Banten – Bicara Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Provinsi Banten, tidak lepas dari nama seorang pendeta perintis bernama Abraham Silooy yang saat ini anaknya bernama Pdt. Yopie Silooy, telah meneruskan pengembalaannya, sekarang beralamat lengkap di Jalan Kisamaun No.136 Babakan – Tangerang.
Pdt. Abraham Silooy masuk Banten, setelah melewati gemblengan rohani dari salah satu nama paling dikenal atau salah satu pionir GPdI, ayah mertua dari Pdt. Hanny Mandey, yaitu Pdt. Rungkat. “Papi saya tadinya tinggal dan melayani di Jawa Timur. Karena kenal dekat dengan Pdt. Rungkat, diajaklah pindah melayani di Jakarta,”cerita Pdt. Yopie Silooy.
Permintaan Pdt. Rungkat disetujui Pdt. Abraham Silooy tanpa berpikir panjang. Pasalnya pada waktu itu dibenaknya patuh atau dengar – dengaran kepada pemimpin akan mendatangkan kebaikan (berkat).
Di Jakarta, Pdt. Abraham Silooy, tinggal di Pintu Air, dan mulai merintis pekerjaan Tuhan di Tangerang, Banten. Jarak yang harus ditempuh oleh Pdt. Abraham Silooy, begitu jauh dengan menggunakan sepeda. Semangat melayani Tuhan Yesus mengalahkan semua rasa lelah yang ada pada dirinya dan tantangan yang dihadapi dalam perintisan.
Berbekal semangat melayani Tuhan, Pdt. Abraham Silooy, mendatangi kampung Cerewet yang penduduknya mayoritas orang Indonesia suku Tionghoa. “ Papi mulai perintisan pelayanan di kampung Cerewet, Tangerang, yang mayoritas orang – orang Indonesia dari suku Tionghoa,”cerita Pdt. Yopie Silooy.
Pada zaman itu, Indonesia akan memasuki kemerdekaan. Banyak orang Indonesia keturunan Tionghoa merasa terancam dan mencari perlindungan di Gereja yang sedang dirintis oleh Pdt. Abraham Silooy.
Sebagai Pendeta yang memegang surat dari Angkatan perang untuk melayani umat Kristiani di Tangerang, Pdt. Abraham Silooy membuka diri dan memberikan perlindungan. Banyak dari yang berlindung itu menjadi jemaat gereja perintisan Pdt. Abraham Silooy.
“Papi saya pintar, itu sebabnya mendapatkan surat keterangan dari Angkatan perang. Modal surat itu Papi bisa keliling merintis, bukan hanya di Tangerang, tetapi sampai ke Rangkas Bitung, Serang, Cilegon, Labuan dan lain -lain,”tutur Yopie Silooy.
Selama merintis di berbagai pelosok di Banten, Pdt. Abraham Silooy tidak mendapatkan kesulitan karena memiliki kemampuan bergaul yang baik dan pengetahuan memadai, termasuk menguasai Bahasa Belanda.
“Papi saya memiliki banyak teman, dari kalangan rendah sampai atas, termasuk orang kaya temannya. Juga ditunjang dengan kemampuan Bahasa Belanda,”kata Pdt. Yopi Silooy.
Bersamaan dengan semangat melayaninya, pasangan suami istri Pdt. Abraham Silooy dan Agustina Ruhulessin dikaruniai putra dan putri yaitu, Pdt. Lea Silooy (Serang), Pdt. Febe Silooy (Karawaci), Pdt. Yopie Silooy, yang lahir di Pintu Air, Jakarta Pusat (Kisamaun & Kebon Jati), Pdt. Yohana Silooy (Cilegon), Pdt. Dr. Francis Silooy (Serang) dan Pdt. Yermina Silooy (Sewan).
Pdt. Abraham Silooy, sebagaimana merawat pelayanan begitupun merawat keluarga. Anak – anaknya dimotivasi untuk dekat kepada Tuhan dengan memfokuskan diri mengejar Pendidikan. Itu sebabnya salah satu adik Pdt. Yopie Silooy ada yang menjadi dokter.
Cita – Cita Menjadi Perwira Angkatan
Sejak kecil, Yopie Silooy mendapatkan didikan dari Pdt. Abraham Silooy dengan gaya “Belanda” yang tertib, diantaranya untuk setia kepada Tuhan Yesus dan terus mengejar Pendidikan.
Yopie Silooy kecil memutuskan cita – citanya untuk menjadi seorang perwira, Angkatan Laut atau Angkatan Udara. Untuk mengejar cita – citanya, setamat bangku setara dengan Sekolah Lanjutan Atas, langsung ke Surabaya untuk mengikuti tes perwira Angkatan Laut, tetapi tidak lolos karena tinggi badannya tidak memenuhi syarat.
Tidak putus harapan, Yopie Silooy, menuju Bandung untuk mengikuti tes masuk Angkatan Udara, lagi – lagi tinggi badannya menjadi penghalang, kali ini plus berat badannya. Mau tidak mau, tahun 1962 Yopie Silooy, banting setir kuliah ke yang sekarang dikenal dengan Kampus Trisakti.
Panggilan Tuhan Melayani
Namanya anak hamba Tuhan, tentu Tuhan tidak diam. Tuhan berusaha dengan keras untuk membawanya melayani Tuhan. Sampai akhirnya, Yopie Silooy memutuskan untuk sekolah Alkitab di Beji, Batu Malang.
Keputusan Yopie Silooy menempuh Pendidikan Sekolah Alkitab, menjadi seorang hamba Tuhan, adalah bentuk pemenuhan nazar Pdt. Abraham Silooy, kepada Tuhan.
Pdt. Abraham Silooy, pernah bernazar karena Yopie Silooy diserang penyakit Malaria Tropika. Pada tahun – tahun itu, penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk ini menjadi salah satu penyakit pembunuh.
“Saat sakit itu, Papi bernazar kalau saya sembuh akan diserahkan kepada Tuhan. Pasalnya dokter yang menangani sudah menyerah….,”kata Pdt. Yopie Silooy, sakit yang dialaminya itu dikarenakan mereka tinggal di Babakan, Tangerang, tidak jauh dari sungai, yang sering banjir dan genangan air yang tersisa menjadi sarang jentik – jentik nyamuk Malaria.
“Pendeta tinggal berdoa saja,” kata dokter. “Kalau memang anak saya akan di panggil Tuhan, silahkan itu keputusan Tuhan. Tapi bila Tuhan ijinkan sembuh, saya akan serahkan anak saya untuk pekerjaan Tuhan,” Begitu yang didengar Yopie Silooy dalam doa Papinya.
Pdt. Yopie Silooy tamat Sekolah Alkitab Beji, angkatan 17, langsung kembali ke Tangerang, untuk membantu pelayanan orang tuanya. Baru saja sampai di Tangerang, ada peristiwa yang menarik, Yopie Silooy diberikan tugas oleh ayahnya untuk pelayanan khotbah di hari minggu. “Coba khotbah You,”kata Pdt. Abraham Silooy.
Saat itu Pdt. Yopi Silooy, ingin menolak karena belum berani tetapi tidak dapat menolak. “Saya masih ingat khotbah pertama dengan topik kepemimpinan Musa. Saat itu juga saya yang diminta untuk doa berkat,”
Selesai ibadah, Pdt. Abraham Silooy berkata kepada Yopie Silooy, sambil meneteskan air mata gembira karena akhirnya Yopie Silooy bisa melayani Tuhan. “Ini saat – saat yang saya tunggu. Puji Tuhan, doa saya didengar oleh Tuhan. Mulai hari ini kamu jadi gembala. Saya serahkan pengembalaan ini,”
Ditugaskan menjadi gembala, Pdt. Yopie Silooy, mengaku bukanlah kebanggaan atau kegembiraan tetapi yang ada di hati dan pikiran, (perasaan dag – dig – dug). Apalagi banyak jemaat berkata bila nanti Yopi tidak seperti bapaknya maka kami akan pindah.
“Karena ini tugas diberikan oleh orangtua dan memang hati serta seluruh tubuh ini dipanggil oleh Tuhan untuk melayani, saya terima. Ini pengalaman yang luar bisa, berhadapan dengan pekerjaan Tuhan saja saya berani, apalagi kalau cuma berhadapan dengan manusia punya urusan, saya tidak akan takut,”katanya dan sejak itu Pdt. Yopie Silooy, berurusan dengan pengembalaan jemaat yang sekarang beralamat di GPdI, Jl. Promenade No 1 Kota, Tangerang.
Saat ditulis ceritera ini, jemaat yang digembalakan Pdt. Yopie Silooy bukannya pindah gereja lain, sebaliknya makin bertahan dan makin bertambah jumlahnya. Bahkan gedungnya sudah beberapa kali direnovasi demi untuk dapat menampung jemaat yang terus bertambah.
Rahasianya sampai suami dari Grace Polnaya ini mampu menjadi gembala dan semakin banyak jiwa – jiwa yang digembalakannya, pertama, melibatkan Tuhan secara benar. Kedua, banyak belajar, baca buku yang banyak. Ketiga, minta urapan Roh Kudus.
“Bukan hanya soal pelayanan, sampai mencari istripun saya cari dengan melibatkan Tuhan dan yang pintar serta cantik. “saya tidak mau asal – asal saja. Istri saya itu cucunya Om Nanlohi (salah satu perintis GPdI di Indonesia),”.
Perintis GPdI Banten
Melihat tulisan ini, jelas sekali perjalanan keluarga Silooy (Pdt. Abraham sampai Pdt. Yopie) menjadi pionir (perintis) GPdI masuk di Banten, tetapi fakta itu di pandangan mata keluarga Silooy, seperti diabaikan oleh pemimpin GPdI.
Sebagai bukti, obor peringatan GPdI satu abad (100 Tahun) tidak singgah di Gereja – gereja bersejarah (perintisan awal) GPdI, di Banten. “Obornya malah mampir di Restoran Remaja Kuring. Padahal faktanya, yang merintis awal di Banten ini adalah Papi saya, (Pdt. Abraham Silooy). Kenapa obornya tidak mampir di Gereja bersejarah di Banten? Sebagai Ketua Umum GPdI, Pdt. Johnny Weol yang dapat menjawab, dan bertanggungjawab,”.
Kiprah Organisasi
Tidak salah Majelis Pusat waktu itu menugaskan Pdt. Yopie SIlooy menjadi pemimpin transisi dari Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Banten. Pasalnya, ia memang memiliki kemampuan dalam berorganisasi.
Sejak muda, Yopie Silooy sudah aktif diberbagai organisasi kepemudaan. Karena kemampuannya berorganisasi, waktu itu ia belum terjun dalam dunia pelayanan, pernah dicalonkan oleh sebuah partai politik sebagai anggota DPRD di Banten.
Pdt. Yopie Silooy
Sedangkan dalam organisasi Gereja, nama Pdt. Yopie Silooy, telah tercatat dalam sejarah, pernah sebagai Anggota Majelis Daerah (MD) Jawa Barat. Juga tercatat sebagai koordinator pembentukan Majelis Daerah GPdI Banten, tahun 2000. Berlanjut dengan terpilih menjadi Ketua MD GPdI di Banten, pada tahun 2002. Lebih dari itu, menjadi penasehat Majelis Pusat periode Ketua Umum, Pdt. MD. Wakkary.
“Dalam pelayanan saya di Banten telah ‘melahirkan’ sebanyak 300 pengembalaan. Tanpa membandingkan dengan pemimpin GPdI Banten saat ini, tanyakan sudah berapa pengembalaan GPdI di Banten tahun 2022 ini? Silahkan mengukur prestasi pelayanan seorang pemimpin di Banten, bagi yang mau mengukur,”terangnya.
Soal apa rahasianya sampai ia mampu mengembangkan GPdI di Banten, Pdt. Yopie Silooy dengan rendah hati berkata, pertama adalah membangun hubungan dengan pemerintah Provinsi dan Kabupaten serta Kecamatan.
Kedua, sebagai seorang pemimpin harus mau dan berani untuk berkorban. Dalam hal ini menolong gembala – gembala yang ada dalam perintisan. “Saya tidak mau gembala – gembala ini mundur dari perintisan di Banten dan kembali ke daerah asalnya, seperti Manado. Saya bantu mereka agar bisa bertahan dalam perintisan dan sampai pengembalaan mereka berkembang,”
Pengakuan Pdt. Yopie Silooy, selama dirinya diberikan kesempatan memimpin GPdI Banten, ada puluhan Gereja yang dibelikan tanah ataupun belikan tempat.
Pencalonan Ketua MD GPdI 2022 – 2027
Apakah Pdt. Yopie Silooy akan mencalonkan diri sebagai Ketua MD GPdI Banten Periode 2022 – 2027? “Jemaat saya tidak ijinkan. Bagi mereka, mau cari apalagi, kan sudah pernah sebagai Ketua MD, dan semua kebutuhan sudah tercukupi oleh Tuhan lewat pengembalaan. Sekali lagi jemaat tidak menghendaki,”.
Di sisi yang lain, ada permintaan disertai tandatangan oleh hamba – hamba Tuhan GPdI di Banten, berjumlah 180 gembala, untuk ia maju. “ Lewat pertimbangan pelayanan dan panggilan Tuhan, saya berpikir perlu maju untuk menyalurkan berkat kepada hamba – hamba Tuhan,”katanya.
Disaksikan oleh media ini, walau Pdt. Yopie Silooy sudah tidak memimpin masih terus membantu hamba – hamba Tuhan GPdI di Banten. Untuk itu tidak salah kalau ia memutuskan untuk maju dalam MUSDA GPdI Banten. Pasalnya, kalau ia sendiri yang membantu maka sudah dapat dipastikan tidak akan mampu dan tidak akan merata bantuannya tetapi dengan menjadi Ketua MD maka bantuan akan merata karena selain uang pribadinya ada juga uang MD yang dapat diberikannya.
Pdt. Yopie Silooy, menargetkan bila dirinya dipercayakan memimpin GPdI Banten maka ia akan menyediakan penyaluran bantuan, kepada hamba Tuhan yang sakit, perpanjang kontrak dan yang melahirkan, termasuk bila ada hamba Tuhan (gembala ataupun istri gembala) yang meninggal.
“Kesimpulannya, saya maju karena dibutuhkan untuk pelayanan GPdI di Banten. Kalau kemauan saya pribadi, untuk apa lagi? Lebih baik berkosentrasi untuk pekerjaan Tuhan dalam pengembalaan saya. Sekali lagi saya maju karena masih dibutuhkan,”tegasnya
Harapan Pdt. Yopi Silooy
Bicara GPdI yang telah mencapai satu Abad, Pdt. Yopie Silooy berharap agar para pemimpin yang ada makin dewasa, diantaranya harus meninggalkan sukuisme.”Bagi yang memiliki kemampuan, berikan mereka kesempatan, jangan dilihat mereka dari suku apa,”tegasnya.