Ilustrasi gereja ramah disabilitas
Ilustrasi: Gereja Katolik Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta Selatan menyediakan kursi roda dan bangku khusus bagi para jemaat lansia dan penyandang disabilitas. (Foto: Tribun Jakarta/Satro Sarwo Trengginas)

Jakarta – Beberapa gereja sudah ramah bagi kaum disabilitas, tapi sebagian lagi masih belum ramah. Dalam webinar “Gereja Inklusi, Ramah Disabilitas” yang diselenggarakan Sekolah Yapendik Fajar Sion Jakarta, Sabtu (29/5/2021) dibahas apa saja yang perlu dilakukan gereja terhadap kaum disabilitas.

Dosen Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Pdt. Tabita Kartika Christiani mengatakan gereja perlu membuka ruang bagi kaum disabilitas. Pada dasarnya, tahun 1998 dan 2013, Dewan Gereja se-Dunia melalui Ecumenical Disability Advocates Network (EDAN) telah membuat konsep tentang model gereja inklusi termasuk bagaimana cara dan modelnya. Namun, lanjut Pdt. Tabita, EDAN belum banyak dikenal gereja-gereja di Indonesia.

“Jadi setiap kali GPIB mengadakan seminar tentang teologi disabilitas saya selalu melihat bagian pertama ini GPIB ikut ambil bagian memperdalam diskursus disabilitas di gereja dan ketika saya mengajar teologi disabilitas di kampus itu memperdalam diskursus di sekolah teologi,” katanya dan mengungkapkan belum banyak sekolah teologi yang mengajarkan teologi disabilitas.

BACA JUGA  Menyoal Konflik Dalam Organisasi Gereja

Menurut Pdt. Tabita, diperlukan kerjasama untuk mempromosikan dan melindungi hak penyandang disabilitas. Jejaring inklusi sosial juga bisa digunakan, salah satunya melalui gereja dengan memperdalam diskursus disabilitas di gereja.

Lanjutnya, dogma bergereja perlu mendapatkan perhatian kaitannya dengan penanganan disabilitas. Salah satu dogma imagodei, manusia diciptakan sesuai dengan gambar Allah. Dogma itu dipertanyakan dalam teologi disabilitas.

“Dogma itu harus diperbaiki, apalagi manusia itu kita semua tahu tidak semua intelektual, apalagi dalam pendidikan jelas sekali. Manusia itu tidak semua intelektualitas dan bukan jaminan kesuksesan seseorang dalam pekerjaan,” ujarnya.

Pdt. Tabita menuturkan gereja perlu mengubah pemikiran bahwa manusia adalah gambar Allah karena akal budi saja. Hal tersebut perlu ditinjau ulang dan harus direvisi.

BACA JUGA  “Jalan” yang Berliku Ibadah Onsite Pasca Covid-19

Di sisi lain, Sekum Majelis Sinode GPIB Pdt. Marlene Joseph meminta GPIB mulai memperhatikan kalangan disabilitas sebagai bentuk mewujudkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaannya.

“Kaum disabilitas juga merupakan sumber daya gereja yang Tuhan hadirkan ditengah-tengah kehidupan ini, secara khusus ditengah-tengah GPIB. Gereja semestinya memberikan perhatian kepada mereka dan mengetahui apa yang harus dilakukan secara efektif, kreatif dan secara optimal.”

Sebagai informasi, selain untuk meningkatkan wawasan para peserta, webinar ini diadakan dalam rangka pencarian dana renovasi Sekolah Yapendik Fajar Sion Jakarta.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini