JAKARTA – Korupsi saat ini sudah semakin merajalela. Dibutuhkan kerjasama antara semua pihak untuk memutus kejahatan ini. Salah satunya bisa dimulai dari gereja dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada anak-anak melalui sekolah minggu.
Hal ini diangkat dalam diskusi virtual “Belajar Asyik Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah Minggu” yang merupakan kerjasama antara PGI, KPK dan GAMKI, Sabtu (14/11/2020). Acara ini diikuti para guru sekolah minggu dari berbagai daerah.
Dilansir dari pgi.or.id, keynotespech Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan gereja dapat menjadi pahlawan anti korupsi yang dimulai dari sekolah minggu yaitu mengajarkan budaya anti korupsi kepada anak-anak. “Karena KPK tidak mampu sendiri. Harus ada gerakan dari masyarakat dan semua elemen harus bahu-membahu,” katanya.
Sementara itu, Direktur Dikyanmas KPK Giri Suprapdiono menekankan 9 nilai anti korupsi sangat perlu diajarkan kepada anak-anak di sekolah minggu. 9 nilai yang dimaksud yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, berani, sederhana, kerja keras dan adil. “Ini penting agar melalui pendidikan mereka diajarkan untuk tidak korupsi. Sehingga agar kelak orang tidak korupsi bukan karena takut, tetapi memang tidak ingin (dan) karena dia punya kemampuan memimpin diri yang kuat.”
Ia juga mengungkapkan saat ini indeks persepsi korupsi Indonesia mendapatkan skor 40. Jika dilihat dari peringkat, Indonesia ada di posisi ke-85 dari 185 negara. Menurutnya, pencapaian skor 40 tidak mudah karena ada berbagai nada sumbang. Tapi meskipun begitu, pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini sudah on the track.
Di sisi lain, KAKR Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pdt. Oklin J Tarigan menceritakan pengalamannya terkait pengajaran nilai-nilai anti korupsi kepada anak-anak. Di GBKP, pengajaran nilai-nilai anti korupsi diajarkan melalui kegiatan Ersuli atau Rumah Belajar Sekolah Minggu GBKP yang juga disesuaikan dengan tema tahunan GBKP. Dalam kurikulum Sekolah Minggu GBKP ada 9 karakter penting yang diajarkan seperti, jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, pekerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Pdt. Oklin menjelaskan 9 nilai tersebut disampaikan melalui cerita Alkitab, pemutaran video dan simulasi. “Untuk mandiri misalnya, kami mengangkatnya dari 1 Samuel 3, tentang Samuel muda yang menjadi pelayan. Kami menekankannya dengan cara simulasi hidup mandiri dengan membuat daftar hal-hal yang sudah bisa dilakukan anak-anak secara sendiri. Lalu untuk misalnya dalam Mazmur 90:12, pentingnya menghargai waktu. Guru menjadi teladan dalam berdisiplin. Serta ada reward yang kami berikan jika anak-anak datang tepat waktu,” tuturnya.
Lebih jauh, misalnya untuk mengajarkan tentang keadilan, GBKP angkat melalui Imamat 19:15 tentang kisah Raja Salomo. “Karakter adil ini hampir tiap minggu di Rumah Belajar itu sungguh-sungguh ditekankan bagaimana anak-anak suka berebut mainan, berebut membaca buku cerita, tapi juga bagaimana kita memperlakukan mereka, mengajari membagi waktu dengan adil sehingga semua bisa mendapat kesempatan,” jelasnya.
Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom mengatakan korupsi bukan hanya soal uang tapi juga soal waktu, janji dan informasi. Ini menjadi tantangan bagi semua agama. Maka itu gereja tidak boleh diam dan mengambil sikap serta ikut memberantasnya.
Korupsi, lanjut Pdt. Gomar lahir dari roh konsumtivisme yaitu selalu bertumpu pada hasil yang tidak menghargai kerja keras. Konsumtivisme kemudian melahirkan jalan pintas yang memunculkan mental menerabas.
Menurutnya, gereja harus terus menerus mengajarkan nilai-nilai anti korupsi. Bisa melalui cerita Alkitab yang disampaikan secara kreatif. “Misalnya dengan mengingatkan bahwa kasih karunia Allah itu cukup (2 Korintus 12:9). Ini bisa dikembangkan lewat lagu-lagu, cerita-cerita. Kita juga harus mulai menanamkan rasa adil. Konsep adil yang bersumber dari pendamaian oleh Allah dalam diri Yesus (2 Korintus 5:19) yang juga mempunyai dimensi sosial-ekonomi. Lewat inilah kita mengajarkan nilai-nilai kejujuran, ketaatan, belajar dan kerja keras ,” katanya. (NW)