Japarlin Marbun dalam Cover (Foto : dok. Ist/JM)

JAKARTA – Agustus (23 – 25) tahun 2023 menjadi jadwal Gereja Bethel Indonesia (GBI) akan menyelenggarakan Sidang Sinode, dengan agenda di antaranya, pelantikan Ketua Umum (Ketum) Badan Pengurus Pusat (BPP) untuk periode 2023 – 2027. Sedangkan pemilihan Ketum hanya dilangsungkan di Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL), pada 21 – 23 Agustus 2023.

Untuk sementara belum ada calon Ketum BPP GBI. Pasalnya untuk mendapatkan calon Ketum BPP, harus melewati pemilihan Bakal Calon (Balon) Ketum BPP di Sidang Majelis Daerah (SMD), yang saat ini sedang berlangsung di berbagai daerah. 

Nama Balon yang sudah masuk arena saat ini ada nama petahana, Pdt. Rubin Adi Abraham dan Ketum Badan Pengurus Harian (Sekarang BPP) periode 2016 – 2019, Pdt. Japarlin Marbun. 

Nama kedua putra terbaik GBI ini sudah dipilih di SMD yang berlangsung di SMD Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Kepada media ini, Pdt. DR. Japarlin Marbun menyatakan kesiapannya untuk menjadi Balon Ketum BPP dengan beberapa alasan.

Pertama, terpanggil untuk membangkitkan GBI karena melihat pengaruh GBI secara nasional diperiode ini makin meredub dibanding saat ia memimpin. “Pada zaman saya memimpin, karena pengaruh positifnya secara nasional begitu kuat sampai – sampai Presiden RI, Ir. Joko Widodo, mengajak GBI (pengurus BPH) bertemu di Istana. Tapi sekarang ini, bisa dinilai sendiri, GBI bagaikan mau hilang ditelan bumi,”

Kedua, kawan – kawan dari berbagai daerah merasa kurang diperhatikan, dalam pengertian tidak pernah diajak ngobrol dan jarang mendapatkan kunjungan serta sentuhan. “Kita harus pahami bahwa perhatian itu tidak melulu (dibatasi) hanya sekedar uang. Juga kalaupun ada perhatian dengan menggunakan uang—ternyata hanya kecil nilainya untuk ke berbagai daerah. Apalagi selama pandemi kemarin, dimana gereja – gereja banyak tutup sekian lama sehingga hamba – hamba Tuhan yang pendapatannya murni hanya dari Gereja (betul – betul tidak ada pendapatan), dari informasi yang kami peroleh lebih banyak tidak mendapatkan sentuhan (bantuan) daripada yang mendapatkan,”kata Pdt. DR. Japarlin Marbun. 

Lebih jauh, Pdt. DR. Japarlin Marbun juga mendapatkan informasi bantuan untuk pembangunan Gereja dan kepada hamba Tuhan nilainya sangat sedikit. “Itulah alasan – alasan  yang membuat mereka meminta saya,”

Mendengar dan melihat fakta – fakta di atas, Pdt. DR. Japarlin Marbun, yang kaya pengalaman dan sudah berkiprah di GBI sejak zaman Om Ho (Pdt. H.L. Senduk) Ketum BPH, ia sudah diberikan kepercayaan menjadi Sekretaris III. Padahal Saat itu ia baru saja tamat dari Sekolah Teologia, Petamburan. 

Saat Pdt. Suryadi memimpin, Pdt. DR. Japarlin Marbun diberikan kepercayaan sebagai Sekretaris II. Sedangkan di Zaman Pdt. DR. Suhandoko Wirhaspati memimpin ia diberikan kepercayaan sebagai Sekretaris Umum (Sekum). Termasuk saat Pdt. DR. Jacob Nahuway memimpin ia dipercayakan sebagai ketua. Setelah itu ia terpilih menjadi Ketum. 

“Melihat dan mendengar keluhan kawan – kawan (gembala dan pendeta) tidak diperhatikan, tidak ada kunjungan dan tidak ada sentuhan maka hati nurani memanggil. Jujur sudah tidak menjabat dalam struktur organisasi sebenarnya melepaskan beban, menjadi bebas berkreasi dalam pengembalaan dan penginjilan,”

BACA JUGA  Pengurus Baru PERWAMKI Bertemu Pdt. DR. Japarlin Marbun

Panggilan dari kawan – kawan pendeta dan gembala itu membuat hatinya merasa dipanggil, demi GBI apapun akan dikorbankannya. “Itu sebabnya saya katakan kepada kawan – kawan  pendeta, gembala dan wartawan jangan hanya memanggil saya dan berkata dukung tetapi harus berikan bukti dukungan pertama – tama lewat SMD – SMD.  Khusus untuk wartawan, beritakan perbandingan kinerja saat saya memimpin dan saat kepemimpinan periode ini,” tuturnya dan mengajak semua yang memintanya untuk dapat membuktikan komitmen secara bersama – sama dengannya untuk melangkah mengikuti proses demi proses sesuai AD/ART dan Juklak yang dibuat oleh BPP. 

Tolak Aklamasi Jalankan Proses Demokrasi

Proses awal adanya pemilihan Balon Ketum BPP  ada di SMD tiap BPD. Proses pemilihan di SMD sudah diatur dalam Juklak yang dibuat oleh BPP dan telah dibagikan kepada BPD – BPD. “Dalam Juklak tidak ada opsi untuk aklamasi memilih seorang Balon Ketum BPP, tidak ada.  Kalau ada daerah yang mengambil keputusan aklamasi untuk Balon Ketum BPP, itu mengingkari Juklak yang dibuat oleh BPP sendiri,”terangnya.

Bahwa memang AD/ART kata Pdt. DR. Japarlin Marbun, ada aturan mengedepankan musyawarah dan mufakat. Tapi bila tidak terjadi mufakat dapat menggunakan pemungutan suara. Aturan ini berlaku untuk umum, misalnya untuk penetapan tata tertib, penetapan majelis ketua, penetapan hasil komisi, pleno dan lain sebagainya. 

Sedangkan untuk pemilihan, dijelaskan Pdt. DR. Japarlin Marbun, seperti pemilihan Ketua BPD, MPL dan Balon Ketum BPP diatur oleh Juklak yang dibuat BPP. “Sekali lagi Juklak itu tidak memberikan opsi untuk aklamasi. Adalah aneh (saya dengar) ada oknum BPP yang menjadi Majelis Ketua di SMD mendorong terjadinya keputusan aklamasi untuk Balon Ketum BPP. Ini seperti lagu, kau yang memulai, kau yang mengingkari,”

Ditambahkannya, oknum BPP tersebut tidak taat asas terhadap organisasi, dan tidak konsisten dalam mengeluarkan Juklak. “Saya himbau kawan – kawan di daerah untuk menolak cara mencari hasil yang cepat tetapi melangkahi prosedur. Itu tidak betul.  Saya meminta kawan – kawan mengawasi jalannya SMD agar kalau ada oknum BPP yang mengarahkan untuk aklamasi harus segera dengan berani menunjukkan Juklak buatan BPP,”. 

Pdt. DR. Japarlin Marbun melihat ada indikasi cara – cara (aklamasi) semacam didisain (upaya) agar di Sidang MPL memilih Ketum BPP secara aklamasi. “Tapi saya yakin kawan – kawan kita dengan mengetahui Juklak maka tidak akan diam bila ada mobilisasi untuk aklamasi di SMD. Sebab satu suara saja yang berbeda nama dengan mayoritas tetap akan dihitung Balon dari SMD tersebut 2 orang,”paparnya. 

Kembalikan AD/ART dan Hak Pendeta serta Gembala

BACA JUGA  Hoaks Menerpa Pdt DR Ir Niko Njotorahardjo

BPP lewat mekanisme telah memutuskkan AD/ART bukan di Sidang Sinode. Dan salah satu keputusan yang ada sangat merugikan hak dan keterlibatan pendeta serta gembala – gembala dalam Sidang Sinode yaitu pemilihan Ketua Umum hanya akan dilangsungkan lewat perwakilan oleh Majelis Pekerja Lengkap (MPL)—tidak sesuai karena tidak dalam Sidang Sinode. 

“Kalau saya terpilih maka saya akan kembalikan hak para pendeta dan gembala. Sebab saya mengerti adanya sidang tempat pemilihan Ketua Sinode ya di Sidang Sinode, bukan sidang MPL. Sidang sinode itu adalah tempat, pertama berfellowship para pendeta dan gembala satu dengan yang lain.  Kedua, untuk pendeta dan gembala ikut menentukan jalannya GBI ke depan dengan menggunakan hak pilih tanpa diwakili,”kata Pdt. DR. Japarlin Marbun.

“Sebuah kebanggan yang melekat dalam kehidupan para pendeta dan gembala adalah ikut menentukan perjalanan dari organisasi mereka bernaung. Tentu lewat keterlibatan mereka dalam mengambil keputusan tingkat nasional (Sidang Sinode). Juga Sidang Sinode (acara tingkat nasional) menjadi tempat pembelajaran berorganisasi yang sangat bagus. Kalau yang terjadi saat ini hanya MPL yang memilih, ini tidak sesuai nama memilih Ketua Sinode, ya harusnya di Sidang Sinode tetapi sekarang namanya Sidang MPL malah memilih Ketum Sinode,” 

Pdt. DR. Japarlin Marbun berjanji bila dirinya terpilih makai a akan mengembalikan hak – hak pendeta dan gembala dengan ikut menentukan jalannya organisasi GBI lewat namanya Sidang Sinode—tidak sebatas di SMD dan keputusannya diwakilkan lewat namanya MPL untuk memilih.

“Saya mau kembalikan hak pendeta dan gembala. Saya sekalian mau beritahu kepada BPP sekarang untuk jangan takut adanya perdebatan dalam organisasi. Berdebat itu tidak dosa, yang penting setelah diputuskan, sepakat dan sahkan. Jangan sudah diputuskan secara sepakat yang namanya proses demokrasi masih ditentang, itu jangan dan bila masih begitu berarti belum dewasa berorganisasi. Tapi warga GBI sudah terbiasa dalam proses demokrasi dari periode ke periode berjalan baik. Bagi warga GBI proses demokrasi dianggap seni dalam berorganisasi. Hanya periode ini saja yang membingungkan kenapa proses demokrasi organisasi dibatasi?”.

Proses demokrasi yang dibatasi hanya lewat pemilihan di MPL, dicurigai oleh Pdt. DR. Japarlin Marbun, untuk supaya tidak banyak uang yang dikeluarkan. “Kalau alasannya uang, itu resiko dari sebuah proses demoktrasi dari organisasi yang mau sehat. Juga uang itu memangnya milik siapa? Milik para gembala dan pendeta juga. BPP itu hanya untuk mengelolah uang bukan pemilik uang. Jadi jangan berkata alasannya demi menghemat uang maka proses demokrasi di GBI (Sidang Sinode) dibatasi hanya dinikmati segelintir orang,”terangnya.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
7
+1
2
+1
3
+1
2
+1
0
+1
2
+1
14

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini