Yogyakarta – Membaca berita di Media online Mitra Indonesia (tabloidmitra.com), dengan judul berita “Panom Loloskan, Tetapi MP Mendiskualifikasi Pdt. Samuel Tandiasa, sebagai Calon Ketua MD Yogyakarta” sangat miris dan memprihatinkan. Separah itukah lembaga organisasi ke-gerejaan, yang mengutamakan segala gerak langkah, putusan dan kebijakannya, berdasarkan Firman Tuhan?. Melihat kasus tersebut organisasi gereja sudah melangkah jauh melebihi organisasi non gereja.
Sebenarnya kita malu, mengapa bisa demikian?. Penulis tidak mau masuk dalam ranah persoalan yang ada, tapi sangat disayangkan, lembaga keagaaman gereja, tidak memenuhi aturan-aturan yang ada misalnya AD/ART yang seharusnya dipatuhi, namun dengan tidak ada rasa bersalah, AD/ART “dilangkahi” dan tidak dipakainya, bahkan diabaikan, hanya karena mempertahankan keputusan atasannya.
Dengan kasus seperti ini, saya takutkan akan terjadi perpecahan dahsyat dimana mana, Karena kasus yang sama juga telah terjadi dibeberapa tempat. Sepertinya tidak ada musyawarah lagi, tidak ada dialog lagi, yang ada menggunakan otoritas-kekuasaan dan memaksakan kehendak yang sebenarnya memalukan. Seperti ketika Musyawarah Daerah (Musda) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Istimewa Yogyakarta, Pengurus Pusat menjadi bulan-bulanan dan disoraki oleh peserta, karena tidak bisa menjawab pertanyaan dengan benar. Namun tetap mendiskualifiasi Pdt. Samuel Tandiasa.
Sebenarnya harus ada pihak ketiga, untuk menengahi masalah ini, misalnya Bimas Kristen Departemen Agama RI, meskipun ini adalah masalah interen. Namun jika ini berlarut larut, akan menjadi keresahan, umat Kristen khususnya umat Pantekosta di Indonesia. Bimas Kristen Departemen Agama, seharusnya tidak tinggal diam, karena gereja yang berdasarkan azas Alkitab – Firman Tuhan, seharusnya mengasihi, menghargai, dan tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan bersama Yesus Kristus, namun yang digunakan pendekatan kekuasaan. Barangkali perlu diingatkan.
Tentu karena yang bermasalah dengan kasus yang hampir sama, dengan Majelis Daerah DIY di beberapa daerah, seperti di Banten yang MUSDA nya sampai dua kali dibubarkan Polisi, MUSDA Kalbar, calon yang tidak memenuhi syarat AD/ART dan JUKLAK justru didukung MP, maka akan berkembang kemana-mana, sehingga diprediksi secara logika akan terjadi perpecahan besar, yang akan memicu munculnya NEW GPdI. Potensi lahirnya NEW GPdI sudah mulai mencuat. Hasil – hasil Musda GPdI dibeberapa daerah telah menghadirkan suara – suara adanya keinginan New GPdI.
Jika NEW GPdI terbentuk, maka, organisasai keagamaan ini akan menjadi pecah dan tercerai berai. Tentu para sesepuh pendiri GPdI akan menangis sedih tersedu sedu, melihat hasil karya GPdI yang didirikan dengan linangan air mata dan kuasa Roh Kudus, pecah berantakan ditangan orang orang yang tidak tepat menanganinya.
Namun disisi lain, jika harus terjadi perpecahan dan terbentuk NEW GPdI , berarti semua yang terjadi karena diijinkan Tuhan dan menjadi kehendak Tuhan. Memang kehendak Tuhan kadang, harus melalui linangan air mata, hancurnya hati, sangat menyakitkankan namun dibalik sakitnya hati ada maksud besar untuk berkembangnya GPdI lebih baik sesuai dengan kehendak Firman Tuhan, yang ditangani oleh orang orang tulus dan mengerti Firman Tuhan.Cinta GPdI ….
Penulis Drs. Johanes Poerwadi adalah Mantan Kepala RRI Papua. Saat ini sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Multi Media TV RI Jogjakarta. Majelis Jemaat di salah satu GPdI yang ada di Jogjakarta.
Fungsi di daftarkannya AD/ART pada bagian hukum negara ini sebenarnya untuk mengontrol jalannya proses berorganisasi yang baik tapi kalau tidak maka negara bisa meninjau kembali organisasi tersebut… apakah sudah menjalankan aturan dasarnya dengan baik atau tidak…. atau mungkin juga tidak ada yang pernah menindaklanjuti persoalan -persoalan yang sudah terjadi sehingga negara berpikir organisasi ini baik-baik saja.
Jgn memprovokasi broer…