Kunjungan Sekum PGI ke Pelayanan GPID

PALU – Masih segar diingatan masyarakat Indonesia, bahkan dunia, gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,4 (M) yang diikuti dengan tsunami setinggi 5 meter (di kota Palu), Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018, pukul 18.02 WITA. Juga diikuti terjadinya likuefaksi (pencairan tanah) di beberapa tempat di Sulawesi Tengah.

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) melalui Unit Pengurangan Risiko Bencana (PRB), sejak setelah peristiwa bencana itu terjadi sampai sekarang terus memberi dukungan bagi Jemaat Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID) dan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang mengalami ataupun terdampak bencana. Diantaranya ada di Wilayah Donggala dan Sigi, termasuk juga koran banjir bandan yang terjadi Oktober 2020 lalu.

Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty, saat diterima sebagai warga Suku Kulawi – Sulteng

PGI, Unit PRB-PGI yang di dukung oleh Presbyterian Church of Ireland, telah mendukung 6 Jemaat GKST dan GPID di Wilayah Kabupaten Sigi dalam pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Jemaat. 6 Jemaat yang dimaksud yaitu GKST Jemaat Bethel Watubula, GPID Jemaat Filadelfia Lakuta, GKST Jemaat Imanuel Siroa, GKST Jemaat Karmel Puroo, GPID Jemaat Pniel Puroo, dan GPID Jemaat Tiberias Kangkuro.

Dalam rangka monitoring program PRB-PGI, Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty melakukan perjalanan ke Sulawesi Tengah, sejak Kamis-Minggu (10-13/12/2020).

“Kunjungan itu dalam rangka monitoring program pasca gempa 2018. Juga sekaligus kunjungan yang sifatnya pastoral ke jemaat-jemaat, di wilayah–wilayah yang terdampak bencana, termasuk ke tempat adanya ketegangan–ketegangan seperti di Kabupaten Sigi, terkait dengan situasi – situasi terkahir ini,” katanya kepada tabloidmitra.com.

Kehadiran Sekum PGI ke daerah Sulawesi Tengah diterima dengan tangan terbuka oleh gereja-gereja di sana, khususnya GPID dan GKST. Sebagai bukti, berbagai spanduk selamat datang di pasang, dan dilakukan penjemputan adat Kulawi.

“Saya kaget karena antusiasnya penjemputan, dibuatkan lagu khusus untuk PGI yang dinyanyikan ibu-ibu dengan menggunakan pakaian adat,” ungkapnya.

Jemaat menggunakan pakaian adat menyanyikan lagu yang diperuntukkan buat kehadiran Sekum PGI

Untuk mencapai Lindu, kata Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty tidak mudah karena harus melewati perjalanan menggunakan mobil yang rusak kurang lebih 3 jam.

“Memang secara fisik melelahkan, apalagi jalan rusak dengan waktu tempuh yang Panjang. Tetapi dengan adanya sambutan dari jemaat menjadi penawar rasa lelah. Apalagi jemaat sudah menunggu dari pagi, itu sesuatu yang memperlihatkan kedekatan antara gembala dengan umat,” tuturnya.

BACA JUGA  Ketua MD GPdI Papua, Pdt. Timotius Dawir, Sampaikan Firman Tuhan di Pembukaan SAC, Jawa Barat

Lewat kunjungan itu, Sekum PGI berkata mendapatkan sesuatu dalam arak-arakan oikumene. Di mana secara spiritual jemaat bisa bertahan dan bisa tersenyum, penuh sukacita karena memahami diri tidak lagi sebagai korban.

“Kehadiran kami ini menjadi penting demi sebuah persekutuan yang kokoh. Dalam arak-arakkan oikumene tindakan saling menolong ini penting untuk memastikan kita saling peduli satu dengan lainnya,” jelasnya.

Lanjutnya, bila ada anggota tubuh yang luka, anggota tubuh yang lain ikut merasakan. Sangat diperlukan kerjasama untuk saling menopang, saling membantu baik saat bencana maupun pasca bencana. Tidak hanya bencana alam, tetapi juga bencana kemanusiaan seperti konflik. Apalagi dalam masa pandemi seperti ini, harus memperkuat solidaritas oikumene. Antara lain dengan kunjungan-kunjungan untuk saling membantu secara psikologi, moril dan memperkuat persekutuan.

“Ada satu ungkapan dari Ketua Jemaat GPID di Lindu, biarpun gereja kami miring dan hancur tetapi persekutuan kami, iman kami tidak miring. Ini pernyatan iman yang sangat kuat, bahwa hakekat bergereja ada pada persekutuan, pada kebersamaan, pada iman dan pengharapan. Itu yang memberikan energi posotif untuk mereka bertahan melewati bencana dan menghadapi situasi pasca bencana.”

Dari apa yang dilihatnya Pdt. Jacky berkata ada beberapa poin yang perlu dilakukan gereja. Pertama, spirualitas masyarakat yang menghadapi bencana perlu dikokohkan. Kedua, kesiapan gereja-gereja untuk mempersiapkan dan mengantisipasi terjadinya perulangan bencana, termasuk untuk mengatministrasi program-program penanggulangan resiko-resiko bencana. Sehingga setiap saat dibutuhkan bisa segera digerakkan, seperti yang sudah dilakukan oleh GPID dan GKST.

“Bagi gereja-gereja yang merasa belum memiliki itu, segeralah untuk mempersiapkannya. Kita harus sadari sedang berada di atas cincin api, di atas pertemuan berbagai lempengan yang dapat bergeser setiap saat. Dan setiap tahun kita punya daerah bencana, dan umat (gereja-gereja) ada di wilayah-wilayah bencana itu,” pesannya.

BACA JUGA  Hak Jawab GPdI atas Pemberitaan MITRA INDONESIA, 9 Oktober 2023. “AD/ART GPdI Perlu Diamandemen, Ferry Ericson, S.H,…”

Kesiapan yang dimaksud Sekum PGI, gerejagereja dapat mempersiapkan tidak sebatas menghadapi bencana, tetapi setelah bencana. Seperti mempersiapkan pengembangan-pengembangan ekonomi agar jemaat yang terkena dan terdampak bencana dapat bertahan.

Ketua Umum GPID, Pdt. Alexander Z Rondonuwu mengatakan kehadiran Sekum PGI untuk memonitoring pekerjaan unit PRB-PGI yang bekerjasama dengan sinode GPID dan GKST dalam masa pemulihan pasca bencana. Untuk dibidang pertanian dan peternakan serta usaha rumahtangga, membuat kripik pisang, ubi dan singkong.

Selain itu, Sekum PGI juga melayani di beberapa jemaat, seperti di GKST Immanuel Palu dan di GPID Pniel Palu. Bencana banjir yang terjadi beberapa bulan lalu di Donggala, itu juga masuk dalam masa pemulihan yang dikerjakan oleh PRB-PGI bersama dengan GPID dan GKST.

“Apa yang dilakukan oleh Unit PRB-PGI, sangat bermanfaat dan sangat baik. Karena dampak bencana gempa bumi 2018 itu sampai saat ini masih terasa, baik dampak sikologis, sosial, ekonomo – insfrastruktur,” tegasnya.

“Kehadiran Sekum PGI tentu mewakili gereja-gereja lain dalam bentuk kerjasama yang ada dalam arak-arakan oikumenis.”

Diakhir, Ketum GPID berkata bentuk perhatian dari gereja-gereja PGI, disambut dengan baik oleh warga Sulawesi Tengah, baik itu pemerintah, Jemat GPID dan Lembaga adat, dengan penyambutan adat Kulawi. Artinya, Sekum bagi masyarakat Kulawi diterima sebagai pemimpin dan “menjadi” seorang putra Kulawi, Putra Sulawesi Tengah.

Sekum PGI, pose bersama Ketum GPID dan masyarakat adat

“Itu baik, artinya penerimaan terhadap beliau, sebagai seorang dari bagian mereka, yaitu putra terbaik Kulawi atau Putra terbaik Sulawesi Tengah dan sebagai pemimpin mereka,” tegasnya.

Lewat perjumpaan itu, Ketum GPID merasakan arak – arak oikumene melalui PGI berjalan dengan biak. Dan membuktikan jemaat gereja lain ikut merasakan apa yang dirasakan oleh jemaat GPID dan GKST. (NBS)

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini