Ki - Ka : Sekretaris Umum GKSI Pdt. Bayu, Penasehat GKSI Pdt. Marjio pernah menjadi Ketua Umum GKSI, Ketua Umum GKSI sekarang, Pdt. Iwan Tangka, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, salah satu Ketua PGI, Pdt. DR. Bambang Widjaja dan Ketua Majelis Tinggi GKSI, Willem Frans Ansanay pose bersama sebagai bántuk komitmen agar GKSI rekonsiliasi damai (Foto : dok GKSI)

JAKARTA – Perkembangan Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) paskah adanya Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia (PGI) pada 27 – 31 Januari 2023 yang diselenggarakan di Balik Papan, Kalimantan Timur.

Kepada MITRA INDONESIA, Ketua Majelis Tinggi Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), Willem Frans Ansanay, SH, M.Pd menceriterakan bahwa dualisme sinode GKSI semakin mengerucut dalam penanganannya dimana ada opsi pilihan jika tidak mencapai rekonsiliasi. 

GKSI pihak Pdt. Iwan Tangka, dimana Willem Frans Ansanay  sebagai Ketua Majelis Tinggi, sejak awal (tahun 2014 sampai saat ini) telah merespon ajakan PGI untuk berdamai dan rekonsiliasi. “Kami menerima dengan baik ajakan dan harapan dari PGI untuk berdamai dan rekonsiliasi. Alasannya, karena semua di Sinode GKSI yang saat ini di pimpin Pdt. Iwan Tangka, menganggap persoalan perubahan kepemimpinan dalam organisasi adalah hal yang biasa, dan jika ada dinamika yang berkembang tentu untuk mencapai kemajuan yang lebih baik kedepan.”

Maksud Willem Frans Ansanay persoalan organisasi itu hal biasa, dan bila ada dorongan untuk perubahan demi kemajuan itu  tandanya organisasi hidup dan berjalan. Tapi ada orang – orang tertentu yang tidak dapat menerima ketika mayoritas pemegang suara di organisasi sudah tidak menginginkannya untuk memimpin dengan berbagai alasan. 

“Hal – hal seperti ini, bagi kami biasa juga. Akan tetapi menjadi tidak biasa ketika orang – orang tertentu yang memimpin itu bukan hanya tidak dapat menerima, melainkan tetap bertahan dengan mengaku – ngaku ada mayoritas yang mendukungnya, padahal belum tentu sesuai fakta. Untuk membuktikannya perlu dilakukan sidang rekonsiliasi. Hanya mereka – mereka yang tidak siap bertanding dalam sidang rekonsiliasi sehingga memilih keluar atau pisah,”.

Memang tidak dapat dielakkan setiap orang, memiliki pendukung, tapi mestinya seorang pemimpin organisasi yang baik dapat mengitung kekuatan yang ada, apa benar masih mayoritas atau sudah tidak. 

“Jangan hanya segelintir orang yang mendukung lalu mengklaim masih mayoritas. Faktanya itu kan bisa diuji dalam sebuah sidang organisasi, kalau memang merasa mayoritas tentu tidak akan dilengserkan, bukan? ”tanyanya dan menambahkan bahwa menjadi rumit dan miris lagi kalau beberapa pendukung dan orang yang masih mau jadi pimpinan itu berpendapat akan memimpin seumur hidup di era reformasi yang demokrasinya sangat terbuka dimana masa kepemimpinan di negara ini hanya dua periode. 

Ditambahkan Willem Frans Ansanay, jika ada pemimpin yang cenderung dipertahankan seumur hidup maka perlu dipertanyakan. Ada apa? Patut diduga ada penggelapan aset organisasi untuk kepentingan pribadi dengan mengelabui berbagai pihak yang ingin meluruskan sebuah kebenaran dalam organisasi itu.

Apa yang disampaikan bahwa ada seorang pemimpin yang ingin berkuasa seumur, Willem Frans Ansanay tidaklah asal ngomong, melainkan pernah mendapat informasi, pada diskusi di PGI Wilayah (PGIW) DKI Jakarta. 

Klimaks dari perbedaan yang terjadi di GKSI, ungkap Willem Frans Ansanay, pada 5 Januari tahun 2018. Pada saat itu PGI Pusat lewat tim yang dibentuk untuk mengurusi persoalan perbedaan di GKSI, mengumpulkan kedua pihak yang berbeda di GKSI. Pada pertemuan di salah satu ruangan PGI, salah satu anggota tim yang terdiri dari Pdt. Bambang Widjaja dan rekan – rekannya bertanya kepada kedua belah pihak yang berbeda pendapat, “apakah mau damai atau tidak?”. 

BACA JUGA  Direktur HMT, Ronny Tambayong Diantar Keluarga dan Ratusan Pelayat ke Tempat Peristirahatan Terakhir

Willem Frans Ansanay, mengungkapkan pihaknya santai saja menjawab “damai”. Jawaban itu tercetus karena pihaknya mengutamakan pelayanan pekerjaan Tuhan di atas kepentingan lainnya, termasuk kepentingan pribadi atau kelompok. Tapi pihak yang berbeda dengannya menjawab keinginan untuk berpisah. “Berangkat dari jawaban ingin berpisah tersebut kami sebenarnya prihatin karena harus dengan terpaksa melepas teman – teman itu pergi dari GKSI. Padahal kalau hanya soal perbedaan dalam organisasi itu hal biasa, tidak perlu harus berpisah,”papar Willem Frans Ansanay.

