JAKARTA – Narkotika bukan hanya menyasar orang dewasa melainkan juga para pelajar hingga anak-anak. Dari survei tahun 2013 di 13 ibukota provinsi di Indonesia, didapati hasil bahwa ada 2,29 juta pelajar pemakai narkotika.
Deputi Pemberantasan BNN RI Arman Depari mengungkapkan saat ini terdapat 892 Narkotika Jenis baru zat psikoaktif (new psychoactive substances – NPS) di dunia. 76 NPS diantaranya beredar di Indonesia, yakni 72 NPS terdaftar dalam Lampiran Permenkes Nomor 5 Tahun 2020, sedangkan 4 Jenis NPS belum diatur Permenkes.
Arman menjelaskan, prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2020 sebesar 3,7016 juta jiwa (1,88%).
Hal tersebut ia ungkapkan dalam webinar DOORSTOP (Dialog dan Orientasi Topik Pilihan) dengan topik “Menyelamatkan Anak Bangsa dari Bahaya Narkoba” Kamis (23/7/2020) siang.
Acara ini diselenggarakan oleh Paguyuban Media Online (PAMEO) yang didukung Perkumpulan Multimedia Transformasi Indonesia (MATRA ID), dan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2020 dalam semangat Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2020.
Arman menjelaskan saat ini ada tren ancaman teknologi informasi terhadap penyalahgunaan narkoba. Tren ancaman tersebut meliputi, peredaran narkoba dilakukan melalui media sosial/website, peredaran narkoba dilakukan melalui jaringan Internet tersembunyi yang sangat sulit dilacak, transaksi menggunakan crypto-currency melalui internet.
“Tren ancaman tersebut tidak mudah dilacak, identitas tersembunyi, dan perkembangan teknologi akan menciptakan celah bagi pelaku kejahatan, memproduksi ataupun mengedarkan narkoba dengan lebih mudah, murah dan tidak terdeteksi,” katanya.
Ia mengingatkan kepada para orang tua untuk lebih memperhatikan pergaulan anak. Pertama, orang tua perlu memberikan waktu untuk mendengarkan anak, berdialog. Kedua, orang tua harus memantau aktivitas anak. Ketiga, orang tua harus mampu memberikan Pendidikan moral dan spiritual yang baik. “BNN mempunyai tiga langkah penanggulangan masalah narkoba, yakni pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi,” jelasnya.
Ketua Umum Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA), Mayjen Pol (Purn) Putera Astaman mendukung razia yang dilakukan Arman Depari selama ini. “Razia narkoba melakukan juga tes urine, akan ketahuan siapa yang menggunakan/ mengkonsumsi narkoba. Sebaiknya pemeriksaan seperti ini, tes urine kepada pekerja maupun pengunjung tempat-tempat hiburan dilakukan oleh pemilik/pengelola tempat hiburan,” kata mantan petinggi Polri ini.
Hal berbeda diungkapkan praktisi hukum Universitas Buya Hamka (UHAMKA), Ramdhansyah Bakir. Ia mengatakan bahaya narkoba perlu dimasukan dalam kurikulum di sekolah sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. “Pencegahan dilakukan untuk membuat anak mengetahui bahaya narkoba, hal ini dapat dilakukan dengan bekerjasama sejumlah lembaga, secara khusus sebagai bagian dari upaya memperkuat kota ramah anak,” paparnya.
Lebih jauh, upaya pencegahan yang paling simpel dilakukan adalah memperluas larangan merokok di tempat/fasilitas umum yang bersinggungan dengan anak-anak. “Agar kita dapat melindungi anak-anak dari peredaran narkoba yang disamarkan dalam bentuk makanan atau minuman untuk anak. Termasuk anak-anak jalanan perlu juga mendapat perlindungan, agar tidak menjadi konsumen dan pengedar narkoba,” pintanya
Soal anak yang tersangkut kasus narkoba, Sarjana Kriminologi FISIP UI ini meminta agar adanya perlindungan hak anak untuk tidak diekspos media. Diperlukan juga perhatian dan fokus terhadap rehabilitas anak-anak.
Di sisi lain, Helen Simarmata, DPP GAMKI meminta agar edukasi dan penyuluhan narkoba terus dilakukan terutama kepada para orang tua. Soal rehabilitasi, Helen menjelaskan rehabilitas khusus anak pengguna narkoba harus melibatkan orang tua. “Mantan pengguna sebaiknya dipindahkan ke lingkungan baru yang lebih sehat, dan sebisa mungkin orang tua dan keluarga tidak mengungkit lagi kesalahan yang pernah dilakukan,” kata perempuan mahasiswa S3 UGM ini. (NW)