Ilustrasi : Stunting (Foto : Ist/google.com ke cegahstunting.id)

TORAJA SULSEL – Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu panjang, yang dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Penyebab utama stunting adalah malnutrisi kronis, yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, penyakit, atau kondisi ibu saat hamil. Stunting dapat terjadi di berbagai daerah di Indonesia, dengan Papua Tengah memiliki prevalensi stunting tertinggi, mencapai 39,4%3.

David Antonius Ketua BAMAG LKKI TORAJA UTARA

Stunting pada anak memiliki dampak yang sangat signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan:

  1. Pertumbuhan tubuh yang lambat, sehingga anak memiliki ukuran badannya lebih pendek dibandingkan dengan anak suasianya yang tidak mengalami stunting;
  2. Kumulatif dan berisiko meninggal dunia jika tidak diatasi secepat mungkin.
  3. Dalam jangka panjang, stunting dapat menyebabkan:
    Gangguan kognitif, yang berdampak pada kemampuan mental dan kualitas belajar;
    o. Kesulitan belajar dan prestasi belajar yang buruk;
    o. Rentan terhadap penyakit, seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan bahkan kematian akap kali.

    Selain itu, stunting juga dapat mempengaruhi perkembangan otak anak, menghambat pertumbuhan otak yang maksimal dan berpotensi menyebabkan keterbelakangan mental. Oleh karena itu, pencegahan stunting sangat penting untuk memastikan perkembangan anak sehat dan optimal.

Di Indonesia, penanganan stunting pada anak didukung oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang melibatkan berbagai sektor termasuk potensi keterlibatan gereja, diantaranya adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
    • Pasal 44 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu, termasuk pencegahan stunting melalui penyediaan pelayanan gizi yang baik.
    • Pasal 45 ayat (1) mewajibkan pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan program kesehatan masyarakat, termasuk program gizi untuk mencegah stunting.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberdayaan Masyarakat dan Pelayanan Kesehatan:
    • Pasal 3 ayat (1) dan (2) menegaskan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam kesehatan, termasuk dalam pencegahan dan penanggulangan stunting melalui pendidikan dan penyuluhan.
  3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Anak di Puskesmas:
    • Menyediakan panduan bagi pelayanan kesehatan anak, termasuk gizi dan pencegahan stunting di tingkat Puskesmas sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak.
  4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Gizi Masyarakat:

Memuat standar pelayanan gizi yang meliputi strategi pencegahan stunting, termasuk dalam penanganan gizi buruk dan gizi lebih pada anak-anak.

Gereja memiliki peran penting dalam menangani stunting, terutama di daerah-daerah dengan mayoritas beragama Kristen. Gereja dapat memberikan edukasi tentang pentingnya asupan gizi yang seimbang dan pemberian makan yang tepat untuk ibu selama kehamilan dan anak saat pertumbuhannya. Selain itu, gereja juga dapat melibatkan diri dalam program-program pencegahan stunting yang melibatkan pendampingan pemberian makan kepada keluarga yang membutuhkan.

Berikut adalah beberapa cara di mana gereja dapat memberikan kontribusi yang signifikan:

  1. Edukasi dan Penyuluhan: Gereja dapat menjadi platform efektif untuk menyebarkan informasi tentang gizi seimbang dan pentingnya pola makan yang baik bagi anak-anak. Melalui khotbah, seminar, atau kelompok diskusi, gereja dapat mengedukasi orang tua dan keluarga tentang praktik gizi yang benar untuk mencegah stunting.
  2. Pemberian Makanan Tambahan: Gereja dapat menyediakan program pemberian makanan tambahan untuk anak-anak yang membutuhkan, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan stunting. Program ini bisa melibatkan distribusi makanan bergizi atau pembagian suplemen gizi yang dibutuhkan.
  3. Pendidikan Kesehatan Reproduktif : Gereja dapat membantu dalam pendidikan kesehatan reproduktif kepada calon orang tua dan ibu hamil, termasuk tentang pentingnya perawatan prenatal yang baik dan nutrisi yang memadai selama kehamilan untuk mencegah risiko stunting pada anak yang belum lahir.
  4. Dukungan Psikososial : Gereja dapat menyediakan dukungan psikososial kepada ibu-ibu yang sedang hamil atau memiliki anak kecil, termasuk memberikan panduan tentang cara mengelola stres atau permasalahan sehari-hari yang dapat memengaruhi nutrisi dan pertumbuhan anak.
  5. Kemitraan dengan Pemerintah dan Lembaga Lain : Gereja dapat berperan sebagai penghubung antara komunitas dengan pemerintah dan lembaga lain yang memiliki program atau sumber daya untuk menangani stunting. Kemitraan ini dapat meningkatkan akses komunitas terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang diperlukan.
  6. Advokasi dan Penggalangan Dana : Gereja dapat melakukan advokasi untuk mendukung kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan gizi anak dan kesehatan ibu. Selain itu, gereja juga dapat menggalang dana untuk mendukung program-program gizi anak yang ada di masyarakat.

Dengan peran yang terorganisir dan berkelanjutan, gereja dapat berkontribusi secara signifikan dalam upaya pemerintah untuk mengurangi angka stunting anak-anak di masyarakat. Ini tidak hanya membutuhkan pendekatan gizi yang tepat, tetapi juga dukungan komunitas yang luas untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal bagi semua anak.

Partisipasi gereja dalam menangani stunting pada anak memiliki dasar-dasar yang kuat dari berbagai perspektif, termasuk logis, teologis, sosiologis, dan lainnya:

A. Alasan Logis:

1. Akses ke Komunitas: Gereja sering kali memiliki jangkauan yang luas di komunitas lokal. Hal ini memungkinkan gereja untuk efektif menyampaikan informasi dan program-program gizi kepada orang tua dan keluarga yang membutuhkan.

2. Sumber Daya dan Infrastruktur : Gereja sering memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk menyediakan layanan, seperti ruang pertemuan untuk seminar kesehatan, dapur komunitas untuk memasak makanan bergizi, atau tempat untuk distribusi suplemen gizi.

3. Kesadaran Masyarakat : Gereja dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang stunting dan masalah gizi lainnya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan penyuluhan yang diadakan secara teratur.

B. Alasan Teologis:

1. Pemanggilan untuk Keadilan Sosial : Dalam ajaran agama Kristen, ada panggilan moral untuk menjaga kesejahteraan anak-anak dan keluarga. Ini termasuk tanggung jawab untuk mengatasi ketidakadilan sosial, seperti stunting yang dapat dicegah.

2. Perhatian terhadap Kesejahteraan Anak-Anak : Alkitab sering menekankan pentingnya melindungi dan memelihara kehidupan anak-anak sebagai bagian dari panggilan moral dan spiritual.

C. Alasan Sosiologis:

  1. Peran Gereja dalam Komunitas: Gereja sering menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya di banyak komunitas. Keberadaan gereja bisa memperkuat solidaritas dan dukungan sosial yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi stunting.
  2. Pemberdayaan Masyarakat : Gereja dapat berperan dalam membangun kapasitas dan pemberdayaan masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam perbaikan kesehatan dan gizi anak-anak.

D. Alasan Lainnya :

  1. Kemitraan dengan Pemerintah dan Lembaga Non-profit : Gereja dapat berperan sebagai penghubung yang efektif antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan organisasi non-profit dalam mengkoordinasikan upaya penanggulangan stunting.
  2. Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui program-program gizi dan kesehatan, gereja dapat berkontribusi dalam pengembangan sumber daya manusia yang sehat secara fisik dan spiritual.
  3. Pendidikan Keluarga : Gereja dapat membantu mendidik keluarga tentang pentingnya gizi yang baik dan perawatan kesehatan untuk anak-anak, menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak secara optimal.

Dalam pelaksananaannya, Gereja dapat berkolaborasi dengan pemerintah dalam mengatasi stunting dengan beberapa cara konkret, misalnya :

  1. Kemitraan Multi Pemangku Kepentingan: Gereja dapat berpartisipasi dalam kemitraan multi pemangku kepentingan atau kemitraan untuk percepatan penurunan stunting. Ini melibatkan kerjasama antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan organisasi lain untuk mencapai tujuan bersama;
  2. Program Kemitraan Cegah Stunting: Gereja dapat terlibat dalam program kemitraan cegah stunting yang telah direplikasi di beberapa daerah, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana mereka bekerja sama dengan pihak swasta dan pemerintah untuk memberikan manfaat kepada masyarakat;
  3. Aksi Bersama Mencegah Stunting: Gereja dapat mengambil bagian dalam aksi bersama mencegah stunting yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Ini bisa termasuk memberikan sumber protein hewani seperti susu berkalori tinggi dan telur;
  4. Pendidikan : Gereja dapat menyediakan pendidikan tentang pentingnya nutrisi yang seimbang dan kesehatan bagi remaja putri, serta melakukan orientasi kader gereja untuk menggerakkan masyarakat dalam melakukan Germas;

Dengan kerja sama yang efektif, gereja dan pemerintah dapat memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi stunting dapat terpenuhi secara lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup anak-anak di Indonesia.

Ada beberapa contoh dari kemitraan tersebut yang telah dilakukan, misalnya :

  • Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, mengajak gereja untuk berkolaborasi dengan pemerintah dalam mengatasi masalah stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Gereja diharapkan berperan dalam membangun generasi muda yang cerdas dan unggul;
  • Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menyatakan bahwa pencegahan stunting adalah perintah agama dan menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Agama dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk mewajibkan calon pasangan pengantin melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah.

Manfaat Kemitraan Gereja dan Pemerintah ? Manfaat kemitraan antara gereja dan pemerintah dalam mengatasi stunting sangat signifikan. Berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kerjasama ini:

  1. Peningkatan Kesadaran: Kemitraan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya warga gereja (jemaat) tentang pentingnya nutrisi yang seimbang dan kesehatan bagi remaja putri, serta tentang dampak stunting pada generasi muda;
  2. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Gereja dapat berkontribusi dalam mengembangkan sumber daya manusia dengan memastikan bahwa generasi muda (kaum muda gereja) mendapatkan pendidikan dan informasi yang diperlukan untuk menjaga kesehatan mereka;
  3. Tersedianya Program Kemitraan Cegah Stunting: Program-program kemitraan seperti Program Aksi Bersama Cegah Stunting (ACS) dapat memberikan manfaat praktis seperti memberikan sumber protein seperti susu berkalori tinggi dan telur;
  4. Pencegahan Stunting sejak dini : Kemitraan ini dapat membantu dalam mengidentifikasi isu-isu terkait stunting sejak dini, seperti bagaimana daerah menetapkan wilayah percepatan stunting, mengubah perilaku masyarakat dalam hal edukasi kesadaran tentang pemenuhan gizi seimbang dan rendahnya dukungan sosial;
  5. Inovasi dan Akuntabilitas: Kemitraan multisektoral dapat memperkuat konvergensi melalui koordinasi dan konsolidasi program dan kegiatan dari pusat sampai ke tingkat desa, meningkatkan akses terhadap makanan bergizi, dan meningkatkan akuntabilitas serta percepatan dari pembelajaran.

Semua upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia dan mengatasi masalah stunting secara komprehensif.

Penulis : David Antonius, adalah Ketua BAMAG LKKI TORAJA UTARA

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
BACA JUGA  Pesan Presiden Jokowi Kepada Peserta Konferensi Gereja dan Masyarakat PGI 2019 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini