Lokasi GKI Yasim di Jalan KH Abdullah Bin Nuh kav 31, Bogor. (Foto: Radar Bogor/Sofyansah)

Bogor – Perwakilan pengurus GKI Yasmin Bona Sigalingging kecewa dan merasa ditinggalkan pihak Sinode pasca keluarnya Surat Pastoral Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) Senin (21/6/2021).

“Kami pikir semua masih bersama, tapi ternyata pindah (mendukung) relokasi (hibah), kami juga tidak dilibatkan dalam proses hibah itu,” ungkap Bona dalam live IG @gki_yasmin bersama Aan Anshori (Jaringan Islam Anti-diskriminasi dan Gusdurian Jombang), Pdt. Stephen Suleeman (Pendeta GKI), Selasa (22/6/2021).

Bona merasa aneh karena pihak GKI Yasmin yang merupakan korban, tidak dilibatkan dalam diskusi terkait hibah lahan. Pihak GKI Yasmin seperti sengaja disingkirkan oleh pihak Sinode GKI. Hal itu Bona bicarakan Terkait Tim 7 yang disinggung dalam Surat Pastoral Sinode GKI.

“Jadi sebenarnya janji Bima Arya kepada pengurus (Saya dan pak Jayadi), dia bilang akan buat Tim 7. Tapi supaya lancar, saya dan pak Jayadi tidak perlu masuk dalam Tim 7. Dia berjanji akan terus berkomunikasi meskipun secara formal tidak ada di Tim 7,” katanya.

Usai perbincangan dengan Wali Kota Bogor Bima Arya, pihak Bona mengajukan beberapa nama kepada Badan Pekerja Majelis Sinode GKI Sinwil Jabar, hingga terpilih seorang perwakilan dari jemaat GKI Yasmin, Thomas.

BACA JUGA  Luhut Pandjaitan Buka Rahasia Suksesnya Di Hadapan Ribuan Kader GMKI-GAMKI

“Beliau (Thomas) lama-lama tidak nyaman dengan Tim 7 karena ditekan untuk tidak menyebarkan berita-berita hasil percakapan dengan Bima Arya kepada pengurus GKI Yasmin. Pertanyaan kami, kalau pak Thomas dihalangi komunikasi dengan pengurus, lalu fungsi dia apa?,” tanyanya.

“Akhirnya pak Thomas mengundurkan diri karena semakin tidak tahan dengan kondisi di dalam Tim 7. Ada juga 2 tanggal penting di mana pak Thomas tidak dilibatkan. Pertama, tanggal 27 Maret saat rapat dengan Pemkot. Pak Thomas tidak dilibatkan dengan alasan sedang ikut vaksin. Kedua, saat ngobrol letak tanah (lahan) hibah, pak Thomas tidak dilibatkan lagi,” lanjut Bona.

Bona menegaskan persoalannya bukan soal hibah (relokasi). Namun terkait putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 127/TUN/2009 tertanggal 9 Desember 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, ditambah lagi dengan Rekomendasi Wajib Ombudsman RI tertanggal 12 Oktober 2011.

Dirinya justru mempertanyakan soal sudah adanya rekomendasi dari FKUB dan izin berupa tanda tangan dari warga sekitar. Menurut Bona, itu aalah sebuah hal yang aneh.

BACA JUGA  GPdI Betlehem Adakan Syukur Pengembalaan, Sekalian HUT Pernikahan Pdt. Adrian dan Pdt. Katoutje

“Dalam pengurusan rumah ibadah, tanda tangan baru diminta kepada warga sekitar ketika status tanah jelas (lokasi). Tapi pertanyaan saya, akta hibah tanah baru disampaikan tanggal 13 Juni, lalu kok sudah ada rekomendasi FKUB dan tanta tangan warga? Itu rekomendasi dan tanda tangan untuk yang mana?,” tanya Bona.

Boma meminta Sinode GKI benar-benar membuka mata dalam kasus yang menimpa GKI Yasmin. Sebab selama ini dirinya merasa Sinode GKI tidak peduli dan justru menganggap para pengurus GKI Yasmin adalah kelompok yang balelo.

“Sebelum kami jumpa pers di Komnas HAM (bulan Mei 2021) dan jumpa Pers kedua (di Kantor YLBHI, bulan Juni 2021), kami berusaha menghubungi BPMS GKI tapi tidak ditanggapi. Kami kecewa, karena merasa ditinggalkan,” ungkap Bona.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0
+1
2

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini