JAKARTA – Umat Kristiani termasuk Warga (Hamba Tuhan dan Jemaat) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) pada Kamis (9 Mei 2024) lalu telah memperingati Kenaikan Isa Almasih (Tuhan Yesus Kristus).
Seperti biasa, setelah memperingati Kenaikan Isa Almasih, dalam hal ini warga GPdI memasuki yang dikenal akrab dengan doa sepuluh hari. Istilah kerennya yang dipakai umum adalah hari pencurahan Roh Kudus atau Pentakosta.
Bicara Pentakosta atau pencurahan Roh Kudus, membuat media ini menghubungi salah satu Pimpinan Daerah GPdI yang ada di Indonesia, Pdt. R Gultom, di nomor HP 0812786XXXX, meminta waktu untuk dapat memberikan refleksi perihal hari pencurahan Roh Kudus.
Menurut Pdt. R. Gultom, momentum hari pencurahan Roh Kudus kepada orang percaya adalah mendapatkan pengalaman seperti yang dialami murid – murid Yesus—pada saat Yesus Kristus terangkat ke surga. “Pondasi dasaranya adalah percaya kepada Tuhan. Dia berjanji akan mengirimkan Roh penghibur yang adalah pribadi Allah sendiri untuk tinggal dalam hidup kita sehingga kita dituntun pada kebenaran Firman Tuhan,”
Untuk itu, Pdt. R. Gultom mengajak khususnya warga GPdI, dan pada umumnya umat Kristiani untuk mempersiapkan diri dengan bertekun dalam doa. “Maka kita harus mempersiapkan diri untuk bertekun dalam doa, dan memberikan waktu untuk menantikan janji Tuhan yaitu Roh Kudus-Nya dalam tindakan penyembahan seperti yang dilakukan Murid Yesus di Loteng Yerusalem,”
Warga Gereja yang menerima Roh Kudus, diurai kata Pdt. R. Gultom akan mendapatkan kuasa. “Roh kudus adalah pribadi Allah sendiri yang mana di dalamnya mengandung kekuatan yang dahsyat, dalam Kis 1:8 “Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas mu…” hal ini kuasa Roh Kudus sebagai pemimpin Gereja termanifestasi lewat hikmat yang sangat bermanfaat untuk menemukan solusi dalam tiap persoalan yang di hadapi, dalam kontek gembala sidang,”
Dalam konteks manifestasi Roh Kudus, ungkap Pdt. R. Gultom, selain hikmat, ada juga urapan dan pewahyuan serta kemampuan untuk mengembalakan setiap jemaat yang dipercayakan. “Secara lahiriah tidak mudah menjadi pemimpin Gereja—Gembala Sidang, namun kekuatan dan kemampuan harus disadari itu adalah hasil karya tangan Tuhan yaitu Roh Kudus yang memberikan kekuatan dan pertolongan,”ungkapnya.
Pdt. R. Gultom juga menekankan usia GPdI yang sudah satu abad lebih, dan tersebar di seluruh daerah, sampai ke pelosok Negeri bahkan di kancah Internasional dari yang memiliki fasilitas mewah sampai dengan fasilitas terminim. Bahkan tidak sedikit GPdI yang tidak memiliki penerangan dalam beribadah. Tapi tetap GPdI berkibar dengan tangguh menghadapi dan melewati tiap tantangan.
“Pergerakan GPdI dimulai dari peranan Roh Kudus, banyak tanda dan mujizat, Tuhan kerjakan bagi GPdI di seluruh dunia, Tuhan pakai para bapak Gereja dan Pionir GPdI dari masa ke masa. GPdI maju dan berkembang melawati zaman sampai masa kini, GPdI terus berkembang. Kita harus menyadari bahwa setiap organisasi memiliki tips pertumbuhan dan perkembangannya masing – masing, maka ada istilah rumput tetangga terlihat lebih hijau”.
Bertolak dari istilah itu, Pdt. R. Gultom meminta kepada semua warga GPdI untuk dapat terus menjaga dan merawat GPdIdengan tiap potensi dan talenta yang ada di GPdI. “GPdI telah membentuk puluhan ribu Pendeta. GPdI telah melahirkan ribuan Gereja, GPdI mengajar kebenaran firman Tuhan kepada jutaan jiwa manusia, hal ini adalah karya Roh Kudus, yang bekerja pada Gerejanya khususnya GPdI.
“Dalam hal ini saya juga menyampaikan dalam pelayanan pekerjaan Tuhan agar GPdI memperhatikanya. Kita tidak kekurangan orang pintar, kita tidak kekurangan orang bertalenta, namun mari perhatikan GPdI harus menambah jumlah bilangan orang (Hamba Tuhan) yang hidupnya diurapi oleh Tuhan. Ini sangat penting karena dari urapan Tuhan akan tercipta pekerja Tuhan yang Kudus, tulus dan bagus,”.
Momentum pencurahan Roh Kudus ini, kata Pdt. R Gultom, yang harus dilakukan adalah menaikan doa kepada Tuhan dengan mendoakan seluruh pimpinan GPdI, baik di tingkat Pusat, Daerah bahkan Wilayah, agar kiranya Tuhan menaruhkan hati yang melayani dan dengan motivasi yang tertuju kepada Tuhan saja, sehingga setiap pimpinan GPdI takut akan Tuhan.
“Sehingga kita tidak terjebak dalam situasi yang saling menyalahkan, Arahkan tiap padangan kita kepada cara Tuhan bekerja, merawat jemaat yang Tuhan percayakan, ajar jemaat dengan nilai – nilai firman yang benar. Tuhan Pasti berkati GPdI dengan kemajuan dan pertumbuhan yang luar biasa
Media ini juga meminta komentar dari Pdt. Samuel Jianto. “Pertama konsep berpikir tentang Roh Kudus harus berubah dulu, yang selama ini banyak orang Pentakosta salah. Roh Kudus itu adalah Allah, arti penuh Roh Kudus itu harus jelas, bukan hanya misalnya cari lidah asingnya saja,”.
Pdt. Samuel Jianto menuturkan, Roh Kudus sudah bekerja sejak awal tetapi belum jelas. Di zaman akhir Roh Kudus bekerja maksimal. “Kalau zaman Nabi – nabi dulu Roh Kudus bekerja insedentil makanya meskipun Daud itu Raja tetaoi Roh Allah meninggalkannya. Roh Allah kesannya datang dan pergi di masa Nabi – nabi, tidak permanen. Tetapi zaman Perjanjian Baru (PB), Roh Kudus turun permanen, bekerja dan salah satu karyanya membaptis,”
“Kita orang GPdI percaya baptisan itu sekali tetapi setelah itu harus penuh Roh Kudus. Kata penuh itu bila bertolak dari Kisah Para Rasul, maka terus menerus, bukan sekali penuh selesai. Itu sifatnya proses, kita ini orang Pentakosta perlu mengerti dengan benar, sehingga tidak berpikir setiap tahun cari Roh Kudus karena Roh Kudus datang dan pergi. Sebenarnya kita sudah dibaptis oleh Roh Kudus, kita sudah mengalami lahir baru tetapi setelah itu kita harus mengalami dipenuhkan. Kata dipenuhkan adalah penuh dan ditambah lagi – tambah lagi sampai luber,”.
Manifestasinya Roh Kudus, kata Pdt. Samuel Jianto, dapat dilihat dalam Galatia 5 ; 22 – 23. “Meskipun kita percaya harus berlida asing tapi bukan lida asing yang dicari. Kalau penuh, manifestasinya ada lidah asing tetapi bukan cari lida asingnya, yang utama buahnya. Kata buah, bukan buah – buah. Sering kali kita dengar orang pakai istilah buah – buah Roh Kudus, itu salah. Bahasa aslinya itu tunggal (buah). Artinya satu buah sembilan rasa, bukan buah – buah,”.
Kalau orang penuh Roh Kudus, harusnya kata Pdt. Samuel Jianto, buahnya bertambah – tambah, seperti bunyi dalam Galatia 5 : 23. Kalimat terakhir, “tidak ada hukum yang menentang hal – hal itu,”. Rasa dari satu buah itu tidak ada batasnya, kasih tidak ada batas, sabar tidak ada batasnya dan seterusnya, tetapi kalau kepandaian ada batasnya.
Pdt. Samuel Jianto, menegaskan hamba – hamba Tuhan GPdI harus mengerti dengan benar yang dimaksud dengan dipenuhi Roh Kudus, sehingga motivasinya itu menjadi bener, bukan arogansi. “Kayaknya sebelah berlidah asing lalu saya tidak maka saya akan ngarang – ngarang atau bikin – bikin, itu salah, masa iya ikut – ikutan. Makanya harus mengerti benar tujuan dipenuhkan itu apa. Sebenarnya seperti yang ditulis dalam Kisah Para Rasul, apabila Roh Kudus turun atas kamu, kamu akan jadi saksi,”.
Orang yang dipimpin Roh Kudus, menurut Pdt. Samuel Jianto, akan menampakkan sikap care, sikap berhati – hati. Itu berarti sedang dipimpin oleh Roh Kudus. Gereja mestinya memberitakan manisfestasi yang seperti ini, jangan cuma ditekankan harus berlida asing, jangan heran kalau di Gereja berlida asing tetapi di luar Gereja menipu.
Pdt. Samuel Jianto, mengatakan pemandangan GPdI sekarang tidak sesuai (tidak sama) dengan cerita – cerita tentang para pendiri GPdI. “Mungkin saya bisa salah, mudah – mudahan saya salah, sebab motivasi dalam penggembalaan saat ini, banyak yang membangun kerajaan diri sendiri. Terus suka nganggap orang lain salah, yang lain sesat merasa diri lebih super, bergeser sekarang, kalau dulu, awalnya murni mungkin,”
Hal itu terjadi, kata Pdt. Samuel Jianto, dikarenakan kurang memobilisasi jemaat untuk bermisi. Kisah Para Rasul 1 : 8, kesannya yang diambil adalah penuh Roh Kudus supaya sakti, supaya hebat. Padahal, penuh Roh Kudus di Kisah Para Rasul 1 itu untuk bermisi dan bersaksi.
Agar GPdI bisa maju, dengan momentum hari pentakosta, hari pencurahan Roh Kudus, Pdt. Samuel Jianto, berkata semua pemimpin organisasi ini harus duduk bareng dan melakukan evaluasi, yang namanya doktrin itu hasil kesepakatan, kalau alkitab itu tidak bisa diubah – ubah. “Semisal setiap tahun kita melakukan tradisi berdoa sepuluh hari, tidak ada masalah tapi bukan mencari Roh Kudus yang hilang. Kita berdoa itu untuk makin meluaskan/membuka hati, mengevaluasi diri, makin kudus, makin berkenan,”.
Ditanya, apakah Roh Kudus meninggalkan GPdI? Menurut Pdt. Samuel Jianto, Roh Kudus bukan meninggalkan GPdI. Sebaliknya GPdI yang meninggalkan Roh Kudus, dengan pakai semangatnya sendiri, pakai euforianya sendiri, pakai stile tradisinya yang dianggap sudah nomor satu terus. “Hati – hati loh, kita lari duluan tetapi yang lari belakangan sudah ada di depan, kita ditinggal,”
Pdt. Samuel Jianto, mengatakan harusnya GPdI tidak bangga dengan satu abadnya, harusnya gunakan usia satu abad untuk mengevaluasi. “Sekarang misalnya, di Sekolah – Sekolah Alkitab masing – masing guru mengajar dengan versinya, tidak ada keseragaman. Sebenarnya kalau di GPdI ada yang berkata kuat doktrin, bukan doktrinnya yang kuat, tradisinya yang kuat. Juga tradisi dari para pendiri GPdI itu bisa salah, belum sempurna, mereka waktu itu masih bermodalkan semangat—harusnya generasi sekarang mengevaluasi supaya makin baik. Tapi kesannya GPdI tidak ada waktu untuk mengevaluasi,”.
Disayangkan oleh Pdt. Samuel Jianto, GPdI yang usianya sudah 1 abad tetapi tidak memiliki garis doktrin yang jelas. “Kita belum punya doktrin, coba cari di perpustakaan buku – apakah ada bukunya, yang ada mungkin buku sejarah. Kita suka ngomong, “dulu gembala saya begini mengajarkan” selalu begitu, tetapi tidak ada buku doktrinnya,”.
Media ini bertanya, “Apakah perlu mengganti kepemimpinan yang mengerti tentang organisasi, termasuk membuat buku doktrin?” Jawabnya, ganti tidak ganti kalau orang merasa senang dengan GPdI yang sekarang, merasa sudah ada di zona nyaman, tidak bakalan mau ganti. Bukan persoalannya GPdI kurang kader untuk memimpin tetapi karena yang milih tidak mau ganti.
Harusnya kata Pdt. Samuel Jianto, kaderisasi itu jalan, suksesi itu mesti jalan dalam kepemimpinan dan semua aspek. Mestinya orang yang harus duduk dikursi kepemimpinan memiliki kemampuan, bukan karena senang (suku, teman atau satu angkatan) walau tidak ada kemampuan di kasih tempat duduk, itu salah dan membuat kaderisasi tidak jalan.
Pdt. Samuel Jianto, menutup pembicaraan dengan mengajak semua untuk memahami dengan benar peranan Roh Kudus. Kalau merasa memiliki kuasa Roh Kudus maka harusnya hidupnya benar. Sebab orang yang penuh Roh Kudus harus hidup bener. Roh Kudus itu juga tertib, teratur, konsisten, bukan kacau. Seseorang yang dipenuhkan dengan Roh Kudus itu pasti berintegritas, yang diucapkan dengan yang dilakukan itu sama.