Jakarta – Isi siaran pers Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia (PGI) yang diberitakan media ini, Kamis (15/12/2022) dengan judul “PGI Mendukung Memutus Rantai Kekerasan dan Pelanggaran HAM di Papua,” bertolak dari acara memperingati hari Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Biro Papua PGI, mendapatkan tanggapan dari salah satu putra, sekaligus tokoh Papua, Willem Frans Ansanay, SH, M. Pd.
Menurutnya, bila ingin memutus rantai pelanggaran HAM di Papua maka persyaratannya, pertama, kembalikan tanah ulayat masyarakat adat. Kedua, buat sertifikat tanah masyarakat adat secara global sesuaidengan luas kepemilikannya. Ketiga, hadirkan masyarakat adat sebagai pemilik tanah bersama pemerintah dan investor lakukan kontrak kerja investasi
Sedangkan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, kata Willem dikarenakan masyarakat adat kehilangan tanah yang diyakini sebagai ibu kandung yang memberikan mereka kehidupan.
“Saat masyarakat adat mencari keadilan atas tanahnya yang dikuasai investor dengan alasan pembangunan. Ketika mereka tidak mendapatkan keadilan atas haknya maka disitulah persoalnnya, dan terjadilah perlawanan. Perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang menggandeng investor akan terus dilakukan jika pemerintah tidak hadir bersama rakyat membela rakyat untuk mendapatkan hak – hak mereka. Rakyat bersama pemerintah dan investor wajib duduk bersama menyelesaikan masalah hak tanah ulayat. Presiden Jokowi sudah meminta tanah – tanah masyarakat adat harus di sertifikatkan agar masyarakat adat bisa menggunakan sertifikatnya sebagai modal usaha,”papar Willem.
Ditambahkan oleh Willem Frans Ansanay, untuk memotong rantai pelanggaran HAM di Papua adalah pemerintah menjawab permintaan rakyat atas hak hidup yaitu hak ulayat berupa tanah – tanah yang dikuasai oleh investor yang di back up pemerintah dengan cara menghitung presentase atas tanah rakyat yang dipakai sebagai lahan investasi, kemudian dihitung sebagai penyertaan modal bersama investor dan pemerintah.
“Saya menyoroti dari satu sisi bagaimana memotong pelanggaran HAM di Papua. Ada banyak alasan terjadi pelanggaran HAM di Papua tetapi menurut saya hak hidup rakyat Papua didalam NKRI harus lebih diutamakan dengan cara melindungi tanah sebagai ibu kandung, sebagaimana pemahaman adat masyarakat asli Papua bahwa orang asli Papua akan menagisi lahannya yang selama ini dipelihara sebagai warisan turun temurun untuk kehidupannya,”papar Willem Frans.
Ditegaskan oleh Willem Frans bahwa jika tanah orang asli Papua dicaplok untuk kepentingan pembangunan nasional maka hal itu sama dengan pemusnahan atas masa depan orang asli Papua. “Ketika pemerintah mengabaikan hal ini maka sampai kapan pun rakyat Papua akan merasa telah terjadi pelanggaran HAM atas dirinya dan hal itu menjadikan pilihan untuk memisahkan diri dari NKRI,”tegasnya.