JAKARTA – Perhatian kebanyakan umat Kristiani di Indonesia, hari – hari ini “disedot” dengan ajaran – ajaran baru. Termasuk ajaran yang sedang viral dimedia sosial—ajaran dari seorang pendeta berinisial ES, soal Tritunggal, Perpuluhan dan paling baru adalah soal Ketuhanan Yesus.
Banyak pendeta dan jemaat awam langsung memberikan tanggapan, ada yang melakukan “bantahan” atau “jawaban” dengan membuka serta menjelaskan teori berpikir pendeta ES. Salah satu yang memberikan tanggapan, seorang Tokoh Gereja, pernah menjadi salah satu pimpinan aras Gereja di Indonesia, pernah juga memimpin Sinode selama 3 periode, yaitu Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman.
Jujur dan terbuka, Pdt. Mulyadi Sulaeman, menyayangkan ajaran dari rekan sekerjanya di Persekutuan Gereja – gereja Pentakosta di Indonesia (PGPI), pendeta ES yang sedang berseliweran di media sosial.
“Kita memang dikejutkan, tapi pengajaran dari pendeta ES itu mulai berbeda ketika ia sudah keluar dari Gerejanya yang lama dan mendirikan Sinode gereja sendiri—sebagai Ketua Sinodenya,”tutur Pdt. DR. Mulyadi.
Pengajaran – pengajaran pendeta ES ini dikatakan berbeda kata Pdt. DR. Mulyadi, karena tidak segaris dengan pengajaran Gereja – gereja pada umumnya yang ada di PGPI, di antaranya pengajaran tentang Tritunggal, Perpuluhan dan yang sulit untuk diterima adalah pengajaran tentang Yesus bukan Tuhan.
“Pengajaran – pengajarannya membuat resah, terutama generasi muda Kristen. Kalau generasi tua tidak terlampau terpengaruh. Mungkin karena mereka (generasi tua) tidak terlalu dekat dengan media sosial. Juga tidak berminat membicarakan hal – hal teologia. Mereka lebih pada komitmen Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat dari dulu sampai Tuhan datang kembali,”.
Pdt. DR. Mulyadi menegaskan alasan pengajaran pendeta ES ini tidak terlalu memiliki pengaruh kepada jemaat orang – orang tua karena orang – orang tua untuk berbicara teologia pasti dirasa melelahkan—menghabiskan waktu yang panjang.
Tapi bagi kaum muda, menurut Pdt. DR. Mulyadi, pengajaran yang berbeda dari pengajaran umum dengan pengajaran dari sinode – sinode sealiran, akan memilik daya tarik tersendiri. Apalagi di kalangan baik itu alumni STT ataupun yang sementara menempuh pendidikan di STT. Tinggal tergantung “mazhabnya” alias STT nya dari golongan apa dan apakah STT murni atau ada filsafatnya.
Walau Pdt. DR. Mulyadi melihat pengajarannya pendeta ES ini telah terjadi penyimpangan, tapi diakuinya tidak ada organisasi Gereja yang dapat melakukan kontrol atau melarang, tidak ada.
“Keberadaan aras Gereja, termasuk PGPI tempatnya pendeta ES bernaung tidak dapat melarang pengajaran. Sebab pengajaran dari setiap orang (pendeta) dikembalikan kepada Sinodenya masing – masing. Menariknya pendeta ES ini adalah seorang Ketua Sinode,”paparnya.
Lebih jauh lagi, gembala Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia (GSPDI) ini berkata dari zaman ke zaman, lihat sejarah Gereja, penafsiran Firman Tuhan itu datangnya dari perorangan dan kemudian diputuskan menjadi doktrin Sinode.
“Apakah pengajaran ES ini akan diputuskan menjadi doktrin dari Sinodenya, itu hanya mereka yang tahu, dan tentu keputusan itu ada di mereka. Tapi secara umum seseorang yang melakukan penyimpangan tidak akan terasa—kalau diteruskan, dibiarkan maka makin lama akan makin jauh perbedaannya,”terangnya.
“Saya melihat dari sisi positif. Pengaruh dari pengajaran – pengajaran pendeta ES yang menjadi viral, tentu memiliki pengaruh. Bersamaan dengan itu, ini menjadi tantangan iman, memperkuat keyakinan dan tentu meminta pertolongan Roh Kudus supaya tidak terpengaruh—dan terus berkomitmen berpegang kepada kebenaran,”.
Pdt. DR. Mulyadi meminta kepada semua Pendeta, Gembala atau Hamba Tuhan agar dapat makin “kuat” menanamkan pemahaman (iman) kepada umat Tuhan bahwa seorang menjadi jemaat Kristen itu seperti yang terjadi di Antokhia yaitu seseorang yang mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan.
“Apapun liturginya, apapun doktrinnya, apapun teknis penyembahannya kepada Tuhan—termasuk apapun nama Sinodenya, selama masih mengaku Yesus adalah Tuhan, maka dia saudara dan saudariku,”.
“Sebaliknya, begitu ada yang menyimpang—tidak mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan maka tidak dapat disebut sebagai orang Kristen. ( I Kor 12:3 ). Saya harus katakan itu sangat berbahaya bagi umat Kristen—sebab kita semua sepaham bahwa satu kali nanti setiap lutut akan bertelut, setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan,”
Dengan nada yang makin tegas, Pdt. DR. Mulyadi bertanya, apa gunanya Amanat Agung yang berkata segala kuasa di sorga, di bumi, di bawa bumi, sudah diserahkan kepadaKu (Yesus Kristus) kalau Dia (Yesus Kristus) bukan Tuhan? Apa gunanya Dia (Yesus Kristus) merendahkan diri dan Bapa memberikan Dia (Yesus Kristus) nama di atas segala nama, Tuhan di atas segala Tuhan?
“Prinsip fundamental seseorang dapat disebut Kristen adalah pengakuan orang tersebut Yesus Kristus adalah (sebagai) Tuhan. Itu sangat fundamental, soal pengajaran perpuluhan dan lainnya masih debatebel—tapi soal Yesus Kristus adalah Tuhan sebagai juruselamat, itu harga mati,”tegas Pdt. DR. Mulyadi.
Sebagai seorang senior di PGPI, Pdt. DR. Mulyadi mengaku sangat sulit PGPI untuk mengambil sikap. Tapi tunggu saja, pasti ada sikap di Mubes PGPI beberapa bulan lagi.
Pdt. Mulyadi Sulaeman berharap demi menghentikan kontrofersial yang terjadi di lingkungan umat Kristiani, khususnya aliran Pentakosta, diharapkan PGPI jangan menunggu Mubes, segeralah melakukan pemanggilan dan klarifikasi soal berita – berita pengajarannya pendeta ES ini kepada pendeta ES langsung.
“Ketua PGPI sebaiknya panggil klarifikasi—agar kegaduhan ini bisa diketahui berada dititik benar atau hanya hoax. Karena saya dengar juga pendeta ES ini berkata khotbahnya di potong, jadi mana yang benar? Ya sudah PGPI panggil dan tanyakan langsung,” pintanya.