YOGYAKARTA – Persoalan yang terjadi antara “gembala” jemaat bersama Majelis Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Jl. Hayam Wuruk Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Organisasi GPdI yang diwakili Majelis Pusat (MP) GPdI bersama Majelis Daerah (MD) GPdI Yogyakarta, berbuntut Panjang.
Buntutnya, kelompok “gembala” jemaat Pdt Lianawati Soetrisno bersama Majelis Jemaat GPdI keluar dari GPdI dan pindah ke Gereja Sidang Pantekosta di Indonesia (GSPDI). Buntut lainnya, gedung yang ada di Jl. Hayam Wuruk tidak dapat digunakan kedua belah pihak yang “bertikai” untuk kepentingan ibadah.

Menariknya lagi, lewat berita-berita yang berkembang terurai jumlah jemaat GPdI Jl. Hayam Wuruk sebelum sebagian jemaat pindah ke GSPDI. Versinya setiap kelompok juga berbeda-beda.
“Jemaat GPdI di Jl. Hayam Wuruk Yogyakarta jumlahnya hanya berkisar 600. Kalau ada yang berkata lebih dari itu, itu tidak benar,” kata Ketua Majelis Daerah, Yogyakarta, Pdt. Samuel Tandiyasa, kepada tabloidmitra.com, yang diberitakan pada 4 September 2020 dengan judul tulisan “GPdI Yogyakarta Surati GSPDI Soal Sengketa GPdI di Jl. Hayam Wuruk Yogyakarta.”
“Sampai saat ini ada 700 lebih jemaat yang menolak dalam bentuk tertulis karena tidak setuju dengan Pdm. Raden James Prayitno Tjahyono,” papar salah satu majelis GPdI Jl. Hayam Wuruk, Yogyakarta, Paulus Hermawan, dikutip dari tulisan tabloidmitra.com yang publish
11 September 2020 dengan judul tulisan, “GPdI Jl. Hayam Wuruk Yogyakarta dari Pdt. Raden Gideon Sutrisno – Pdm. Raden James Prayitno Tjahjono.”
Jauh sebelum klaim-mengklain jumlah jemaat, pantekostapost.com juga menulis jemaat yang ada di GPdI Jl. Hayam Wuruk berjumlah 2000 jemaat dan dikarenakan pandemi Covid-19, jemaat berkurang tinggal 1200 jemaat.
“Pelayanan GPdI di jalan Hayam Wuruk yang dilayani oleh Pdt Lianawati Soetrisno pernah mencapai 2000 orang bahkan lebih yang datang beribadah, kemudian sebelum Covid 19 pernah mencapai 1200 jiwa datang beribadah, kemudian baru-baru lalu 1200 anggota GPdI ini tersebut menjadi sirna dan serempak, pindah ke Sinode GSPDI,” demikian tulisan yang disitir dari pantekostapost.com, yang di publish, tanggal 3 September 2020.

Persoalan GPdI Jl. Hayam Wuruk tidak pernah selesai. Belum lama ini, sebuah media online, krjogja.com memberitakan jemaat GPdI Jl. Hayam Wuruk pada 14 Juni 2020 tidak dapat beribadah.
“Seribuan jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di wilayah Yogyakarta tak lagi bisa beribadah sejak 14 Juni 2020 lalu. Penyebabnya, gereja di Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Diponegoro disegel oleh pengurus lama yang tak senang dengan pergantian kepengurusan gereja,” menyitir kata Pdt. Samuel Tandiyasa yang ditulis krjogja.com.
Tabloidmitra.com melihat berita-berita itu makin bingung, mana jumlah jemaat yang sebenarnya alias riil. Apakah 600, 700, 1200 atau 1000? “Jadi, yang terdaftar itu 600-700, tetapi di luar yang terdaftar ini ada ratusan, seperti mahasiswa dan pendatang yang sifatnya sementara. Juga ada simpatisan,” jawab Ketua MD GPdI, Pdt. Samuel Tandiyasa.
Bila membaca berita-berita di media seperti ditulis di atas, Pdt. Samuel Tandiyasa membantah bila terlihat kelompok GSPDI memberikan data yang benar soal jumlah jemaat.
“Tidak lah, kan yang ikut mereka (gembala dan jemaat yang pindah ke GSPDI-red) tidak semua. Terakhir mereka ibadah tidak sampai 70 orang. Untuk keseluruhan 1200 juga tidak ada. Yang tidak terdaftar itu mungkin 100 – 200 san,” terang Pdt. Samuel Tandiyasa dan mengirim foto-foto jalannya ibadah dari kelompok yang pindah ke GSPDI dengan memberikan keterangan “Ini ibadah mereka, ruang itu (gedung sewaan) kapasitasnnya 200 orang, yang datang hanya seperti itu.”
Jawaban berbeda datang dari Anton Sutrisno salah satu Majelis GPdI Jl. Hayam Wuruk yang sekarang sudah pindah ke GSPDI. “Data yang saya katakan 1200 itu diambil saat jemaat hadir dalam perayaan Natal GPdI Jl. Hayam Wuruk, Yogyakarta, 2019. Jemaat yang tercatat 1200, ada jemaat umum, anak sekolah minggu dan ada satu cabang. Itu sebelum Covid-19,” kata Anton lewat sambungan telepon.
Lalu ada masalah, organisasi GPdI menghadirkan gembala jemaat baru di GPdI Jl. Hayam Wuruk. Saat itu Anton meminta tanda tangan jemaat untuk ikut pada gembala lama dan dapat tandatangan jemaat 700. “Kalau jemaat yang ikut pada gembala baru itu tidak lebih dari 10 orang. Pdt. Samuel Tandiyasa bilang 600 yang ikut gembala baru, menyangga saat saya bilang 1200. Jadi angka yang dikatakan Paulus Hermawan itu berdasarkan data saat ikut menandatangani ikut gembala yang lama,” tandasnya dan menambahkan yang ikut menandakan itu disertai KTP.
Kepada tabloidmitra.com, Anton berkata jemaat yang bertahan di GPdI, kata Pdt. Samuel Tandiyasa, seribuan. “Padahal jumlahnya 10 orang aja, coba suruh buktikan kalau seribuan. Kalau yang ikut ke GSPDI, kami dapat buktikan,” tegasnya.
Anton juga menjelaskan tidak ada yang menggembok gereja di Jl. Hayam Wuruk karena itu merupakan hasil kesepakatan antara Kemenag. “Saya punya notulen di mana saya hadir, pihak mereka hadir dan pihak Kemenag hadir, juga saksi-saksi hadir. Itu gereja tidak saya gembok, tapi itu memang kesepakatan, belum bisa dipakai, daripada rebut tunggu saja nanti keputusan hukum tetap,” terangnya. (NBS)