Ilustrasi minuman keras. (Foto: pexels)

JAKARTA – Heboh! 21 anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol. Dari 21 orang itu, 18 orang dari Fraksi PPP, 1 orang dari Fraksi Gerindra, dan 2 orang dari Fraksi PKS.

Salah satu pengusul dari Fraksi PPP, Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban dan ketenteraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.

“Saat ini minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam bentuk UU. Sebab saat ini hanya dimasukkan pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan pasal yang sangat umum dan tidak disebut secara tegas oleh UU,” kata Illiza dalam keterangannya, Kamis, 12 November 2020, dilansir dari tempo.co.id.

Masih mengutip dari tempo.co.id, legislator asal Aceh ini juga merujuk surat Al-Maidah (90-91) yang artinya berbunyi, ‘Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung’.

RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB-Red) dipantau tabloidmitra.com, dari draf yang beredar mengatur sanksi pidana bagi para peminum atau orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta.

Sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol.

BACA JUGA  Sekum PGI, Pdt. Jacky Manuputty Gagasan Menag RI Soal Pencatatan Nikah Semua Agama di KUA “Melahirkan” Pro dan Kontra

Sebagaimana diatur dalam pasal 7, setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol dipidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta.

Dalam Pasal 7 Bab III mengatur setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan.

Bagi yang melanggar atau minimum alkohol, apalagi sampai yang bersangkutan dinilai mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain akan di sanksi sebagaimana tertuang pada Pasal 21 angka (1) Bab VI, maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp 100 juta.

Pdt. Gomar Gultom Geleng-geleg Kepala

Pengendalian, ya! Pelarangan, Tidak! Demikian judul Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Pdt. Gomar Gultom, merespon RUU LMB yang sedang ramai diberitakan.

Lewat akun Facebook, Pdt. Gomar Gultom menulis responnya dan dishare ke WhatsApp pemimpin redaksi tabloidmitra.com. Isi responnya itu. “Saya geleng-geleng kepala terhadap pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol di DPR-RI saat ini. Pada 2016 lalu, PGI telah menyampaikan pandangan mengenai hal ini melalui RDPU DPR-RI,” tulisnya.

Masih dalam tulisannya, begitu banyak desakan dari masyarakat yang meminta agar DPR memprioritaskan pembahasan RUU PMHA, RUU PKS dan RUU PPRT, malah diabaikan. Padahal RUU ini sangat mendesak karena menyangkut masalah-masalah struktural yang sulit diselesaikan tanpa kehadiran sebuah regulasi yang berwibawa.

BACA JUGA  KAJ Mengeluarkan Panduan Misa Natal dan Berharap Umat Katolik Tidak Bepergian Liburan Natal

“Saya melihat pendekatan dalam RUU LMB ini sangat infantil, apa-apa dan sedikit-sedikit dilarang. Kapan kita mau dewasa dan bertanggung-jawab? Di saat negara Arab seperti UEO yang kini membebaskan minuman keras, kita malah hendak mengeluarkan regulasi yang melarang minuman beralkohol,” jelasnya.

Menurut Ketua Umum PGI, yang dibutuhkan saat ini adalah pengendalian, pengaturan dan pengawasan yang ketat, disertai penegakan hukum yang konsisten. Sesungguhnya hal ini sudah diatur dalam KUHP (pasal 300 dan 492) dan Permen Perdagangan (No 25/2019).

Pdt. Gomar Gultom berpendapat, tidak semua hal harus diselesaikan dengan Undang-undang, apalagi dengan beragamnya tradisi dalam masyarakat Indonesia tentang minuman beralkohol ini. Yang jauh lebih penting adalah pembinaan serius oleh seluruh komponen masyarakat agar masyarakat kita makin dewasa dan bertanggung-jawab.

Pendekatan prohibitionis atau larangan buta seperti RUU ini, menurutnya tidak menyelesaikan masalah penyalah-gunaan minuman beralkohol.

Diakhir tulisannya, Pdt. Gomar menegaskan janganlah sedikit-sedikit selalu hendak berlindung di bawah undang-undang dan otoritas negara dan dengan itu jadi abai terhadap tugas pembinaan umat. (NBS)

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0
+1
1
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini