Yogyakarta – Sengketa atas aset Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), Jl. Hayam Wuruk Yogyakarta, seakan tidak berujung. Persoalan utamanya terjadi ketika aset milik GPdI, Jl. Hayam Wuruk (HW) mau dialihkan menjadi aset Yayasan.
Buntutnya, aset GPdI Jl. HW harus diselesaikan lewat jalur hukum. Sementara diselesaikan lewat jalur hukum, Pengurus Yayasan Sabda Asih Persada (SAP) yang “menguasai” aset milik GPdI Jl HW, memutuskan keluar dari GPdI.
Berjalannya waktu, kasus hukum masih terus berlangsung, Majelis Pusat (MP) GPdI, pada Oktober 2021 ternyata telah melakukan kesepakatan damai dengan pihak Yayasan tanpa melibatkan Majelis Daerah (MD), Yogyakarta, yang memegang hak legal standing.
Damai yang Memperpanjang Permasalahan
Tanggal 19 Oktober 2021, media ini (tabloidmitra.com) mengangkat berita perdamaian antara pihak Yayasan SAP dengan MP GPdI, yang diprakarsai oleh Pdt. Karel Silitonga dan Pdt. Yos Mindandar. Masih tanggal yang sama, media ini memunculkan berita dengan judul “’Kepiawaian Pendeta Bergelar Profesor Mengembalikan Aset beserta Jemaat GPdI Hayam Wuruk,”.
MD GPdI DIY terkejut dan heran, karena yang bersengketa adalah MD GPdI DIY – mewakili organisasi GPdI sebagai penggugat, menggugat pengurus Yayasan SAP tetapi yang berdamai adalah Pdt. Karel Silitonga/Pdt. Yos Minandar dengan pengurus Yayasan SAP.
Padahal secara konstitusi, pengurus Yayasan SAP bukan lagi anggota GPdI, karena sudah menyatakan diri keluar dari GPdI. Otomatis gelar kependetaan dan hak-hak mereka sudah tidak tercatat di GPdI. MD DIY juga merespon pengunduran diri dengan mencabut status kependetaan dan hak-hak keanggota mereka di dalam organisasi GPdI DIY. Begitupun gembala yang ditempatkan oleh MD GPdI DIY di GPdI Jl. HW ikut mencabut hak-hak keanggotaan 6 pengurus Yayasan yang keluar dari GPdI. Semua itu dilakukan demi tertibnya organisasi dan hubungan organisasi aliran Pentakosta—pasalnya mereka sudah dilantik sebagai pendeta dan pengurus di GSPDI Yogyakarta.
Akibatnya, perdamaian yang dilakukan oleh MP bersama dengan Yayasan tidak memenuhi unsur untuk terjadi perdamaian. Oleh karena itu, tanggal 25 Oktober 2021, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) DIY, MENOLAK surat-surat MP menyangkut perdamaian yang diajukan pihak-pihak Yayasan SAP.
Penolakan itu karena menyalahi prosedur hukum, yaitu perdamaian dilakukan bukan oleh para pihak yang bersengketa. Pencabutan perkara hanya bisa dilakukan oleh penggugat, MD GPdI DIY.
Jika perdamaian Pdt. Karel Silitonga dan Pdt. Yos minandar diterima oleh PN maka GPdI (Jl. HW Yogyakarta) akan kehilangan aset-asetnya yang jumlahnya cukup besar. Untungnya surat pencabutan perkara di PN DIY itu dinilai oleh PN DIY tidak sah dan inkonstitusional—sehingga ditolak Majelis Hakim PN DIY. Dengan begitu perdamaian secara hukum batal demi kebenaran.
Akibat dari perdamaian yang inkonstitusional, persoalan menjadi panjang. Bagaimana tidak? Mau tarik perdamaian? sudah terlanjur diberitakan, mau lanjut ternyata tidak sesuai prosedur hukum.
Pertemuan di Sentra GPdI
Fakta di atas membuat MP dan Majelis Pertimbangan Rohani (MPR) melangkah pada prosudural yang benar dan konstitusional, yaitu mengundang MD DIY bersama keluarga alm Pdt. R. Gideon Soetrisno untuk duduk bersama, urun rembug tentang masalah aset-aset dan penggembalaan di GPdI Jl. HW.
Pertemuan dilakukan di Sentra GPdI Jakarta tanggal 3 Nov. 2021, pukul 14.00 – 18.00. Pada pertemuan itu MD DIY membeberkan data yang sebenarnya, dengan menunjukkan bukti – bukti dokumen tentang aset-aset GPdI Jl. HW.
MD DIY membuka semua dari asal muasal atau riwayat masalah yang terjadi di GPdI Jl. HW dalam kurun waktu 30 tahun dan kondisi real GPdI di Jl. HW saat ini. Pada saat itu barulah MD DIY mengerti kenapa perdamaian dilakukan dengan mudah, karena sampai pada tanggal 3 Nov 2021, MP dan MPR GPdI tidak tahu tentang aset-aset GPdI Jl HW serta persoalan sesungguh di GPdI Jl. HW. Informasi yang sampai ke MP dan MPR tentang keadaan jemaat dan status aset-aset GPdI Jl HW hanya sepihak.
Karena MD DIY membawa semua dokumen dan fakta – fakta, pertemuan tidak terasa berjalan sampai 4 jam, dengan menghasilkan empat kesepakatan penting:
Pertama, MP dan MPR serta MD DIY akan bekerjasama untuk membenahi sistem pengelolaan GPdI Jl. Hayam Wuruk, Yogyakarta untuk kembali menjadi sistem yang murni GPdI.
Kedua, penggembalaan di GPdI Jl HW tetap melestarikan dan mempertahankan tradisi GPdI, dalam hal ini menetapkan keturunan alm. Pdt. R. Gideon Soetrisno menjadi gembala jemaat.
Ketiga, hari minggu 14 November 2021, Ketua Umum MP GPdI dan tim akan berkunjung ke GPdI Jl. HW untuk melantik gembala definitif GPdI Jl HW, yaitu Pdm. Rara Eva Sekarindah Setjadiningrat – cucu alm. Pdt. R. Gideon Soetrisno.
Keempat, MP bersama MD DIY akan bekerjasama untuk mengembalikan ke pangkuan GPdI aset-aset GPdI Jl HW yang sedang bermasalah.
Untuk merealisasikan keputusan itu, Jumat (12/11/2021), Ketum MP GPdI, Pdt. Johnny Weol meminta kepada Ketua MD DIY untuk meminta bantuan pengamanan dari kepolisian, agar jalannya pelantikan di dalam Gedung GPdI Jl. HW tidak mengalami gangguan.
MD DIY bergerak cepat sebagai penghormatan kepada pimpinan. Hari itu juga mengajukan permohonan ke POLDA DIY, dan POLDA DIY mendisposisikan pengamanan ke POLRESTA Yogyakarta. Tanggal 13 sore Ketum/tim tiba di DIY dan menginap di Imperial Ambarukmo Hotel. MD DIY mencoba kontak hp tim MP dari pukul 17.00 – 21.00 Wib, tidak satupun yang mengangkat.
Keputusan Bersama di Sentra GPdI Gagal Direalisasikan
Tibalah saat yang dinanti-nanti, yaitu hari Minggu (14/11/ 2021), sesuai keputusan di Sentra GPdI, MP akan melantik Pdm. Rr. Eva Sekarindah Setjadiningrat sebagai gembala definitif GPdI Hayam Wuruk.
Undangan MP agar MD DIY dapat hadir pukul 09.00 Wib. Kurang dari pukul 09.00 Wib, MD dan Kel. Alm Pdt. R. Gideon Soetrino tiba di depan GPdI Jl. HW tetapi PINTU PAGAR dan pintu gereja sudah dikunci. Seorang keamanan geraja melarang rombongan masuk, katanya atas perintah ‘dari atas’.
Ketua MD DIY mencoba kontak HP tim MP yang sudah ada di dalam untuk konfirmasi apa benar ada tim MP yang meminta untuk rombongan MD tidak boleh masuk. Tetapi satupun tidak ada yang mau angkat.
Ketua MD DIY minta tim yang HP nya lagi online untuk keluar melihat situasi di luar—dimana ada rombongan MD DIY dan Keluarga yang diundang MP untuk ikut di dalam. Tetapi yang bersangkutan tidak menjawab.
Rombongan MD berdiri di trotoar di luar pagar menunggu dengan sabar apa yang akan dilakukan oleh MP. Sesekali terdengar jelas suara Ketum yang berkhotbah. Kurang lebih pukul 11.00 Wib, kebaktian berakhir, jemaat keluar melalui pintu darurat di samping. Kira-kira 10 menit kemudian, pintu gereja dan GEMBOK di pagar pun dibuka, lalu keluarlah rombongan MP lewat di depan kami tanpa satupun dari tim MP bertanya mengapa kami tidak masuk.
Dengan berakhirnya ibadah dan Ketum MP bersama tim sudah keluar dari gereja, berarti tim MP GAGAL melaksanakan pelantikan gembala definitif GPdI Jl HW yang sudah diputuskan bersama dalam pertemuan di Sentra GPdI pada tgl 3 November 2021.
Hari Minggu (14/11/2021) berlalu, Ketua Umum ditemani Pdt. Kafiar kembali ke Jakarta, sehari kemudian menyusul pulang, Pdt. Karel Silitonga diantar Bpk. Candra, pengurus Yayasan SAP ke Bandara YIA, Kulon Progo balik ke Jakarta. Sedangkan tim MP yang lain pulang menggunakan kendaraan (mobil), seperti, Pdt. Yos Minandar, Pdt. Herry Purnomo, dan Pdt. Harry Mulyono
Semua tim MP pulang dari DIY dengan tidak melaksanakan keputusan bersama MP, MPR dan MD DIY di Sentra GPdI, Jakarta. Semoga tulisan saya ini memberikan penjelasan masalah yang terjadi di GPdI Jl. HW DIY.
Penulis : Pdt. Samuel Tandiassa, Ketua MD DIY yang terlibat dalam pertemuan di Sentra GPdI