Jakarta – Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas), pada Jumat – Minggu (18 – 20 November 2022) di, Kantor Pusat GKSI, yang berada di Jl. Kerja Bakti, Jakarta Timur.
Rakernas tahun 2022 ini adalah agenda tahunan dari GKSI untuk mengevaluasi berbagai program yang dijalankan Pegurus Pusat. Serta membicarakan hal – hal yang dianggap penting untuk dilaksanakan sesuai keadaan zaman. Juga membicarakan hal – hal yang penting dan menjadi agenda untuk diputuskan dalam Sidang Sinode GKSI sebagai lembaga tertinggi untuk mengambil keputusan.
Ketua Majelis Tinggi GKSI, Willem Frans Ansanay,S.H, M.Th, M.Pd, menjelaskan Rakernas GKSI kali ini membentuk empat komisi. Pertama, membahas AD/ART GKSI. “Kami membahas untuk memperkuat AD/ART dengan harapan tidak terjadi penyimpangan hukum dalam menjalankan sebuah organisasi. Tentu pembahasan ini nantinya akan disahkan dalam persidangan tertinggi yaitu siding sinode,”kata Willem Frans Ansanay yang disapa Frans.
Kedua, membahas program kerja yang sedang dijalankan Sinode GKSI. Seperti program – program dalam rangka kemandirian GKSI secara internal. “Menurut kami, organisasi harus dibangun dengan memperhatikan SDM dan program kerja serta bagaimana kedudukan pusat sampai kedaerah dalam pemberdayaan organisasi,”tegasnya.
Selain itu, ada program peningkatan SDM dalam hal Pendidikan, diantaranya TK sampai PAUD serta rencana pendirian balai – balai Kesehatan. Ketiga, membahas anggaran GKSI yang tidak hanya berharap pada donatur, apalagi sampai membuat donatur merasa seperti dimanfaatkan. “Untuk itu GKSI mengembangkan berbagai hal yang dapat menjadi sumber dana sehingga jemaat menuju kemandirian. Seperti pembebasan lahan 25 hektar di Kalimantan Barat, dan lahan 5 – 10 hektar di Kalimantan Tengah. Lahan – lahan ini kita berikan kepercayaan kepada DPW untuk mengelolah atasnama Sinode GKSI. Sedangkan penjualan hasilnya dimasukan dalam kas Sinode untuk didistribuskan kepada BPW – BPW yang ada di daerah – daerah yang membutuhkan bantuan,” urai Frans.
Keempat, adanya rekomendasi agar GKSI ikut mendukung dan atau berpartisipasi terjadinya keesaan Gereja. Untuk itu berbagai program GKSI akan disinergikan dengan berbagai program PGI, sebagai tempat GKSI. “Program – program yang dibahas, adalah sebagai bentuk untuk mengimplementasikan visi – misi GKSI yaitu menjangkau jiwa – jiwa yang berada di daerah – daerah pedalaman dan suku – suku terasing,”.
Rekomendasi lainnya, GKSI mengikuti arahan PGI dan Dirjen Bimas Kristen, dibukanya ruang diskusi dan percakapan dengan kelompok yang tidak setuju GKSI Pdt. Iwan Tangka. “Kalau bicara rekonsiliasi sebenarnya kita sudah selesai di November 2014 saat berlangsungnya Sidang Istimewa GKSI, yang sudah menon aktifkan Ketua Sinode saat itu. Juga belakangan diduga melakukan pelanggaran dan banyak diantara kita ketahui sempat mendekam di penjara,”papar Frans.
Tetapi memang kelompok yang tidak setuju, kata Frans terus berusaha menghadirkan mantan ketua Sinode GKSI dengan pengaruhnya untuk memposisikan dia tetap sebagai Ketua Sinode. “Akibat kelompok yang tidak setuju terus menggunakan pengaruh dari Mantan Ketua Sinode tersebut membuat orang memandang bahwa di GKSI ada perpecahan,”tegasnya.
Walau begitu, GKSI Pdt. Iwan Tangka tetap membuka ruang dan percakapan dengan kelompok yang tidak setuju tersebut. Sebagai bagian dari gereja Tuhan dan demi terwujudnya keesaan Gereja maka GKSI sangat menghargai upaya dari PGI sebagai Aras Gereja di mana GKSI ada, dan Dirjen Bimas Kristen yang mendorong terjadi rekonsiliasi. “Untuk itu kami terus membuka ruang – ruang diskusi dan percakapan dengan kelompok yang tidak setuju tersebut supaya terjadi persamaan,”kata Frans, dan mempertegas ruang diskusi atau percakapan yang dibuka bukan baru di Rakernas November 2022 ini tetapi sudah sejak tahun 2014. Sekali lagi kita membuka ruang karena menyadari bahwa perdamaian itu adalah konsep Tuhan dan itulah yang Tuhan inginkan. Dan ruang percakapan atau diskusi yang dibuka menuju rekonsiliasi ini tidak ada syarat alias tanpa syarat dari kami. Kalau mau berdamai, damai tanpa syarat,”tegas Frans.

Menolak Rekonsiliasi
Sayang sekali, ruang diskusi dan percakapan yang dibuka oleh GKSI belum mendapat tanggapan positif. Sebaliknya, kelompok yang tidak setuju malah kata Frans, sem pat didengarnya ada yang mengungkapkan pada Januari 2018, “biarlah waktu (4 – 5 tahun) ke depan akan menentukan GKSI mana yang hidup atau mati. Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa biarkan Gandum dan Lalang bertumbuh bersama, nanti ketahuan mana yang Gandum dan mana yang Lalang,”kata Frans.
Kontan saja, pernayataan tersebut kata Frans dapat diterjemahkan secara bebas, dan mengandung unsur negatif. Diantaranya, dapat diterjemahkan meremehkan pekerjaan Tuhan. ”Kita sebagai orang yang beriman, apalagi pendeta jangan pernah mengeluarkan statemen seperti itu sebab pekerjaan Tuhan adalah milik Tuhan, bukan milik manusia. Untuk itu kami berdoa agar ungkapan itu tidak menjadi boomerang pada orang yang mengatakan,”terangnya.
Frans Ansanay menambahkan, tantangan biarlah waktu 4 – 5 tahun akan menentukan GKSI, sudah terjawab. “Buktinya kami masih ada dan sudah lebih dari 5 tahun. Bahkan kami di DKI Jakarta, dari 7 jemaat sekarang 14 jemaat. Ini menjadi jawaban, sekaligus bukti bahwa kami bukan hanya bertahan tetapi makin berkembang,”tutur Frans Ansanay.
Oleh karena itu, Frans Ansanay menegaskan jangan sekali – kali menantang Tuhan, menantang pekerjaan Tuhan. Walau begitu GKSI Pdt. Iwan Tangka, yang di dalamnya ada Frans Ansanay tetap membuka ruang diskusi untuk supaya terjadi rekonsiliasi demi pekerjaan Tuhan. “Rekonsiliasi ini tanpa syarat,”
Pada media ini, Frans juga mengungkit fitnah – fitnah yang diarahkan kepadanya ketika GKSI melakukan sidang Sinode Istimewa pada tahun 2014. “Kalau dulu ada kecurigaan bahkan fitnah bahwa asset dan sebagainya milik GKSI akan saya kuasai, itu salah besar. Perlu diketahui, hal asset dan lain – lain muncul itu bukan kami, melainkan perseteruan antara Mantan Ketum dan Mantan Sekum waktu itu yang melibatkan kami – kami. Sedangkan kami waktu itu dengan polos terlibat hanya berpikir untuk memajukan pekerjaan Tuhan di Indonesia lewat GKSI,” ceriteranya.
“Pada kesempatan ini kembali saya mau tegaskan bahwa saya tidak kaget soal harta. Saya ini masih dipercayakan mengelolah perusahaan yang asetnya triliyunan. Saya diberkati dari sana untuk jadi berkat di sini (GKSI). Terus untuk apa saya mau merebut asset Gereja yang adalah milik Tuhan?” tanya Frans, sekaligus mempertegas bahwa sejak 2014 – 2022, apakah dirinya merebut asset Gereja?
Sebaliknya untuk mengembangkan pelayanan GKSI, Frans harus menjadi berkat. “Ingat! saya menjadi berkat, bukan menguasai asset Tuhan yang didoakan banyak orang untuk melebarkan pekerjaan Tuhan. Juga bukan melakukan fitnah agar orang lain percaya dan memberikan dananya alias menjadi donatur. “Bukan, dan wouw jika saya seperti itu maka pasti saya dihukum Tuhan dan menjadi narapidana,”tuturnya. .
Untuk itu, Frans meminta kepada yang memfitnahnya untuk berkaca. “Logikanya saya Tuhan sudah berkati dan juga saat ini sementara dipercayakan mengelolah asset perusahaan ratusan milyar masa iya mau ambil asset milik Gereja (Tuhan). Sebaliknya, menjadi pertanyaan, apakah yang memfitnah itu sudah diberkati atau masih mengumpulkan aset Gereja dari sponsor (donatur) untuk makan minum? Kalau masih begitu, maka orang – orang seperti itu yang harus dipertanyakan, bukan saya,”katanya.
“Saya (maaf) sudah ada pada level, apa yang harus saya berikan kepada pekerjaan Tuhan,”. Tutupnya.