
Jakarta – Minggu (13/6/2021) Wali Kota Bogor dalam konferensi pers di GKI Pengadilan, Bogor mengungkapkan Pemerintah Kota Bogor telah menghibahkan lahan baru untuk pembangunan rumah ibadah GKI Yasmin di Cilendek Barat.
Menurut Bima, dirinya sudah melakukan 30 pertemuan resmi dan 100 pertemuan informal dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah GKI Yasmin. Pihak yang dimaksud Forkopimda DPRD, aparatur pemerintah kota, MUI, FKUB dan juga tentunya tim 7.
Perwakilan pengurus GKI Yasmin, Bona Sigalingging menjelaskan duduk persoalannya bukan soal hibah (relokasi) tapi terkait putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 127/TUN/2009 tertanggal 9 Desember 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, ditambah lagi dengan Rekomendasi Wajib Ombudsman RI tertanggal 12 Oktober 2011.
“Klaim Bima Arya berprestasi adalah sebuah kebohongan publik. Gereja masih disegel dan IMB belum kembali aktif sesuai keputusan MA. Kasus ini bukan soal GKI Yasmin, Bogor saja, tapi ini soal Indonesia,” tegas Bona membuka konferensi pers di gedung YLBHI, Jakarta, Selasa (15/6/2021).
Turut hadir juga perwakilan SETARA Institute, YLBHI, dan lain-lain.
Bona mengungkapkan selama ini GKI Yasmin hanya menerima janji manis Bima Arya yang akan menyelesaikan persoalan ini sesuai konstitusi.
“Soal negosiasi, kami menyesal terlalu percaya pada Bima, sehingga kami tidak memiliki catatan terkait (isi) pertemuan-pertemuan kami. Kami begitu percaya,” ungkapnya.
Lebih jauh, Bona menjelaskan janji yang dimaksud Bima seperti tanah milik GKI Yasmin di Jl KH Abdullah bin Nuh kav 31, Taman Yasmin, Bogor akan dibangun gedung dua lnatai. Lantai 1 untuk gereja dan lantai 2 untuk pusat keberagaman dan kerukunan.
“Tidak benar jemaat dan pengurus GKI Yasmin adalah sekumpulan orang yang mbalelo, yang hanya mau menang-menangan sendiri dalam proses penyelesaian kasus GKI Yasmin,” jelasnya.
Setelah usul pertama, kata Bona, Bima kemudian mengubah keputusannya dan mengatakan bahwa gedung akan menjadi dua bagian. Satu untuk gereja dan satu lagi untuk Masjid yang akan dikelola Pemkot Bogor.
“Kedua usulan Bima Arya tersebut, GKI (Sinode, klasis) telah menyatakan persetujuannya. Namun Bima Arya yang justru mengubah-ubah ide dan gagasannya sendiri dan sekarang justru merelokasi gereja,” paparnya.
Bona mengatakan jemaat GKI Yasmin sebenarnya telah membuka pintu kompromi begitu besar sejak awal kasus adalah kenyataan bahwa lokasi gereja saat ini di Jl KH Abdullah bin Nuh Kav 31 Taman Yasmin Bogor adalah sudah merupakan hasil beberapa kali relokasi.
“Beberapa lokasi sebelumnya yang adalah tanah fasos untuk rumah ibadah Kristen, ternyata dibangun sebagai rumah ibadah dari pemeluk agama yang lain. Hingga akhirnya jemaat GKI kehabisan jatah fasos di Kompleks Perumahan Taman Yasmin sehingga tanah yang sekarang yang bangunannya disegel adalah bukan lagi tanah fasos melainkan tanah privat yang dibeli,” katanya.
“Lalu mengapa setelah gereja GKI memiliki IMB sah di tanah hasil relokasi, justru diperlakukan diskriminatif seperti ini, dimana kami malah justru diharuskan untuk kembali direlokasi?,” tanya Bona.
Bona menjelaskan terkait Akta Hibah Tanah yang diberikan Wali Kota Bogor saat ini sudah sampai pada tahap 3 sesuai dengan tahap penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadah sesuai Pasal 21 PBM No.9/8 Tahun 2006 (penyelesaian perselisihannya dilakukan melalui Pengadilan) dan Putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
“Maka dengan itu, prosesnya tidak dapat mundur ke tahap Kedua atau tahap Pertama. Selanjutnya, putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Wali Kota Bogor dengan Akta Hibah Tanah yang kemarin ditandatangani,” tegasnya.
Lebih jauh, Akta Perjanjian Hibah Tanah tersebut tidak dapat menganulir Putusan Pengadilan yg telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, Akta Perjanjian Hibah Tanah tersebut bertentangan dengan Hukum (Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap), sehingga Akta Perjanjian Hibah tersebut haruslah dinyatakan tidak sah.
“Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata jelas bahwa suatu Perjanjian/Kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan Hukum/undang-undang (termasuk Putusan Pengadilan yg telah berkekuatan hukum tetap),” jelasnya.
Untuk itu, lanjut Bona, Bima sudah tidak berhak memberi hibah tanah dalam rangka penyelesaian sengketa pendirian gedung gereja GKI Yasmin (karena sudah memasuki ranah Pengadilan dan Putusannya telah berkekuatan hukum tetap).
“Berdasarkan Pasal 227 KUHPidana, perbuatan Wali Kota Bogor yang memberikan akta hibah tanah tersebut tergolong sebagai perbuatan pidana, karena Pengadilan sudah mencabut hak Wali Kota dan sudah masuk pada tahap Ketiga dalam Pasal 21 ayat (3) PBM No.9/8 Tahun 2006,” jelas Bona.
Bona berharap Bima ingat janjinya kepada GKI Yasmin dan berkomitmen terhadap hukum, konstitusi dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Hentikanlah menggeser isu dari persoalan ketidakpatuhan hukum dan konstitusi seorang pejabat publik seolah-olah menjadi persoalan ‘bersatu atau tidak bersatunya gereja.’ Bukalah segera segel ilegal yang sampai sekarang dipasang di gereja GKI Yasmin,” harapnya.
Bona juga meminta Presiden Jokowi mengoreksi kinerja para pemimpin daerah yang gagal mematuhi hukum dan konstitusi seperti Nawacita.
“Koreksilah kebijakan relokasi Bima Arya atas GKI Yasmin karena relokasi ini akan menjadi contoh buruk penyelesaian kasus intoleransi serta kepatuhan hukum dan konstitusi di Indonesia sebab cenderung meminggirkan siapapun kelompok yang dianggap berbeda dan minoritas,” pinta Bona.
Wali Kota Bogor menyerahkan berita acara serah terima hibah lahan di GKI Pengadilan, Bogor, Minggu (13/6/2021). (Foto: kompas/Ramdhan TB)
Di sisi lain, Jayadi Damanik (perwakilan dari GKI Yasmin) menambahkan ketika serah terima tanah hibah hari Minggu lalu, dirinya memastikan tidak ada pihak dari GKI Yasmin yang ikut.
“Pendeta Tri yg disebut dari GKI Yasmin itu salah. Dia adalah pendeta di GKI Pengadilan. Tidak ada pengurus atau perwakilan dari GKI Yasmin yang hadir di sana,” tegas Jayadi.
Terkait tim 7 yang disebut Bima, Jayadi mengatakan bahwa tim 7 saat ini didalamnya tidak ada perwakilan dari GKI Yasmin.
Tim 7 merupakan tim yang memiliki tugas mempercakapkan hal teknis untuk pembagian lahan di Taman Yasmin pada tahun 2019. Tim 7 merupakan kesepakatan pengurus GKI Yasmin dan Bima Arya.
“Bima bilang saat perumusan tim 7, saya dan Bona jangan ada di dalam tim. Kemudian kami mengusulkan (tim 7) terdiri dari perwakilan dari seluruh jenjang di GKI,” ungkapnya.
“(kemudian) di tim 7 ada Thomas salah satu perwakilan dari GKI Yasmin. Dia memberi tahu semua perkembangan kepada pengurus GKI Yasmin. Hal itu rupanya membuat orang di dalamnya menjadi tidak nyaman dan perlahan mulai menyingkirkan orang kami, hingga akhirnya dia mengundurkan diri.”