Jakarta – Hadirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, Menteri Pendidikan, Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A, Menteri Dalam Negeri, Jend. Pol. (Purn) Prof. Drs. H. Tito Karnavian M.A, Ph.D, dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, soal Seragam Sekolah Negeri, menjadi “berita” baik dalam dunia pendidikan untuk menghormati keberagaman yang termaktub dalam Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
Seorang praktisi hukum, Said Damanik, SH, menegaskan hadirnya SKB, membuktikan pemerintah konsisten untuk menjaga NKRI. “Itu adalah satu sikap dari negara, masuk dalam situasi yang memang ada kerawanan, penyimpangan pada ideologi kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Kita berterima kasih pada pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama,”katanya.
Untuk itu, Said Damanik, SH meminta kepada inspektorat pengawas Dirjen Dikbud, harus aktif mengawasi pelaksanaan SKB. Kalau memang benar ada pemerintah daerah atau para pelaku dalam dunia pendidikan yang mentang atau menolak SKB maka segera panggil. Tanyakan alasan penolakannya dan lakukan penindakan sesuai aturan yang berlaku.
“Pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan dan Menteri Pendidikan memiliki wewenang untuk memberhantikan oknum-oknum (pemerintah atau pelaku dalam dunia pendidikan) yang melakukan penolakanSKB Seragam Sekolah,”
Said Damanik juga mendorong semua rakyat yang cinta akan NKRI dan Pancasila, supaya melakukan kontrol terhadap berbagai Undang – undang termasuk berlangsungnya SKB Seragam Sekolah. “Bila ada yang melanggar UU, segera dilakukan protes dan viralkan,”dorongnya.
Menurut Said Damanik, kalau masyarakat dan pemerintah tidak bekerjasama menjaga NKRI, maka NKRI ini akan terancam. Pasalnya, sejak negara ini berdiri, sampai sekarang orang – orang yang intoleran sudah ada dan akan ada terus. “Mari kita kawal bersama supaya betul – betul bangsa ini tetap berjalan pada relnya, dan dengan baik serta benar. Tidak ada jaminan kalau tidak di kontrol,”
Said Damanik mengajak warga bangsa ikut mengawal, karena “praktik-praktik” intolaran sering muncul dengan bungkusan budaya lokal atau kearifan lokal. “Kadang – kadang dengan alasan budaya lokal, kearifan lokal, mau seenaknya, betul ada budaya lokal dan kearifan lokal. Tapi ada hal yang tidak boleh dilawan dan dilanggar atau bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,”paparnya.
“Kalau bicara umat beragama, jangan lawan dan langar kitab suci. Kalau bicara warga negara Indonesia, jangan lawan atau langar Pancasila dan UUD 1945. Itu jelas pelanggaran hukum. Yang boleh di Indonesia ini hanya satu provinsi, Aceh dengan hukum syariatnya. Hukum harus ditegakkan dalam kebenaran dan keadilan,”
Diakhir, Said Damanik, SH mengingatkan agar lembaga Pendidikan netral, objektif dan ilmiah. Juga objektif, rasional dan proporsional serta professional.