
JAKARTA – Pendeta – Pendeta di lingkungan Gereja Bethel Indonesia (GBI) dipertengahan Bulan Juni 2023 ( Sabtu, 17 Juni ) dikagetkan dengan berita seorang tokoh, pernah menduduki posisi – posisi atas di GBI, Pdt. Ferry H Kakiay “keluar” dari GBI.
Dalam perbincangan dengan media ini, Pdt. Ferry H Kakiay mengakui telah berpisah dengan GBI dan mendirikan Gereja Bethel Injili Nusantara (GBIN) membawa visi “Menjadi gereja yang berperan secara nyata dalam kehidupan masyarakat global,”

Perpisahannya dengan GBI yang telah membesarkan namanya, tidak lah mudah. Ada sekian waktu, sejak 2019 pria berdarah Ambon yang dilahirkan di Papua ini harus berpikir “keras”. Keinginan berpisahnya makin kuat dengan adanya alasan, mendasar lahirnya Tata Gereja GBI tahun 2021—masa pandemi.
“Saya harus jujur dengan tata Gereja GBI yang baru (produk 2021) itu tidak cocok dengan apa yang menjadi pikiran saya. Juga mungkin sudah berbeda dengan visi – misi dengan pendiri GBI, Pdt. H. L. Senduk,”tuturnya ringan saat berbincang di Café Kopilih, milik anaknya yang ada di samping Seminari Bethel Petamburan, Jakarta.
Awalnya, Pdt. Ferry H Kakiay mengaku mengkritisi Tata Gereja yang dilahirkan pimpinan GBI hanya lewat pertemuan di zoom, sejak Sidang Majelis Daerah Pertama di DKI Jakarta 2019, agar jangan diberlakukan dulu. Begitu juga di tahun 2020 namun di 2021 di ketok dalam masa pandemi. “Hehehehe seperti sudah kebelet ingin memberlakukan TTG baru,” katanya.

Kritikan dari Pdt. Ferry H Kakiay itu bukannya ditampung—malah ada kalimat – kalimat yang terlontar bahwa kalau tidak setuju dengan aturan yang ada silahkan angkat kaki. “Jadi saya pikir jalan itu yang paling baik. Saya waktu itu mulai memberikan signal ingin keluar sejak tahun 2019,”
Keinginannya untuk keluar dari GBI kembali dilontarkan di tahun 2020 tetapi ada yang menertawakannya dan berkata, “”Mau pingin lihat Pdt. Ferry H Kakiay keluar dari GBI bisa jadi apa? Mau bergabung kemana?” begitu kata Pdt. Ferry H Kakiay mengulangi kata – kata yang didengarnya. “Saya jawab mau buat sinode sendiri,” jawabnya.
Tidak berhenti di situ, ada juga yang berkata “emangnya Pdt. Ferry H Kakiay, punya duit? Pendeta miskin, gereja kecil,” demikian kata – kata yang didengarnya. “Penghinaan terhadap hamba Tuhan itu harus jauh dari mulut kita seorang pemimpin. Kenapa? Karena hamba Tuhan itu biji matanya Allah. Tuhan bisa pakai siapa saja, kapan saja dan secara tiba – tiba, dari yang biasa – biasa menjadi luar biasa,” demikian tanggapan Pdt. Ferry H Kakiay.
Alasan lainnya sampai Pdt. Ferry H Kakiay memutuskan berpisah dengan GBI, karena ingin meneruskan visi dan misi serta tujuan tentang Gereja dari pandangan pendiri GBI, Pdt. H. L. Senduk.
Pdt. Ferry H Kakiay menegaskan dengan adanya “perahu” baru membuatnya lebih leluasa untuk mengejawantahkan dan mengembangkan visi Pdt. H. L. Senduk. Meminjam kata – kata Om Ho. “Ingin lebih leluasa mengembangkan visi yang Tuhan berikan kepadanya—saya juga begitu,” terang Pdt. Ferry H Kakiay.
Melanjutkan visi – misi Pdt. H. L. Senduk yang dimaksud oleh Pdt. Ferry H Kakiay yaitu soal nilai – nilai dan ajaran – ajaran yang Pdt. H. L. Senduk sudah ajarkan dengan visi yang menggetarkan.
Pdt. Ferry H Kakiay memperjelas dirinya secara doktrin tidak meninggalkan GBI, secara perasaan malah kasihan. “Jadi keluar dari GBI saya bukan sedih tetapi kasihan. Kenapa tidak sedih? Karena saya masih tetap memegang doktrin (paham) dari Om Ho (Pdt. H. L. Senduk)—saya akan teruskan. Dalam batin saya akan terus membantu GBI sepanjang diperlukan untuk membantu dalam hal – hal, seperti GBI memiliki Sekolah Teologia maka orang – orang kita bisa kasih ke sana dan sebaliknya produknya bisa kita berdayakan,”.
Pernyataan kasihan keluar dari mulut Pdt. Ferry H Kakiay, alasannya karena melihat ada banyak kader terbaik GBI harus meninggalkan GBI. “Tapi ya, mau tidak mau saya harus pergi, kenapa? Mungkin dengan kepergian saya ini membuat satu catatan khusus supaya para pemimpin GBI ini bisa merenung dan berpikir untuk mengadakan pembaharuan dengan mengembalikan GBI ke visi – misi Om Ho (Baca Pdt. H.L. Senduk),”.
Pdt. Ferry H Kakiay meluruskan pengertian kata “mengembalikan” bukan berarti ada yang salah—karena memang tidak ada yang salah di GBI. “Saya tidak mau berkata ada yang salah di GBI dan membuat saya keluar, tidak. Tapi ada hal – hal yang saya merasa kurang dan itulah yang membuat saya jadi sedih lalu pergi dari GBI,”.
Lebih jauh, Pdt. Ferry H Kakiay memberikan catatan perpisahannya dengan GBI karena nilai – nilai yang sudah ditanam oleh pendidi GBI ( Om Ho ) mulai tergerus dengan situasi dan zaman ini. Misalnya Om Ho menanam kepada bahwa hamba Tuhan itu harus sederhana, rendah hati, jujur dan tulus—melayani dengan iman.
Fakta dalam pandangan Pdt. Ferry H Kakiay, banyak hamba Tuhan di GBI hidupnya tidak sederhana lagi. Sebaliknya “mempertontonkan” sebagai hamba Tuhan yang diberkati Tuhan dengan harus gerejanya besar, jemaatnya banyak, uangnya banyak, naik mobil mewah, sepatu, dasi dan baju yang mahal – mahal. Karena itu ada canal di media sosial yang membahas dan kebanyakan dibahas adalah pendeta – pendeta (hamba Tuhan) GBI.
“Kalau nilai – nilai yang sangat mendasar hilang dari para pejabat GBI, maka saya bisa bilang tidak bedanya itu pendeta dengan orang dunia—padahal mestinya ada perbedaan,” papar Pdt. Ferry Hakakiay.
Catatan tidak kalah penting lainnya, kata Pdt. Ferry H Kakiay, sepertinya ada pembiaran tentang ajaran – ajaran yang dibungkus dengan macam – macam. “Saya tidak perlu kasih tahu bungkus – bungkus apa, masing – masing orang pingin jualan dan supaya jualannya laku harus ada bungkus yang baru—padahal isinya sama, itukan sudah menipu tanpa disadari,”.
Oleh karena itu, Pdt. Ferry H Kakiay berharap dengan kepergiannya dari GBI dapat membuat para pemimpin GBI untuk melihat catatan – catatannya yang ditulis media ini. “Kepergian saya biarlah menjadi martir untuk menyadarkan para pemimpin di GBI,”tegasnya.
Catatan yang diberikan Pdt. Ferry H Kakiay tentunya bukan catatan asal bicara tetapi sudah melalui pengalamannya memimpin GBI. Sebagai informasi, pengalaman memimpinnya di GBI mulai dari Sekretaris Badan Pekerja Daerah (BPD) GBI DKI Jakarta 2 periode, Wakil Ketua BPD DKI Jakarta 1 periode, Ketua BPD GBI DKI Jakarta 2 periode, Sekum Badan Pengurus Harian (BPH) sekarang sudah menjadi Badan Pengurus Pusat (BPP) GBI 2 periode setengah bersama Pdt. DR. Jacob Nahuway, MA (Alm) dan 1 periode sebagai salah satu Ketua BPH GBI dalam kepemimpinan Pdt. DR. Japarlin Marbun.
Selama kepemimpinannya 2, 5 periode memimpin BPH (BPP) GBI bersama Pdt. DR. Jacob Nahuway (Alm) di GBI, dalam catatannya tidak ada yang keluar mendirikan sinode baru. Ini menjadi bukti dirinya memiliki kemampuan memimpin dan merangkul serta memberikan perhatian sehingga semua anggota (GBI) nyaman.
“Kepemimpinan itu sebenarnya sangat sederhana yaitu pemenuhan kebutuhan, menyangkut salah satunya adalah perhatian, pembapak-an. Untuk memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan—ini tidak mudah, diperlukan kerendahan hati—demi kepentingan bersama. Pemimpin itu juga bisa dijumpai oleh siapa saja, waktu kami memimpin sudah saya instruksikan kepada satpam sampai staf bila ada hamba Tuhan yang mau ketemu kami pemimpin maka “ratakan jalan” supaya mereka bisa bertemu kami dengan mudah. Tuhan Yesus juga bisa dengan mudah dijumpai,”.
Dalam bincang – bincang dengan media ini, Pdt. Ferry H Kakiay mengungkapkan Sinode Gereja yang didirikannya yaitu GBIN saat ini sudah terdaftar dengan telah mengikuti berbagai petunjuk dan persyaratan yang diharuskan. “Puji Tuhan sekarang GBIN sudah terdaftar dan tertuang dalam satu keputusan Negara bahwa GBIN adalah salah satu Gereja yang sah melakukan kegiatan dalam wilayah Indonesia,” ungkap Pdt. Ferry H Kakiay.
Sejak mendapatkan keabsahan sebagai Sinode dan ia sebagai Ketua Sinode, kata Pdt. Ferry H Kakiay sejak itulah sebuah beban menjadi berat. “Kalau hanya untuk mengurus untuk menjadi sah, itu mudah. Tapi sekarang yang menjadi beban adalah sudah harus segera melayani,”.
Dalam deklarasi, Pdt. Ferry H Kakiay berterima kasih kepada sekitar 30 an Gereja yang ikut dengannya di GBIN, tersebar di beberapa provinsi, seperti DKI Jakarta, Bali, Maluku, NTT, Papua dan Kalimantan. “Saya katakan deklarasi dulu di Jakarta baru kita ke daerah – daerah, dan tahun depan akan sidang sinode pertama,”
Disinggung uangnya darimana untuk mengoperasikan sinode GBIN, Pdt. Ferry H Kakiay menegaskan percaya dengan kuasa Tuhan. “Saya mau tegaskan yang ada di belakang saya adalah kuasa Tuhan. Seperti Om Ho mendirikan GBI, di belakangnya ada kuasa Tuhan, bukan orang yang banyak uang,”Pdt. Ferry H Kakiay menutup perbincangan dengan menginformasikan bahwa kepemimpinannya di GBIN akan menggunakan mekanisme seperti yang ditulis oleh gurunya, gembalanya, panutannya, orangtuanya yaitu Pdt. H.L. Senduk. “Ajaran – ajarannya saya akan teruskan. H.L. Senduk mengajarkan ajaran Rasul – rasul dan Rasul – rasul mengajarkan ajaran Yesus Kristus. Saya yakin dengan gaya kepemimpinan mengikuti Pdt. H.L. Senduk, sederhana, terbuka maka GBIN akan berkembang,” tutupnya.