JAKARTA – Kaum perempuan selama ini masih mengalami banyak diskriminasi baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil. Bentuknya pun bermacam-macam, antara lain kekerasan fisik maupun psikis, stigma negatif, domestikasi dan marginalisasi.
Hal ini kemudian disuarakan dalam peringatan Hari Persekutuan Perempuan Gereja Asia (HPPGA) 2020 dengan tema “Menerobos Tembok, Menutup Jurang Pemisah dan Maju dalam Solidaritas” yang digelar Komisi Perempuan PGIW DKI Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Ibadah digelar di Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) Cililitan dengan menerapkan protokol Kesehatan yang ketat. Jumlah kehadiran pun dibatasi, dan setiap yang datang wajib mencuci tangan sebelum masuk ruang ibadah, memakai masker dan menjaga jarak. Selain itu, ibadah juga disiarkan secara live streaming melalui kanal Youtube HKI Cililitan.
Ibadah diisi dengan pujian dan persembahan pujian dari kaum perempuan yang disiarkan dalam bentuk virtual choir.
Ketua Komisi Perempuan PGIW DKI Jakarta, Norry Mangindaan berterima kasih atas dukungan gereja dan anggota perempuan sehingga acara bisa terlaksana. Meskipun tidak semua bisa ikut secara langsung karena masa masih masa pandemi. “Meski tidak semua bisa ikut acara ini secara langsung, namun hal ini menunjukkan bahwa perempuan Indonesia telah ikut dan berkontribusi melalui pengumpulan mata uang terkecil (Permut) untuk perempuan di negara-negara miskin serta anak-anak korban bencana,” katanya.
Norry berpesan supaya kaum perempuan tidak lelah berjuang menegakkan keadilan untuk sesama perempuan Asia. Dibutuhkan komitmen untuk melayani dan menerobos tembok pemisah.
Sementara itu, dalam sesi firman Tuhan, Pdt. Ali Sadikin Siregar mengungkapkan bahwa saat ini masih banyak diskriminasi mulai dari gender, status sosial hingga agama. Bahkan belakangan ini diskriminasi semcam itu semakin menguat.
Dalam Alkitab, lanjut Pdt. Ali, Tuhan sebenarnya menciptakan laki-laki dan perempuan sepadan serta segambar dengan-Nya. Hanya saja dalam kehidupan, khususnya budaya banyak terjadi diskriminasi terhadap perempuan. “Dalam budaya juga ada, budaya patriarki, di mana pria dianggap berkuasa, diutamakan dan sebagainya. Inikan sebenarnya tidak sesuai dengan Firman Allah,” katanya.
Pdt. Ali mengajak kaum perempuan dan gereja saling mendukung untuk dapat merubah paradigma masyarakat bahwa perempuan adalah kaum yang lemah. Ini perlu dilakukan supaya ke depan, perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata. “Apa yang diperjuangkan ini tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk generasi mendatang.” (NW)