uang, Audy Wuisang dan Tommy Awuy, menyematkan kata nekat kepada Veldy Reynold Umbas, yang artinya luar biasa kemampuannya. “Veldy Reynold Umbas orangnya memang senang berkarya. Saya kenal dia dari sebagai wartawan, kemudian jadi pengusaha dan sekarang jadi sutradara, juga produser film. Saya berharap dia tidak berhenti dengan membuat satu film yang namanya Mariara. Tetapi obsesinya untuk membuat Manado sebagai kota film itu dapat berhasil,”.

Diakhir diskusi, semuanya yang menjadi pembicara sepakat mengajak semua warga Sulawesi Utara yang ada di perantauan untuk menonton film Mariara yang akan ditayang di bioskop  XXI, pada 28 November 2024, dengan durasi film kurang lebih, 1jam 37 menit

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
1
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini