Pdt. Hengky So, M.Th saat berbincang dengen wartawan media ini di kantor GBI Ecclesia, Semanan Jakarta Barat

JAKARTA – Dunia terus berkembang terutama dalam dunia ITE. Perkembangan yang terjadi itu tidak lepas peran dari namanya anak muda atau sebutan yang viral “kaum milenial”. 

Perkembangan di dunia ITE sekarang ini kata Pdt. Hengky So, M.Th, Gereja harus mengikutinya—kalau tidak Gereja akan tergilas. Apalagi yang menguasai teknologi adalah kaum millenial—kaum yang memiliki kreativitas tinggi.

“Kalau generasi seperti saya ini mau disuruh belajar lagi, sudah mentok, saya tidak bisa. Di tengah memiliki kelebihan kaum millenial juga memiliki kelemahann,”kata Pdt. Hengky So, M.Th yang walau sudah lama di Jakarta tetapi logat Makasarnya masih terdengar jelas.

Sebelum membuka soal kelemahan dari kaum millenial, Gembala Ecclesia Semanan, Jakarta Barat ini meminta jangan diabaikan hal – hal positif atau kelebihan dari kaum millenial. “Jangan karena ada negatif lalu mengabaikan yang positif. Keberadaan kaum millenial harus diakui banyak membantu Gereja untuk dapat menghadapi situasi perkembangan ITE yang luar biasa. Kaum millenial juga memiliki semangat yang luar biasa untuk menjangkau rekan – rekan di usia mereka yang belum aktif melayani Tuhan di Gereja,”tutur Pdt. Hengky, So. M.Th

Disinggung soal kelemahan kaum millenial, Pdt. Hengky So, M.Th, menguraikan kaum millenial itu banyak yang kurang tangguh alias mudah menyerah—ada sedikit tantangan langsung mundur. Juga dalam mengambil keputusan terkadang tidak berpikir panjang—lebih banyak menerobos dulu, soal resiko dipikir belakangan—dan ini masih hal wajar karena memang masih muda. 

“Di sini diperlukan pendampingan orangtua untuk memotivasi anak – anaknya. Tapi yang serius untuk didampingi adalah kebanyakan kaum millenial kurang soal tata krama—attitude—karakter kurang terbentuk,” urai pendeta yang sepintas dilihat masih terlihat muda padahal sudah memiliki cucu.

Penasehat Kegerakan Bapa Sepanjang Kehidupan (BSK) ini menegaskan banyaknya kaum millenial kurang tata krama—attitude—karakter disebabkan oleh kurangnya perhatian dari semua pihak, baik sekolah (guru), Gereja (pendeta/gembala jemaat) dan orangtua.

“Tapi dalam hal ini—yang paling utama dan paling bertanggungjawab dalam pembentukan karakter seorang anak adalah orangtua (keluarga). Tapi sepertinya, ini sepertinya ya, orangtua sudah tidak lagi memperhatikan yang itu (karakter) kepada anaknya,”

Menurut Pdt. Hengky So, M.Th, orangtua abai memperhatikan karakter anak dikarenakan sibuk dengan dunia orangtua itu sendiri—di antaranya pekerjaan mengejar karier dan bisnis, sehingga tidak sempat berpikir lagi untuk mendidik tata krama anaknya, tidak lagi memberikan nilai – nilai kepada anaknya, kurang membentuk karakter anaknya.

BACA JUGA  Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham Menolak Cara Partai Politik dalam Mencari Pemimpin Gereja

Namun, Pdt. Hengky So, M.Th tetap berpikrian positif selama kaum milenial itu mau melibatkan diri dalam komunitas Gereja. Sebab bila berada di dalam komunitas Gereja maka perlahan tapi pasti karakternya akan terbentuk. Apalagi orangtua terlibat aktif untuk mengarahkan—memang anak muda sekarang sangat tidak mau kalau ditekan atau diatur – atur tapi kalau diarahkan, tidak ada yang salah.

“Biarkan mereka dengan dunia mereka selama tidak meleceng dari alkitab. Kita harus bisa menghargai bagaimana anak muda ini memahami kehidupan dengan isi alkitab. Walau begitu, kita sebagai orangtua harus dapat mengarahkan agar tidak melenceng dari alkitab—bukan memaksakan kehendak,” terangnya.

Waktu yang Berkualitas dalam Keluarga

Pdt. Hengky So, M.Th berkata agar kaum millenial bisa diarahkan maka diperlukan orangtua untuk mengatur waktu yang baik dalam mencari uang (bekerja) dan waktu untuk keluarga. Waktu yang dimaksud adalah memberikan waktu yang berkualitas—orangtua memberikan waktu yang berkualitas untuk anak, begitupun anak memberikan waktu yang berkualitas kepada orangtua—jangan semua sibuk masing – masing dan mengabaikan waktu bersama dalam keluarga.

