Jakarta – Pengambilalihan kekuasaan pemerintahan di Myanmar oleh junta militer menuai kecaman dan komentar prihatin dari berbagai pimpinan bangsa dan Lembaga agama di dunia. Termasuk dari Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPH-PGI).
Dalam Suaran Pers yang diterima media ini dari Ketua Umum MPH – PGI, Pdt. Gomar Gultom, tertanggal 25 Februari 2021, Jakarta, isinya mengungkapkan rasa keprihatinan atas masalah sosial – politik di Myanmar paska kudeta junta militer atas pemerintahan yang sah di Myanmar, di mana militer —secara sepihak— telah membatalkan hasil pemilu yang diselenggarakan secara damai dan adil pada 8 Nopember 2020 lalu.
PGI memandang, pemilu adalah jembatan emas menuju masyarakat demokratis yang adil, dimana kepentingan dan kehendak rakyat banyak diartikulasikan. Pemilu ini adalah satu- satunya mekanisme berkala untuk pergantian dan kesinambungan kepemimpinan pemerintahan di tengah masyarakat demokratis, termasuk di Myanmar.
Oleh karena itu, PGI mengharap semua pihak di dalam negeri Myanmar dan komunitas internasional hendaknya mengakui dan menghargai hasil Pemilu Myanmar, yang dilaksanakan secara damai dan terbuka tersebut demi keamanan dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Myanmar.
PGI menyayangkan, di tengah proses rangkaian pemilu tersebut junta militer yang tidak puas dengan kepentingannya, melalukan kudeta, pada Februari 2021, dan mengabaikan hasil pemilihan tersebut. Kontan kudeta ini telah memicu gelombang aksi penolakan rakyat, yang dibalas dengan aksi kekerasan oleh junta militer dan telah memperburuk krisis yang harus dialami rakyat di tengah masa sulit pandemi Covid-19.
Terkait dengan situasi krisis di Myanmar, MPH PGI menyampaikan beberapa hal, pertama, mendorong pemerintah RI untuk menuntut junta militer Myanmar untuk kembali ke barak dan menyerahkan kepemimpinan bangsa dan negara Myanmar ke tangan otoritas Sipil Myanmar hasil Pemilu 8 November 2020 dengan melalukan alih kepemimpinan secara damai dan menolak segala bentuk pertemuan dan dialog dengan junta militer.
Kedua, sangat mengharapkan dan mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk mengupayakan langkah-langkah strategis yang dapat mengembalikan kehidupan demokrasi di negeri seribu pagoda tersebut. Dukungan terhadap pemerintahan hasil Pemilihan Umum 2020 di Myanmar sangat diperlukan sebagai bentuk komitmen kita terhadap nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, seturut dengan cita-cita pembentukan NKRI dalam semangan dan mandat yang dimuat dalam Pembukaan UUD 1945.
Ketiga, hal-hal yang dapat memicu sorotan dunia, bahkan rakyat Myanmar sendiri, akan keberpihakan negara terhadap kekuasaan junta militer saat ini, hendaknya dihindari oleh setiap pihak yang membangun komunikasi dan narasi terkait Myanmar. Termasuk upaya RI, yang disinyalir telah mulai membangun komunikasi dengan junta militer yang berkuasa melalui kudeta.
Keempat, mengimbau pemerintah dengan otoritas yang dimilikinya, serta dalam semangat ASEAN untuk tidak mencampuri masalah internal Myanmar, kecuali pengakuan dan bentuk dukungan bagi perjuangan menegakkan hasil pemilu November 2020.
Terkait dengan ini, PGI mengimbau pemerintah RI untuk secara tegas menolak untuk terlibat, apalagi mendukung upaya rejim Militer untuk menyelenggarakan pemilu tandingan, yang diperkirakan akan semakin memecah rakyat dan negara Myanmar.
Kelima, mengajak gereja-gereja di Indonesia untuk turut mendoakan rakyat Myanmar agar diberi kekuatan dan mampu melewati masa-masa krisis yang sedang rakyat Myanmar hadapi; demikian pula agar kehidupan sosial-politik di Myanmar segera aman dan stabil.
Pernyataan pers MPH – PGI yang ditandatangani Humas PGI, Philip Situmorang ini, sebagai komitmen mendukung demokrasi, keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian di Myanmar, yang menjadi tugas bersama seturut dengan mandat UUD 1945 kepada semua, khususnya pada bagian Pembukaan UUD 1945.