
Jakarta – Mandat Gereja-gereja di Indonesia lewat Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) dan Sidang Raya Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (SR-PGI) untuk lebih meningkatkan pelayanan Rumah Sakit PGI Cikini yang berada di Jl. Raden Saleh, No 40 – Cikini, Menteng Jakarta Pusat telah dijalankan oleh Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI.
Sayang ditengah penyelamatan yang dibuat oleh Gereja-gereja di Indonesia, masih saja ada yang menyebarkan informasi tanpa memperhatikan keputusan Sidang MPL dan SR PGI yang akhirnya menjurus pada hoaks.
Untuk meluruskan semuanya itu, pihak MPH PGI sudah menggunakan berbagai media yang ada untuk mensosialisasikan, baik hasil-hasil Sidang MPL dan Sidang Raya tetapi situasi berkembang ke ranah hukum.
Konferensi Pers masalah BOT RS Cikini dengan Primaya Hospital Group yang “diserang”. Tampak, Constant Ponggawa, SH dan Sekretaris Umum MPH PGI serta Hotman Paris SH (Foto : dok. pgi.or.id)
Senin (26/7/2021), PGI mengadakan jumpa pers secara virtual dari Grha Oikumenen, Jakarta untuk kembali menjelaskan kepada umat tentang semangat dan niat PGI meningkatkan pelayanan RS PGI Cikini.
Sekretaris Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty menegaskan kebijakan yang diambil MPH PGI bersama Yayasan dan tim yang dibentuk telah melewati sidang MPL dan SR.
“Rencana BOT jauh hari sudah dibahas MPH PGI di Sidang Raya Tahun 2019 di Waingapu dan Sidang Raya mengamanatkan untuk dilakukan pengembangan RS Cikini dengan mengundang investor dengan mekanisme BOT dan MPH PGI telah membentuk tim negosiasi,” tegas Pdt. Jacky.
Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty, juga menjelaskan saat ini MPH-PGI, Yayasan Kesehatan (Yakes) RS PGI Cikini bersama PT Famon Awal Bros Sedaya atau Primaya Hospital Group, telah menandatangani kerjasama pada Jumat (25/6) di Grha Oikoumene PGI, Jakarta.
Ditambahkannya, Investor dalam hal ini Primaya Hospital Group, hanya mengelola 1 hektare tanah selama 30 tahun sejak ditandatanganinya BOT dan akan membangun di atasnya bangunan rumah sakit seluas 14,000 M2 serta bangunan parkir 4,000 M. Sedangkan sisa tanah seluas kurang lebih 4,5 Ha akan tetap dikelola oleh PGI dan Yakes PGI untuk terus menunjang visi dan misi PGI dan Yakes PGI.
Dalam jumpa pers, Pengurus Yakes RS PGI Cikini, Constant Ponggawa SH mengungkapkan MPH-PGI bersama Yakes RS PGI Cikini telah melakukan pendekatan dan sosialisasi terkait BOT. Tetapi ada oknum yang tidak merasa puas dan membawa masalah ke ranah hukum dengan melaporkan ke pengadilan.
“Karena PGI terus diserang oknum-oknum melalui hoaks bahkan sampai membawa ke ranah hukum, pilihan terakhir PGI dan yayasan menunjuk pengacara,” ujar pria yang pernah duduk di DPR-RI menjadi ketua fraksi dari Partai Damai Sejahtera ini.
Pengacara yang ditunjuk PGI dan Yakes, Hotman Paris Hutapea mengatakan pihak yang membuat pengaduan ke pengadilan terkait kerja sama Build Operate Transfer (BOT) RS PGI Cikini dengan Primaya Hospital Group tidak memiliki kapasitas atau legal standing.
Masih kata pengacara kondang ini, oknum-oknum yang mengadukan ke ranah hukum ini bukan pegawai atau pengurus yayasan. Sehingga oknum-oknum yang mengadukan ini tak punya kapasitas atau legal standing.