Pernyataan pisah dari kelompok yang berbeda itu ternyata tidak sepenuh hati. Itu kesimpulan Willem Frans Ansanay. Buktinya pihak yang sudah menyatakan pisah dan keluar dari Sinode GKSI terus saja hadir dalam sidang – sidang PGI, termasuk Sidang MPL PGI 2023 yang masih saja pada keputusannya yaitu persoalan GKSI harus diselesaikan sendiri oleh GKSI sebagaimana keputusan Sidang Raya Waingapu Sumba NTT. 

“Sampai kapan selesai? Tidak akan pernah terjadi karena pihak sebelah sudah menyatakan keluar tapi masih saja hadir dalam kegiatan PGI menggunakan nama GKSI.  Walau begitu kami melihat dari sisi positif peran PGI cukup baik membimbing kedua pihak untuk berdamai, apalagi ada opsi yang berkembang seperti dalam percakapan dengan Ketua Umum PGI,”

Opsi – opsi yang dimaksud, di antaranya bila pihak yang berseberang konsisten dengan pernyataan keluar dari GKSI, dan mau membuat sinode sendiri ditegaskan oleh Willem Frans Ansanay pasti akan didukung kelompoknya. “Kami (GKSI) tidak hanya mendukung mereka mendirikan sinode baru, kami (GKSI) juga akan membantu agar sinode mereka diterima di PGI. Sebaliknya, kalau mereka tidak mau keluar dari GKSI—solusinya adalah berdamai sesuai ajakan PGI”

Tawaran damai dari PGI diterima pihak Pdt. Iwan Tangka dimana pendiri GKSI Willem Frans Ansanay berada. Sejalan dengan ajakan damai dari PGI, Willem Frans Ansanay mengajak mari kedua pihak merespon ajakan PGI dengan mengedepankan pelayanan pekerjaan Tuhan. “Mari kita rekonsiliasi dan gelar sidang bersama—panitianya bersama. Kita minta pihak PGI dan Dirjen Bimas Kristen menjadi panitia atau semacam KPU agar tidak ada lagi pihak yang bisa mengklaim sidang itu tidak transparan,”

Penjelasan Willem Frans Ansanay itu menjadi bukti kongkrit pihaknya benar – benar tidak ada beban dari kelompok atau perorangan. Beban pihaknya adalah untuk supaya pekerjaan Tuhan yang dikerjakan GKSI berjalan tanpa riak – riak. “Menjadi ketua sinode bukanlah target dari pihak kami, biarkan sidang memutuskan siapa jadi ketua sinode. Target utama kami adalah pekerjaan Tuhan di GKSI berjalan tanpa ada gangguan perbedaan sesama GKSI yang membuat malu umat kristen secara umum karena menonton para pendeta yang haus kekuasaan dan saling menyerang tidak mau berdamai”

BACA JUGA  Laporan Ketum PGI Mengikuti Pertemuan Presiden dengan Tokoh Agama di Istana Negara

Lewat penjelasan di atas, Willem Frans Ansanay menyatakan kesimpulannya, bila pihak sebelah tidak mau damai atau rekonsiliasi atau buat sinode sendiri maka sinode GKSI akan tetap berada dalam kendali kelompoknya dan tidak memberikan hak kepada pihak sebelah untuk menggunakannya. “Arti kata pihak mereka itu ada di bawah GKSI kami. Anggaplah saat ini sedang tersesat, satu waktu akan menemukan jalan yang benar,” 

Bersamaan dengan itu, Willem Frans Ansanay sedang menunggu percakapan PGI dengan pihak sebelah. “Selain itu kami sudah pada kesimpulan rekonsiliasi atau berdamai atau mereka segera buat sinode baru. Kalau kami juga diminta untuk buat sinode baru, itu di luar nalar. Kenapa? Karena kami tidak pernah keluar dari GKSI. Kami terbuka untuk rekonsiliasi dan berdamai,”

Perbincangan ditutup oleh Willem Frans Ansanay dengan berkata, kedepan GKSI pihaknya telah mengesampingkan  kapan harus damai, itu sudah diserahkan kepada PGI untuk mendekati pihak sebelah. Kapan mau damai, pihak Pdt. Iwan Tangka, sudah siap. 

Setelah pandemi ini, Willem Frans Ansanay menegaskan GKSI pihaknya sudah pada jalan berpikir untuk membangun Sinode GKSI di Indonesia untuk bermitra dengan Gereja Tuhan lainnya bersama melakukan misi Amanat Agung Tuhan Yesus.

“Puji Tuhan, GKSI kita telah menata sistem dan penunjangnya. Sinode GKSI tidak lagi berjalan karena tergantung pada satu orang tetapi sinode berjalan karena sistem. Itu sebabnya siapapun yang ingin menjadi ketua sinode kami persilahkan untuk maju bersaing secara sehat dengan menawarkan program kerja sesuai visi misi yang dari Tuhan dalam mengimplementasikan Amanat Agung Tuhan Yesus, ya silahkan,”

Akibat dari sistem dan penunjangnya sudah tertata, perkembangan di GKSI sudah mulai membaik. “seperti di Sumba yang tadinya kelompok sebelah menganggap semua jemaat mengikuti mereka, ternyata hari ini 99,9 % jemaat-jemaat GKSI di Sumba sudah bersama dengan kami. Kami dari Sinode GKSI pimpinan Pdt Dr. Iwan Tangka terus menata pelayanan pekerjaan Tuhan di Sumba. Begitupun di Jakarta terjadi perkembangan yang signifikan, dari 7 jemaat sekarang sudah 18 jemaat. Masih banyak daerah yang terus berkembang dan dikembangkan, antara lain di Kab Landak jemat-jemaat yang tadinya ada dipihak sebelah sebagian sudah bergabung dengan kami dan sebagian lagi bergabung dengan Gereja Dayak Borneo,”tutup Willem Frans Ansanay.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
4
+1
1
+1
0
+1
3
+1
0
+1
0
+1
4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini