Ir. Akbar Tandjung (Foto : dok. Ist/Google/uny.ac.id)

Jakarta – Gabungan Pemuda dan Mahasiswa Nusantara (GPM-NUS) menyelenggarakan Webinar kebangsaan, Kamis (20/5/2021), dengan tema, “Urgensi 4 Konsensus Nasional dalam 113 Tahun Kebangkitan Nasional dan 23 Tahun Reformasi untuk Memperteguh ke-Indonesiaan”.

Webinar ini mengadirkan tokoh – tokoh yang sudah tidak asing, diantaranya ada politisi senior Ir. Akbar Tandjung, Pengamat Pertahanan dan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie dan Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia Firman Jaya Daeli, serta Anggota DPD RI Angelo Wake Kako.

Kata Ir. Akbar Tandjung, Pancasila adalah ideologi bangsa. Sedangkan NKRI merupakan bentuk negara Indonesia danUUD 1945 sebagai konstitusi, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai bentuk (komitmen) bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk. 

“Kami berharap Pemuda dan Mahasiswa dapat meneruskan apa yang telah diperjuangkan oleh para senior-senior di dalam dunia pergerakan, terlebih untuk mencegah masuknya paham-paham yang bertujuan merusak persatuan dan kesatuan kita,” kata Ir. Akbar Tandjung, yang juga menjadi salah satu pendiri Kelompok Cipayung.

Sedangkan Connie Rahakundini Bakrie lebih menyoroti percepatan teknologi yang terjadi saat ini. Pasalnya, banyak informasi dari berbagai sumber yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat tanpa menyortir kebenaran yang sebenarnya.

Akibatnya, ditegaskannya, banyaknya informasi yang diterima ternyata bertujuan merusak dan menyesatkan masyarakat. Bahkan ada yang sampai menimbulkan kegaduhan. “Contohnya seperti kasus yang baru-baru ini, karena menghina Palestina kemudian tidak lama langsung diamankan oleh pihak berwajib. Ini menurut saya sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak tepat sasaran,” ujarnya.

Pembicara lainnya, Firman Jaya Daeli mengurai tantangan yang sedang dihadapi negara diantaranya bagaimana mentransformasi dan mentransfer pemikiran tentang kebangkitan nasional.

BACA JUGA  SKB Seragam Sekolah Menjadi Bukti Pemerintah Konsisten untuk NKRI

“Bagaimana kita membangkitkan jiwa nasionalisme, makna etos semangat kebangkitan nasional. Bagaimana menerjemahkan isu kebangkitan nasional dan melihat problematika kekinian dari perspektif memaknai nilai kebangkitan nasional,”tanyanya.

Di sisi lain, Firman Jaya Daeli meminta masyarakat tidak menggunakan terminologi minoritas dan mayoritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Saya sangat tidak sepakat dengan pernyataan mayoritas dan minoritas masih saja digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah jelas dalam Bhinneka Tunggal Ika kita adalah bangsa yang besar dimana para pendahulu kita memperjuangkan kemerdekaan tanpa membedakan agama, suku, ras, dan golongan,” tegasnya.

Sedangkan, Angelo Wake Kako pada kesempatan itu mendorong dan memberikan semangat agar pemuda menjadi agen perubahan dan menjadi barisan yang paling tangguh saat ada dinamika kebangsaan yang sedang bergulir.

Ditegaskannya, terlebih saat transformasi revolusi industri yang semakin berkembang, pemuda harus ditekankan untuk dapat memiliki soft skill yang mumpuni agar tidak tergerus oleh persaingan yang kian ketat dan kebutuhan dunia.

Ditambahkan oleh Pendiri Rumah Milenial Indonesia Sahat MP Sinurat, dengan tegas berkata, empat konsensus nasional saat ini sudah final. Hanya bagaimana membumikan nilai-nilainya di tengah generasi muda.

Masih kata Sahat yang juga sebagai Sekretaris Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), ada dua hal yang penting dalam implementasi nilai-nilai empat konsensus nasional. Pertama, peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat pusat hingga daerah yang tidak bertentangan dengan keempat konsensus. Kedua, pejabat negara, aparatur sipil, dan aparat institusi/lembaga di pusat maupun daerah yang memahami keempat nilai konsensus nasional dan bekerja sebagai pelayan publik yang berdiri di atas semua golongan.

BACA JUGA  Selamat Tinggal Tahun 2020 dengan Meninggalkan Banyak PR

“Sayangnya, masih ada sekelompok orang di tengah masyarakat kita yang mempersoalkan kemajemukan dan keberagaman kita. Generasi muda sebagai orang-orang yang tercerahkan harus dapat terus menggelorakan semangat persatuan di dalam keberagaman,” ujarnya.

Ketua Umum GPM Nus, Yerikho Manurung berharap agar kegiatan seperti ini dapat rutin dilakukan generasi muda untuk membahas dan menggali lebih dalam pengetahuan terkait persoalan bangsa. “Seharusnya generasi muda penerus bangsa sering melaksanakan diskusi seperti ini untuk menggali lebih dalam wawasan tentang bangsa ini,” kata Yerikho.

Di akhir acara, Sekretaris Jenderal GPM Nus, Chrysmon Gultom mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber dan peserta yang pro aktif membahas persoalan-persoalan kebangsaan saat ini. “Pancasila adalah representatif dari nilai-nilai manusia Indonesia. Sayangnya ada sebagian orang yang mengabaikan atau lebih parah lagi berusaha menyingkirkan nilai-nilai Pancasila. Reformasi adalah suatu kesadaran penuh untuk mengindonesiakan Indonesia. Sadar atau tidak, sekarang yang terpenting adalah bagaimana meneruskan perjuangan reformasi tersebut,” pungkasnya.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
1
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini