JAKARTA – Pergaulan anak muda saat ini sangat memprihatinkan. Buktinya, banyak diberitakan perkelahian (tawuran) dan pergaulan bebas, termasuk seks dan lain – lain.
Pergaulan anak bermasalah maka orangtua yang disalahkan. Apa benar pergaulan anak tidak lepas dari peran orangtua? Harry Mandagi yang ditemani istrinya, Susan Mandagi berkata kepada media ini, memang sudah begitu keadaannya.
“Kejatuhan Adam memiliki dampak sampai ke kita sekarang. Tapi memang kehidupan anak tidak lepas dari peran orangtua. Itu sebabnya orangtua harus mengikuti perkembangan zaman dari anak muda sekarang untuk mempermudah dan mengetahui apa yang harus diajarkan kepada anak. Ingat! Bukan mereka yang masuk ke dalam dunia kita tetapi kita yang masuk ke dunia mereka,”terang Harry Mandagi
Susan Mandagi menambahkan untuk mendidik anak bukan pada saat usia anak sudah remaja – pemuda. Mendidik anak itu semestinya sejak usia 4 – 14 tahun, sehingga pada saat anak usia remaja – pemuda tidak akan mengalami kesulitan. Makanya orangtua yang memiliki anak di usia 4 – 14 tahun, segeralah berikan waktu buat anaknya, ini waktu paling tepat,” kata Susan Mandagi
Pada saat anak berusia 4 – 14 tahun, di aku Susan Mandagi, saat itu kebanyakan orangtua (rumahtangga) sedang giat – giatnya alias lebih banyak memberikan waktu untuk bekerja (membangun) ekonomi keluarga dan anak banyak bersama dengan Asisten Rumah Tangga (ART).
“Cari duit tidak salah dan itu bukan menjadi alasan untuk mengabaikan keluarga. Masih ada banyak waktu yang harus digunakan untuk keluarga. Seperti pada malam hari dibiasakan ada mezbah keluarga—berdoa bersama. Lewat mezbah doa itu akan melahirkan keterikatan batin antara orangtua dan anak kepada Tuhan. Selain itu, ada hari – hari libur yang dapat digunakan untuk memberikan perhatian pada keluarga (anak – anak). Termasuk membawa anak – anak terlibat dalam kegiatan rohani,” Papar Susan Mandagi.
Harry Mandagi, dapat menerima bila ada yang berkata anak remaja – pemuda berulah lalu ikut disalahkan selain orangtua adalah pihak Gereja dan Sekolah. “Peran orangtua dalam hal ini sangat dibutuhkan dengan presentase yang lebih besar,”kata Harry Mandagi. “Saya percaya satu hal, doa orangtua itu besar kuasanya,” tambah Susan Mandagi.
Harry Mandagi berkata memberikan waktu kepada anak bukan berarti hanya menyatakan cinta kasih yang lembut saja tetapi dibutuhkan cinta kasih yang penuh ketegasan. Banyak yang salah kaprah, cintah kasih orangtua itu diberikan secara lembut tanpa ketegasan.
“Firman Tuhan berkata ajarkanlah (didik) anak selama masih ada waktu. Saya mau katakan kita orangtua dalam mendidik anak harus penuh cinta dan ketegasan, juga harus keras. Itu harus dilakukan agar anak memiliki pribadi yang disiplin, memiliki rasa cinta kepada orangtua dan memiliki rasa hormat serta rasa sungkan. Ingat! bukan takut. Kalau sampai anak ada rasa takut, ini ada yang salah dalam orangtua mengajar (mendidik),”tegasnya.
Harry Mandagi menyitir Firman Tuhan yang tertulis, Allah itu akan menghajar orang – orang yang dikasihinya. “Kalau kita membiarkan (kompromi) atas kesalahan anak kita dengan alasan cinta kasih, itu salah. Sebab yang membiarkan (kompromi) itu bukanlah seorang ayah kepada anaknya tetapi kepada anak orang (tetangga),”
“Contoh, saya punya tetangga anaknya nakal—saya tentu tidak akan memukulnya, paling sekedar berkata ‘jangan’. Kenapa? Karena anak tetangga, bukan anak kita. Tapi kalau anak kita yang nakal maka saya pasti akan memukulnya sebagai bentuk sayang, bukan membiarkan,”
Harry Mandagi menjelaskan, Allah itu kasih, panjang sabar dan pemurah serta pengampun, itu satu sisi dari Allah. Sisi lain dari Allah adalah Api yang menghanguskan, memiliki rasa murka. “Jadi kalau ada Gereja yang hanya mengajarkan Allah itu kasih tapi tidak mengajarkan bahwa Allah itu Api yang dapat menghanguskan, itu Gereja perlu dipertanyakan ajarannya,”.
Kembali kepada soal mendidik anak, Harry Mandagi berkata, didiklah anak dengan cinta kasih yang penuh ketegasan serta keras tetapi bagai seorang teman. “Kita tegas dan keras tidak asalan tetapi pada hal – hal yang prinsip. Sebab dengan ketegasan yang tepat maka ketika anak menghadapi masalah atau pergumulan atau ingin bersikap maka anak akan berani mendiskusikan dengan kita sebagai orangtua. Bukan sebaliknya, ketika ada masalah, pergumulan atau keinginan untuk bersikap malah anak berdiskusi dengan temannya. Kalau ketemu dengan teman yang salah, ini bahaya bukan? Untuk itu kita harus mampu menjadi sahabat dan mampu menjadi orangtua yang penuh kelembutan dan memiliki kasih yang disertai ketegasan sehingga anak itu mengerti soal otoritas orangtuanya,”.
Kesimpulannya, Susan Mandagi berkata untuk supaya anak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas maka orangtua harus memberikan waktu kepada anaknya sejak kecil.
“Saya harus berkata orangtua harus terlibat dalam pergaulan anak. Dari kecil anak harus banyak – banyak diberikan Firman Tuhan. Setelah anak remaja maka orangtua harus tahu anaknya bergaul dengan siapa, lagi jalan atau bersama dengan siapa. Termasuk harus tahu anak itu bergereja di mana. Terlibat bukan berarti intervensi, tetapi perlu tahu untuk mengikuti perkembangan anak. Ingat! Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik,” kata Susan Mandagi.
Harry Mandagi menutup dengan kembali menegaskan pergaulan anak harus dalam pengawasan orangtua. Ini jangan diabaikan. Apa yang diceriterakan oleh pasangan suami – istri ini tidak asal ngomong, tapi sebuah fakta di mana pasangan ini berhasil mendidik, sampai menikahkan anak dengan pasangannya yang takut akan Tuhan.