“Waktu yang berkualitas bukan tergantung pada lamanya tetapi pada kualitas pertemuannya—mungkin satu jam saja cukup. Untuk apa waktu bersama di rumah atau di Vila selama 8 jam tetapi masing – masing dengan dunianya sendiri—di antaranya di depan laptop atau gadget masing – masing?”

Kembali lagi tutur Pdt. Hengky So, M.Th, bagaimana keluarga mampu menggunakan waktu bersama untuk dapat berkomunikasi dengan baik agar terbangun keharmonisan—yang paling penting dalam pertemuan keluarga adalah terjadinya sentuhan hati dan kepedulian serta pengertian saling menyangi, saling membutuhkan dan saling memberikan perhatian.

Bicara kaum millenial, Pdt. Hengky So, M.Th selalu kembali kepada keluarga—kecenderungan ketika anak bermasalah pasti berhubungan dengan keberadaan keluarga di rumah. 

“Saya selalu mengingatkan supaya memperhatikan keluarga. Saya juga mengingatkan yang paling bertanggungjawab kukuh dan runtuhnya sebuah keluarga adalah seperti yang sudah ditulis alkitab yaitu suami,”

Alasan Pdt. Hengky So, M.Th mengatakan yang bertanggungjawab adalah suami, bukanlah alasan kaleng – kaleng tetapi berpijak pada Firman Tuhan, dimana Tuhan memerintahkan kepada laki – laki untuk meninggalkan ayah dan ibunya dan besatu dengan istrinya.

“Laki – laki (bukan perempuan) yang di suruh meninggalkan ayah – ibunya. Laki – laki itu bertanggungjawab dalam membangun keluarga, laki – laki yang diberikan peran utama oleh Tuhan untuk membangun sebuah keluarga. Selain itu, alkitab menulis yang menjadi kepada dalam keluarga itu adalah laki – laki (bukan) perempuan. Jadi kalau ada keluarga hancur maka yang bertangungjawab adalah laki – laki, suami, bapak. Para laki (suami) tidak boleh berkata keluarga hancur gara – gara istri. Alasan seperti itu sama seperti alasan Adam yang menyalahkan Hawa, alasan sudah basi,”

BACA JUGA  Pdt. DR. Japarlin Marbun Siap Mewujudkan GBI GREAT pada Kepemimpinan Periode Kedua

Salah satu pengurus di Badan Pengurus Pusat (BPP) Gereja Bethel Indonesia (GBI) ini berkata bila ada anak bermasalah, rumahtangga bermasalah—terlebih dahulu yang harus dipulihkan adalah kepalanya (suami, ayah dari anak – anak). 

“Gereja harus mengajarkan tentang keluarga kepada jemaat—jangan yang diajarkan hanya soal kesuksesan, berhasil, punya iman besar. Apa gunanya sukses, berhasil, punya iman besar kalau keluarga hancur, kalau anak terjerat narkoba, seks bebas dan lain sebagainya yang negatif,?”

Pdt. Hengky So, M.Th mengingatkan kepada para pria yang sudah menikah untuk supaya sadar dan mengerti (fungsi) tanggungjawab yang sudah ditulis oleh Firman Tuhan yaitu dapat berfungsi menjadi kepala, menjadi bapak, menjadi suami.

Kalau pria berfungsi diyakini oleh Pdt. Hengky So, M.Th maka anak – anak tidak akan sengsara. Seorang bapak yang punya nilai maka tidak akan melakukan kekerasan kepada anak dan istri, tidak akan menyakiti hati anaknya dan istrinya sebaliknya akan mendidik anaknya, melindungi istrinya, bertanggungjawab, melindung, memberikan rasa aman terhadap istri dan anaknya.

“Kalau bapak yang berfungsi pasti akan menyediakan semua kebutuhan rumah tangganya. Bagaimana caranya? Firman Tuhan mengajarkan harus kerja, rajin, punya integritas dan harus attitude yang baik,”

Pdt. Hengky So, M.Th menutup pembicaraan dengan topik masalah keluarga yang harus pertama – tama dilakukan adalah seorang bapak bertobat dan pulih. “Untuk bertobat maka diperlukan seorang mentor rohani atau kalau di GBI harus mengikuti pembenahan rohani dalam Bapak Sepanjang Kehidupan (BSK). Sebab sulit seseorang untuk dapat menolong diri sendiri, diperlukan orang lain untuk menolong—untuk itu harus rendah hati. Kalau bapaknya bertobat (pulih) pasti rumah tangga pulih,”tutupnya.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini