JAKARTA – Hari– hari ini perkembangan Gereja terjadi dengan begitu pesat. Perkembangan itu otomatis meramaikan pengetahuan tentang ke Tuhanan (teologia). Seperti hari – hari ini beredarnya ajaran yang menekankan pada sebuah nama Apostolik atau Profetik.
Berbicara pengetahuan ke Tuhanan kekristenan, tidak boleh lepas dari Alkitab. Perlu diingat! Ayat dan ayat dalam Alkitab tidak boleh ditafsirkan saling bertentangan satu dengan yang lainnya karena semuanya saling berkaitan.
Seperti saat ini bicara mengenai Apostolik dan Profetik, harus “ditarik” dari Kitab Perjanjian Lama dan Baru — mulai Adam dan Hawa, Nabi Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dll, Allah berbicara langsung kepada mereka sampai kepada zaman Nabi – Nabi dimana Allah berbicara kepada umat Israel melalui perantara Nabi – nabi.
Setelah zaman para nabi berakhir, Allah tidak berbicara selama 400 tahun—zaman ini disebut masa sunyi karena Kitab Perjanjian Lama sudah ada. Memasuki Perjanjian Baru, Allah berbicara kepada umatNya melalui AnakNya, Yesus Kristus. Baca Ibrani 1 : 1 – 2, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta,”. Cara Allah berbicara kepada umatNya berbeda di setiap era.
Ada ahli sejarah memperkirakan sekitar 30-70 tahun setelah kenaikan Tuhan Yesus ke surga, Kitab Perjanjian Baru selesai ditulis. Sejak masa ini Tuhan sudah tidak lagi berbicara melalui perantara manusia tetapi umat Tuhan mengetahui kehendak Tuhan melalui Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru—yang saat ini disebut dengan Alkitab, Firman Allah yang tertulis.
Bila dilihat runutan waktu, maka pada masa pengkanonan Alkitab (PL & PB) sudah lengkap sampai saat kedatanganNya kedua kali nanti—dapat disebut sebagai masa sunyi kedua—dimana Allah sudah tidak lagi berbicara melalui perantara manusia tetapi Allah berbicara langsung kepada umat-Nya yaitu melalui Alkitab, Firman-Nya yang tertulis.
Munculnya perbedaan pandang
Di dalam Perjanjian Lama dan Baru (Firman Allah) tentu tidak membuat kaget kalau ada kelompok – kelompok yang memiliki perspektif berbeda dengan perspektif Gereja (umat Kristiani) pada umumnya. Seperti adanya kelompok yang lebih menonjolkan yang namanya Apostolik atau Profetik—kepercayaannya kepada karunia – karunia.
Membahas Apostolik atau Profetik, harus tahu dulu bahwa Apostolik itu dari kata Apostle = Rasul. Apostolik adalah pelayanan kerasulan. Sedangkan Profetik itu dari kata Prophet = Nabi. Profetik adalah pelayanan Kenabian.
Bila membahas Apostolik dan Profetik tentu tidak lepas dari namanya—sebut saja kelompok atau pandangan cessationistm dan continuationism. Perbedaan pandang kedua kelompok yang bertolak belakang ini sudah berlangsung selama berabad-abad.
Kelompok cessationistm percaya karunia itu sudah selesai tapi kelompok continuationist percaya karunia itu masih berlaku sekarang sampai kedatangan Tuhan Yesus kembali. Masing – masing punya argumentasi. Menariknya argumentasi kedua kelompok ini bertolak dari satu ayat Firman Tuhan yang sama yaitu terdapat dalam I Korintus 13 : 10 “Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap,”.
Kedua kelompok ini memiliki dua pemahaman dari satu kata yang ada di dalam I Korintus 13 : 10 yaitu kata “SEMPURNA”. Penganut cessationist berpendapat kata “sempurna” merujuk kepada Alkitab.
Bagi penganut continuationist, karunia itu tetap ada sampai sekarang—termasuk karunia menyembuhkan. Pemahaman dari continuationist kata “sempurna” di kitab I Korintus 13 : 10 itu adalah Yesus Kristus—dengan diterjemahkan bahwa waktu sempurna itu tiba baru semua karunia tidak ada lagi.
Menyikapi perbedaan dua kelompok ini maka perlu menyelidiki kata “SEMPURNA” dari bahasa aslinya (Yunani). Bahasa Yunani memiliki gender kata (maskulin, feminin dan netral). Gender kata maskulin merujuk kepada suatu pribadi baik manusia, malaikat atau Allah.
Kembali kepada kata “SEMPURNA” dalam I Korintus 13 : 10 itu ditulis dalam gender kata “netral”, yang berarti bukan suatu pribadi. Maka dari itu kaum cessationist menterjemahkannya sebagai Alkitab. Bila ditelusuri lebih dalam kata “SEMPURNA”, dalam bahasa aslinya, disebut komplit—lengkap. Kenapa disebut lengkap? Karena memang dahulu hanya ada Perjanjian Lama, sekarang sudah ada Perjanjian Baru. Ini cukup masuk akal pendapat dari cessationist.
Walau begitu dalam pembahasan ini tentu tidak pada keberpihakkan—tapi (ini pandangan saya pribadi) bila melihat lebih dalam maka kelompok cessationist mendekati kebenaran dalam konteks bahwa saat ini semua karunia ini sudah tidak ada lagi. Maksudnya sudah tidak ada lagi adalah karunia – karunia yang menempel kepada seseorang. Firman Tuhan mencatat bahwa karunia itu menempel pada jabatan seseorang, pertama kepada para Nabi, kedua kepada para Rasul, dan ketiga kepada Mesias.
Ketiga jabatan yang menempel karunia – karunia tersebut faktanya sudah tidak ada lagi. Coba lihat masih adakah Nabi, Rasul dan Mesias? Ketiganya sudah tidak ada, yang ada tinggal fungsinya nabi dan fungi rasul. Tidak dapat dipungkiri atau ditolak bahwa ada hal – hal supranatural bisa terjadi dalam pelayanan umat Tuhan, apakah yang namanya Pendeta, Gembala atau Hamba Tuhan dalam Allah menggenapi rencanaNya.
Seperti dalam satu Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), hadir orang sakit—dan setelah didoakan menjadi sembuh. Ini bukan berarti orang yang mendoakan itu menempel karunia Nabi atau Rasul atau Mesias, bukan. Itu terjadi karena atas kehendak Tuhan dalam menggenapi rencanaNya. Sebab bisa saja di kesempatan lain orang tersebut ketika mendoakan bukan sembuh malah mati.
Kesimpulannya, bila ada kelompok yang mengedepankan ajaran Apostolik atau Profetik, tidak salah. Tapi jangan sampai kelompok itu mengajarkan bahwa karunia – karunia tersebut masih menempel/melekat kepada diri pimpinannya atau pada dirinya. Saat ini sudah tidak ada lagi namanya jabatan khusus Nabi dan Rasul, yang ada saat ini adalah fungsinya.
Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.