JAKARTA – Sosok yang satu ini masih banyak yang belum mengenalnya. Tapi bagi pemuda – pemuda di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), cukup familiar.
Pasalnya pemilik nama lengkap, Jonathan Ivan Mandagi B.Com, MBA, M.Th saat ini mendapatkan kepercayaan dari Ketua Pemuda dan Anak (KPA) DKJ, Pdp. Hans Tjahjadi, S.PAK, untuk mengurusi Biro pemuda BPD GBI DKJ periode 2023 – 2027.
Pengakuan Jonathan Ivan Mandagi B.COM, MBA, M.Th, atau akrab disapa, Ivan ini pelayanan yang diberikan oleh Pdp. Hans Tjahjadi, S. PAK, tidak jauh – jauh dari pelayanan yang sudah ditekuninya atau dikerjakan di Gereja asalnya, GBI Puri Indah.
“Sejak tahun 2016 saya di GBI Puri Indah menjabat sebagai Ketua Komsel Anak Muda dan juga pernah dipercayakan sebagai Ketua Multi Media,”katanya dan menambahkan ke depan akan kembali aktif di Pemuda dan anak GBI Puri Indah atau HOB.
Lebih jauh, Ivan membuka asal muasal dirinya bisa dipercayakan melayani di KPA DKJ. Pertama kebetulan waktu itu baru menyelesaikan Magister Theologia (M.Th) di STT Bethel, Petamburan, seorang dosen di STT Bethel, Petamburan, merekomendasikan dan juga memintanya untuk dapat membantu Pemuda BPD GBI DKJ.
Kedua, rekan pelayanan di GBI Puri Indah, juga merekomendasi namanyakepada Ketua DPA BPD GBI DKJ dan meminta untuk “membantu” pelayanan di DPA BPD GBI DKJ.
“Saya kemudian dipertemukan dengan Ketua DPA GBI BPD DKJ, Pdp. Hans Tjahjadi. Dalam perbincangan itu diberitahu tugas yang akan saya kerjakan dan semuanya tidak jauh – jauh dari kehidupan pelayanan yang saya jalani. Saya menerima tugas dari Pdp. Hans Tjahjadi tersebut, dan kebetulan juga tesis saya adalah bersinggungan dengan pemuda,”katanya.
Tesis dari Ivan tepatnya, Peran Kepemimpinan dan Kinerja Generasi Milenial dan Generasi Z pada pertumbuhan Gereja. “Tugas saya di DPA GBI DKJ itu memang khusus untuk memajukan Pemuda GBI DKJ,”
Ivan mengatakan untuk memajukan DPA BPD GBI DKJ, ia tentu melakukan kolaborasi program DPA Badan Pengurus Pusat dan Daerah, khususnya Jakarta, serta “tuntutan” zaman yang ada.”Yang urgent untuk dibuat di BPD GBI DKJ berhubungan dengan Pemuda GBI mengembalikan arah dari banyak pemuda yang sudah kehilangan arah. Selain itu yang banyak terjadi saat ini bukan hanya di Jakarta tapi dimana-mana akan adanya delay regenerasi atau delay pemberian kepercayaan dari generasi atas kepada generasi muda untuk maju dan memberikan kepercayaan terutama di kebaktian atau ibadah umum. Jarak ini yang membuat generasi muda ketika berada di ibadah umum merasa tidak relevan. Akibat dari delay tersebut membuat banyak anak muda pindah Gereja yang mereka rasa lebih relevan ataupun tetap di Gereja namun lebih memilih menjadi jemaat saja dan menghindari pelayanan” paparnya seraya meminta gembala – gembala untuk pelayanan fokus kepada generasi muda.
Dalam hal lain, media ini bertanya sesuai tesisnya. Apakah ada tidak survei pemuda beribadah memiliki dampak positif dalam kehidupan rohani pemuda itu? Ivan menjawabnya bahwa pasti ada dampak positif, tapi tidak dapat dihindari agak triki. Kenapa? Karena sesuai survei yang Ivan pelajari, ada cukup banyak pelayan pemuda ke Gereja karena ada tugas pelayanan, kalau tidak ada maka pemuda itu tidak melihat ada tujuannya untuk ke Gereja.
Bicara soal pemuda ke Gereja, Ivan mengatakan sesuai survei yang dipelajari juga banyak pemuda ke Gereja dikarenakan ikut (dipaksa) orang tuanya. Akibatnya, pemuda ke Gereja menjadi tanpa tujuan, tepatnya tidak merasakan Tuhan dalam beribadah. “Selain karena orang tua mereka ( Pemuda ) juga karena banyak pemuda terpapar teknologi. Pemuda – pemuda yang terpapar teknologi ini, bila mendengar khotbah pendeta yang ‘mencurigakan’ penjelasan atau pernyataannya atau datanya maka langsung membuka aplikasi pencarian di HP. Maksudnya, pernyataan dari pendeta langsung dicari, apakah benar atau pendetanya hanya buat – buat. Mudahnya informasi membuat pemuda lebih skeptik,”.
Ivan memberikan solusi kepada gembala – gembala, tanpa harus menggurui dengan meminta gembala harus lebih smart dalam menyampaikan firman Tuhan. Pertama, berkhotbah dengan data—refrensinya harus jelas alias jangan ada referensi yang tidak jelas apalagi yang berhubungan dengan data dan kebenaran seperti contoh, histori, maupun tafsir di dalam Firman.
Kedua, layani dengan lebih progresif. Contoh, lebih terarah kepada apa yang menjadi beban (persoalan hidup) pemuda, bukan templat. Kenapa? Pada umumnya persoalan pemuda sebenarnya adalah membutuhkan realisasi diri dan dipercaya.
“Ketika mereka (pemuda) mendapat kepercayaan—di situlah mereka memulai inovasi ide – ide yang baru. Untuk itu dibutuhkan gembala yang memahami pengaruh generasi sebelumnya dan dapat membuka kerjasama antar generasi,”tuturnya.
Ivan meminta gembala – gembala hindari berkata tidak boleh ketika berbeda paham dengan pemuda masalah liturgi atau tata cara ibadah. Sebaliknya harus memahami intisari dari struktur, dari liturgi, serta doktrin yang dipahami dengan tuntutan zaman, khususnya generasi Milenial dan Z. Tapi! Jangan sampai intisari berubah.
“Pemuda sekarang tidak membutuhkan kepemimpinan seperti dahulu top downmelainkan membutuhkan pemimpin yang transformational, ada sesuatu yang baru dan yang terbuka serta mau berdiskusi. Intinya pemuda itu mau suaranya didengar,”tegasnya.
Ditambahkan oleh Ivan, pemuda juga membutuhkan teologis kontemporer tetapi tetap pada relnya (Firman Tuhan). “Makanya saya katakan, ketika ingin berubah atau mentransformasi kita tetap pada inti sarinya, jangan sampai berubah—tata caranya boleh saja berubah,”urainya dan memberikan contoh, pemuda sangat menikmati Firman Tuhan bila terjadi penyampaian dua arah (diskusi) atau disampaikan dalam “gaya” pemuda, sebagai contoh sembari kongko – kongko.
Bila pendetanya belum mau menuruti keinginan pemuda, paling tidak mengambil jalan tengah yaitu menggabungkan keinginan pemuda dan orangtua. Bicara menggabungkan tidak terbatas pada pendeta menyampaikan firman Tuhan, tetapi juga di dalam dunia pelayanan baik itu menjadi user, kolektan atau lainnya.
Diakhir perbincangan, Ivan Mandagi, meminta para gembala atau pendeta untuk tidak perlu kuatir, apalagi takut dengan transformasi yang diingini pemuda selama tidak keluar dari intisari beribadah, yaitu Firman Tuhan disampaikan dan dapat dipahami oleh audiens (penerima)—walaupun terkadang dengan cara – cara yang mungkin sudah tidak liturgian (ibadah yang baku).
Sekali lagi, Ivan Mandagi meminta pendeta atau gembala jangan kaku dengan keinginan pemuda. Sebab satu waktu generasi tua yang ada sekarang akan tergantikan oleh generasi yang lebih muda. Untuk itu, supaya Gereja bisa berkembang, ini saatnya mulai mengadopsi keinginan – keinginan anak muda tanpa mengurangi esensi sebuah ibadah dan pastinya harus sesuai dengan Firman Tuhan.
“Kalau kita bicara anak muda (pemuda), diharapkan Gereja – gereja dapat menerapkan sesuatu yang sesuai dengan beban anak muda. Tolong berkomunikasi dengan baik, carilah masalah – masalah, beban – beban anak muda untuk diberikan solusi. Intinya sensitif komunikasi dalam segala hal. Anak muda itu ingin suaranya didengar, dan ingin pendapatnya dijalankan. Kepercayaan, komunikasi, pendekatan aplikasi teknologi sesuai zaman menjadi hal yang penting dalam dunia anak muda