Bandung – Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) mengungkapkan Jawa Barat (Jabar) merupakan provinsi yang paling banyak menjadi lokasi pelanggaran kebebasan beragama dan keyakinan pada 2022. Di bawah Jabar, ada Jawa Timur (Jatim), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Utara (Sumut), DKI Jakarta, dan Aceh.
“Kasus-kasus ini tersebar di beberapa provinsi paling banyak di Jabar, saya kira sesuai dengan potret Komnas HAM [Komisi Nasional Hak Asasi Manusia],” kata Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto dalam diskusi ‘Catatan Akhir Tahun Toleransi dan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia’ yang digelar Imparsial secara daring, Rabu (28/12), yang dikutip dan diberitakan pada Kamis (29/12/2022) oleh cnnindonesia.com dengan judul “Imparsial: Jabar Jadi Provinsi Paling Banyak Kasus Intoleran”
Apa yang disampaikan oleh Imparsial, sama dengan pendapat Ketua Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Jawa Barat (Jabar), Pdt. Rosevelt H.L. Tobing, S.Th., M.A. “Tantangan kami (PGIW) masih kuat/tingginya praktik – praktik intoleransi,”katanya kepada media ini di kantor PGIW Jabar, Bandung.
Tantangan lainnya, kata Pdt. Rosevelt, adalah hubungan antara PGIW Jabar dan pemerintah Provinsi Jabar yang sepertinya berjarak. “Kami tidak tahu di mana kendalanya sehingga hubungan ini seperti ada jaraknya. Padahal kami sebagai organisasi keagamaan sudah berusaha membangun hubungan dengan meminta waktu audensi tetapi tidak pernah mendapatkan respon,”katanya.
Pdt. Rosevelt, mengungkapkan hal hubungan antara PGIW Jabar dan Pemerintah Provinsi Jabar ini sudah berlangsung lama, sekitar 15 tahun, sejak Gubernur Jabar, Dr. H. Ahmad Heryawan, Lc., M.Si. sampai dengan Dr. H. Mochamad Ridwan Kamil, S.T., M.U.D.
“Kami tidak mengerti kenapa sampai berjarak. Padahal kalau di event – event tertentu kami sering bertemu. Tetapi kami minta audensi tidak mendapatkan respon, jadi bagaimana kami tahu program – program pemerintah untuk umat Kristiani supaya umat Kristen juga turut terlibat membangun Jabar? Apalagi menerima bantuan, kami tidak pernah,”Kata Ketua PGIW Jabar.
Walau begitu Pdt. Rosevelt, menuturkan PGIW Jabar, tetap bekerja mendukung semua program pemerintah, baik dalam mengentaskan kemiskinan dan kebodohan serta banyak hal lainnya. “Kami sebagai warga Kristen, juga warga negara yang lahir, tinggal dan hidup di Indonesia khususnya di Jawa Barat, selama Tuhan memberikan kemampuan maka kami akan membantu yang dapat kami bantu dan lakukan. Dan kami sangat berharap terjadi komunikasi intens antara PGIW Jabar dan Pemerintah (Gubernur) Ridwan Kamil. Kalaupun tidak terjadi komunikasi yang intens di masa kepemimpinan Gubernur saat ini, kami tetap berharap terjadi dengan Gubernur Jabar, yang akan datang,”tuturnya dan penuh harap Jabar di kemudian hari dipimpin oleh seorang yang betul – betul mengayomi semua masyarakatnya tanpa membedakan Suku, Agama dan warna kulit atau budaya.
Hubungan yang sepertinya berjarak dengan pemerintah Provinsi (Gubernur), kata Pdt. Rosevelt, tidak hanya dialami oleh PGIW Jabar tetapi juga saya dengar oleh FKUB. “Sampai sekarang FKUB tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya yang diterima oleh FKUB di Propinsi lain dari pemerintah Provinsi Jabar. Saya dengar baru – baru ini saja FKUB dapat bantuan Rp. 500.000.000, tetapi itupun harus segera dipertanggung jawabkan dengan membuat event, itu terjadi di akhir bulan tahun 2022 yang lalu. Jadi tidak ada perhatian untuk bulanan atau tahunan, tidak. Padahal pekerjaan – yang dikerjakan FKUB sangat membantu jalannya pemerintah Provinsi. Karena dengan FKUB berperan, tentu percikan – percikan antar umat di bawah tidak terjadi ataupun dapat diredam,”Katanya seraya mengakui diawal pembentukan FKUB Provinsi, ia mendengar masing – masing anggota akan mendapat bantuan/bulan.
Sedangkan hubungan dengan Pembimas Kristen Jabar, Pdt. Rosevelt, menaruh harap yang tinggi akan terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang intens. “Pembimas kita yang masih baru, kita menaruh haraplah untuk hubungan baik dan komunikasi yang intens. Apalagi kita sudah melakukan pertemuan,”ungkapnya dan berharap bisa kembali terjadi hubungan PGIW Jabar dengan Pembimas Kristen Jabar, saat di masa kepemimpinan Pdt. JM Nainggolan.
Bicara hubungan dengan sesama Lembaga Gereja Aras, Pdt. Rosevelt, mengungkapkan semuanya berjalan dengan baik, termasuk juga dengan Lembaga lintas Iman. “Semua berjalan sebagaimana mestinya, termasuk hubungan dengan FKUB.”
Program PGIW Jabar Tahun 2023
Program PGIW Jabar Tahun 2023 di antaranya, melanjutkan Posko bantuan gempa buat masyarakat Cianjur. “Kami sudah menunjuk Wakil Sekum PGIW Jabar untuk menjadi Ketua Posko, dan POSKO yang bekerjasama dengan PGI Pusat serta Lembaga – Lembaga Kristen lainnya JAKOMKRIS, Yayasan Rebana, WVI termasuk dengan LPBI NU Jabar, untuk membantu masyarakat korban gempa Cianjur,”tutur Pdt. Rosevelt.
Sehubungan dengan bantuan buat korban gempa Cianjur, Pdt. Rosevelt menyatakan pihak PGIW Jawa Barat, pada Februari ini sedang mensosialisasikan Pembangunan Rumah Contoh yang aman, sehat dan tahan gempa. diharapkan agar gereja-gereja dapat berbagi beban untuk membiayai Pembangunan satu (1) rumah contoh.
“Saya berharap partisipasi Gereja – gereja untuk membantu dan merealisasikan program ini. Kami menawarkan kepada Gereja – gereja untuk bersama – sama menjadi garam dan terang kepada masyarakat Cianjur. Bantuan ini tentu akan diberikan kepada masyarakat yang bukan beragama Kristiani karena yang terdampak gempa Cianjur, kebanyakan masyarakat bukan Kristen,”katanya dan menjelaskan penyerahan ini tentu akan bekerjasama dengan Lembaga lintas iman, seperti NU.
Pdt. Rosevelt berterima kasih kepada Gereja – gereja yang sudah menyatakan siap untuk ikut berpartisipasi, seperti GPIB dan tentu PGI dan PGIW Jabar.
Program lainnya adalah melakukan edukasi kepada masyarakat lintas iman dengan membuat Video dalam bentuk sketsa Komedi bernuansa Sunda dan akan ditayangkan sehingga mudah diterima oleh masyarakat Cianjur. Dan ini pembuatannya bekerjasama dengan LPBI NU Jabar.
Sedangkan pada bulan Maret 2023 ini Pemuda PGIW Jabar akan menggelar Camp Pemuda/I PGIW untuk itu di harapkan peran pemuda – pemudi Gereja dibawah PGIS Cianjur dan bekerjasama dengan Mahasiswa – mahasiswa Maranatha Bandung. “Mereka akan dilatih sebagai motivator – motivator,”
Pada bulan April ini direncanakan, PGIW Jabar akan menyelenggarakan Seminar, bekerjasama dengan beberapa lembaga, termasuk STT IKAT dan Universitas Maranatha Bandung, untuk menghadirkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. sebagai pembicara.
Selain itu, Pdt. Rosevelt juga memaparkan kinerja PGIW Jabar, di tengah adanya penilaian sebagai salah satu Provinsi intoleran, tidak membuat PGIW Jabar menyerah. Sebaliknya PGIW Jabar, terus bekerja, dan membentuk PGIS – PGIS di setiap Kabupaten/Kota di Jabar.
Rencananya, kata Pdt. Rosevelt, pada bulan Februari atau Maret akan membentuk PGIS di kota Purwakarta. Dalam pembentukan ini maka yang harus jadi pengurus adalah pendeta – pendeta utusan dari Gereja Anggota PGI yang terdaftar di Pusat tetapi sebagai anggota walau belum terdaftar di PGI tetap bisa menjadi pengurus di PGIS – PGIS Kota/Kabupaten se Jabar, sebatas anggota, bukan Ketua, Sekretaris atau bendahara,”katanya.
Disinggung ada satu Kota di Jabar yang jadi Ketua PGIS nya bukan dari Gereja anggota PGI Pusat, Pdt. Rosevelt menyatakan memang ada, yaitu Kota Cirebon. “Ini khusus, tetapi akan berakhir di periode ini. Setelah itu peraturan harus dari Gereja anggota PGI Pusat harus diberlakukan,” tegasnya dan berterima kasih kepada Gereja – gereja anggota PGI yang sudah terlibat dengan hadirnya 13 PGIS di Provinsi Jabar.
Pada tahun 2023 ini PGIW Jabar juga berencana merenovasi Kantor PGIW Jabar. “PANITIA sudah terbentuk yang di ketuai Ketua IV MPH PGIW Jabar, Pnt. Prof. Dr. Beltsasar Tarigan,”tutur Pdt. Rosevelt.
PGI (Gereja) Tidak Berpolitik tetapi Perlu Menyampaikan Suara Kenabian
Tahun 2023 ini partai – partai politik mulai “memanasi mesin politik” baik tingkat daerah atau tingkat pusat. Bahkan, disebut – sebut pada tahun 2023 ini, nama – nama calon Presiden akan diputuskan oleh partai – partai yang dapat mengusung calon Presiden.
Adanya perkembangan politik di tahun 2023 direspon oleh Ketua PGIW Jabar, Pdt. Rosevelt. “Saya berharap utusan PGIW Jabar di Sidang MPL PGI yang berlangsung di Kota Balikpapan, sejak 28 – 31 Januari 2023, ini mendapatkan kesempatan untuk bicara. Dan akan disampaikannya menghadapi tahun politik ini dan menyampaikan harapan kami kalau bisa konflik – konflik Gereja itu volumenya makin kecil kejadiannya dan yang masih berkonflik supaya diselesaikan,”tutur Pdt. Rosevelt.
Apa yang disampaikan Pdt. Rosevelt ini karena memang masih ada anggota PGI yang “berkonflik” seperti GPIB dan GMIM, juga sesama GKSI, serta lainnya. “Ini kami harapkan di suarakan di Sidang MPL PGI, sebab sudah lama tidak selesai – selesai,”
Sedangkan ke luar, dalam hal ini tahun politik, Pdt. Rosevelt berpendapat bahwa di Sidang MPL PGI, dapat dibicarakan masalah-Intoleran di beberapa Propinsi khususnya di Jawa Barat agar PGI segera menghimbau DPR-RI segera memutuskan RUU PTSA yang sampai saat ini belum di bahas tapi Draft Akademisnya sudah disampaikan. Gereja tidak boleh berpolitik praktis tetapi harus memiliki sikap politik. Gereja harus mampu menyatakan kebenaran yaitu Suara Kenabian.
Tahun Politik sudah dimulai untuk menuju saat yang sangat menentukan memilih calon pemimpin yang benar-benar dapat mengayomi seluruh masyarakat. “Tentu suara kenabian itu harus disampaikan kepada umat dengan menyampaikan pemimpin bangsa yang harus dipilih nanti adalah orang (suku) Indonesia asli. Saya berharap ini ada yang munculkan di Sidang MPL PGI 2023 di Balikpapan. Ini perlu dibicarakan karena Gereja yang hidup harus mengerti politik. Gereja harus mampu membawa suara kenabian, kebenaran yaitu mendorong supaya presiden berikutnya adalah memiliki komitmen tentang kebangsaan dan pluralism—kesimpulannya melanjutkan yang baik saat ini,”.
Bahkan Pdt. Rosevelt tidak menampik bila memang konstitusi memberkan peluang untuk Ir. Joko Widodo menjabat 3 periode. “Saya setuju. Alasannya karena memang Ir. Joko Widodo sudah menunjukkan kerja – kerjanya yang berpihak pada rakyat dan dilakukan secara merata sampai ke Papua. Tidak hanya itu, Saya baru lihat Presiden di Indonesia, Ir. Joko Widodo berani menyatakan secara terbuka, seperti di Bogor kemarin soal pemberian hak kepada umat Kristiani dan umat lainnya untuk beribadah,”
Pdt. Rosevelt menutup perbincangan dengan media ini dan berharap peserta sidang MPL PGI dapat mempertimbangkan pendapatnya yang bila ada kesempatan akan disampaikan dalam sesi sidang MPL.