Ketum BBP GBI, Pdt. Rubin Adi Abraham bersama jajaran BPP GBI ditemani Ketua BPD GBI Jakarta, Pdt. Kiky Tjahjadi ditemani jajaran BPD GBI Jakarta, untuk memukul gong sebagai tanda SMD dibuka secara resmi.

JAKARTA – Ketua Umum (Ketum) Badan Pengurus Pusat (BPP) Gereja Bethel Indonesia (GBI),Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, dalam Sidang Majelis Daerah (SMD), Khusus Gembala Badan Pekerja Daerah Jakarta, yang digelar 28 Mei 2024, mendorong agar pendeta – pendeta (gembala) GBI terus menjadi berkat bagi bangsa – bangsa dan kota dimana tempat melayani.

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham dalam menyampaikan sesi pembinaan di SMD Khusus Gembala BPD GBI Jakarta

Salah satu cara untuk menjadi berkat, diurai Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, dengan bekerjasama, termasuk dengan Church Of God (COG) yang memiliki jaringan di 198 negara di dunia.

Bersamaan dengan itu, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mengungkapkan perbincangan dengan para pemimpin di COG, di antaranya Gerakan penginjilan. “Saya katakan bagaimana kalau kita (GBI) siapkan missionaris dari Indonesia lewat jalur mereka tetapi kita buka GBI. Puji Tuhan COG setuju denga ide saya tersebut. Apa yang saya sampaikan, supaya kita (GBI) bisa mengembangkan pelayanan di dunia ini,”.

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham menuturkan untuk memenuhi tenaga penginjil yang dibutuhkan di negara – negara yang dibicarakan, maka strategi yang digunakan adalah “menjaring” orang – orang yang potensial dan punya hati penginjilan, dikumpulkan di Graha Bethel untuk dilatih selama 2 minggu minimal. Siapa yang nangkap konsep yang dilatih, kita support selama satu tahun merintis GBI diberbagai negara yang ada,” tuturnya, seraya berkata dengan begitu akan tercapai 30.000 misionaris yang diutus dari Indonesia ke bangsa – bangsa. Sehingga gerakan rohani bukan dari Barat ke Timur saja tetapi sudah waktunya Timur ke Barat, dan GBI mensupport pekabaran Injil di seluruh dunia.

Pada sesi pembinaan rohani dalam SMD Khusus Gembala BPD GBI Jakarta, tersebut, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mendorong agar gembala – gembala GBI Daerah Jakarta keluar dari 4 tembok Gereja dan membangun visi dunia. “Amanat Agung berkata pergilah ke seluruh dunia dan jadikan bangsa muridKu.  Kita harus perluas visi kalau mau Amanat Agung terjadi, tidak hanya melawat Indonesia tetapi dari Indonesia kita melatih dan mengutus orang ke bangsa – bangsa dengan spirit Pentakosta.

Spirit Pentakosta dijelaskan Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, ada 4 pilar pengajaran. Pertama, Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat. Kedua, Yesus pembaptis dengan Roh Kudus. Ketiga, Yesus adalah penyembuh yang ajaib. Keempat, Yesus adalah Raja. “Pendeta GBI sering – sering khotbah Yesus adalah Tuhan dan juruselamat, sering – sering dipraktikkan dengan mendoakan dalam nama Yesus agar yang didoakan sembuh. Dengan begitu tidak ada lagi orang ragu – ragu, apakah Yesus adalah juruselamat atau tidak,”.

Empat pilar Pentakosta di atas kata Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, disebut dengan Foursquare yaitu Yesus Kristus Juru Selamat, Pembaptis, Penyembuh, Raja yang Akan Datang. Di Amerika ada Gereja Foursquare yang bekerjasama dengan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Sedangkan GBI bekerjasama dengan COG, yang adalah Gereja Pentakosta tertua di dunia.

Empat pilar Pentakosta itu dalam pelayanan COG, diungkap Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, ditambahkan satu pilar (pilar kelima) yaitu kekudusan. “Inilah ciri dari Gereja kita yang juga dimulai atau punya akar dari gerakan Pentakosta,”.

Masih di sesi pembinaan, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, mengungkapkan keinginannya untuk membahas hal yang kadang – kadang bisa menjadi polemik atau punya pemikiran berbeda – beda, bahkan di kalangan GBI sendiri.

Masalah yang diungkap adalah bahasa roh atau karunia lidah. Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham berkata, kelompok Pentakosta percaya tanda awal baptisan roh kudus adalah berbahasa roh. “Pengakuan iman GBI mencatat, baptisan roh kudus adalah karunia Tuhan untuk semua orang yang disucikan hatinya. Tanda awal baptisan roh kudus adalah berkata – kata dengan bahasa roh,”.

“Saya rasa karena kita berada dalam wadah GBI, kita harus terima pengakuan iman GBI. Ada hamba Tuhan yang dari Gereja non GBI gabung ke GBI dengan  membuat pernyataan tertulis bahwa menerima semua pengakuan iman GBI. Dalam perjalanan pelayanan, teologianya berkembang, hamba Tuhan tersebut tidak percaya trinitas seperti yang dipercaya oleh GBI. Dia percaya oneness atau jesus only,”.

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, mengatakan hamba Tuhan tersebut mengajak debat GBI supaya GBI mengikuti apa yang dipercayanya. “Saya bilang, kami GBI tidak perlu berdebat. Kenapa? Karena anda waktu masuk GBI, sudah tandatangan semuanya, termasuk mengakui pengakuan iman GBI. Untuk apa berdebat dengan GBI, kalau anda tidak mau terima, silahkan di luar GBI saja. Kalau kita tidak bisa kerjasama maka kita sama – sama kerja saja—mudah – mudahan kita bisa ketemu di surga yang sama,”kata Pdt. Rubin Adi Abraham.

Dalam pemantauan Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, ada yang sedang menggerogoti GBI dengan memberikan pengaruh, kasak – kusuk sana – sini. “GBI itu dari lahir sudah Pentakosta, sampai seterusnya juga Api Pentakosta terus berkobar – kobar, itu tidak bisa ditawar – tawar karena kita memang Gereja beraliran Pentakosta. Saudara mau kuliah dimana, dosennya siapa, guru besarnya siapa, begitu masuk GBI tetap pentakosta. Saudara tidak cocok, silahkan angkat kaki dari GBI, bukan GBI yang harus mengubah doktrinnya agar sama dengan pemahaman anda,”.

BACA JUGA  Konflik Papua Tambah 10 Nyawa Melayang, 1 Diantaranya Pendeta GKII, PGI Minta TNI/Polri Lakukan Pencegahan

Menolak Pemahaman Bahwa Roh Kudus Telah Berhenti Bekerja

“Pada masa pandemi yang sangat sulit itu, GBI bisa menanam 1000 Gereja lokal, baik di Indonesia dan luar negeri. Kalau bukan kerja Roh Kudus mana mungkin? Saya diminta Church Of God (COG) untuk mempresentasikan apa yang dilakukan GBI sampai bisa berhasil menanam gereja lokal baru saat pandemi? Saya mau katakan, kemanusiaan kita tidak bisa, tetapi jawaban sederhananya adalah Api Pentakosta itu menyala, kalau Roh Kudus bekerja pasti hasilnya luar biasa,”paparnya.

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham juga memaparkan tanda awal dari baptisan roh kudus adalah berkata – kata dengan bahasa roh seperti yang diilhamkan oleh roh kudus. “Bahasa roh ini lah yang dialami oleh antara lain pada hari pentakosta, Kisah Para Rasul 2, di mana 120 orang penuh roh kudus. Kalau kita berbahasa roh kitanya tidak mengerti, orang yang di samping kita tidak mengerti tetapi Tuhan mengerti,”.

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mengkritisi orang – orang yang mengembangkan ajaran bahwa bahasa roh sudah berhenti setelah zaman rasul – rasul. “Kalau kita lihat dalam I Korintus 13 : 8 – 10, bahasa roh dan lain sebagainya akan lenyap. Apakah bahasa roh kekal? Tidak, ketika yang sempurnah tiba,”

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mengatakan dengan tegas GBI sebagai kelompok Pentakosta memahami yang sempurna adalah kedatangan Kristus kembali. Sebab I Korintus 13 : 12 mengatakan yang dilihat saat ini masih samar – samar, belum melihat muka dengan muka. “Tapi jika yang sempurna itu tiba, baru kita melihat dalam keadaan yang sebenarnya yaitu muka dengan muka. I Yohanes 3 : 2 mencatat sampai Yesus datang kembali, bahasa roh masih ada, nubuatan masih ada, mujizat masih ada,”

Untuk itu, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, mengaku sebagai orang Pentakosta menolak keras kalau ada yang berkata bahasa roh itu sudah berhenti dan bahasa roh yang ada saat ini dari setan. “Kita tetap memahami bahwa kita diurapi oleh roh kudus. Saya sering katakan, jangan pakai pandangan teologia mereka untuk kita berubah. Sebaliknya kita harus menjelaskan ini alasan Pentakosta percaya adanya baptisan roh kudus dan bahasa lidah serta kesembuhan ilahi. Kita juga harus hati – hati dalam penafsiran alkitab, tidak berani gegabah,”.

Lebih jauh, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mengatakan manifestasi bahasa roh itu ada dua jenis. Pertama glossolalia yaitu bahasa yang tidak dimengerti oleh orang yang mengucapkan atau mendegarkan. Kedua, adalah bahasa asing, tiba – tiba ada orang yang diurapi roh kudus berbicara bahasa Spanyol, Jepang dan lainnya. Seperti yang dialami oleh 120 orang di loteng Yerusalem—bicara dalam bahasa Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan lainnya tentang perbuatan – perbuatan Allah yang besar.

“Dalam ilmu linguistic,  mengucapkan bahasa yang ada di dunia tetapi tidak pernah mempelajarinya disebut xenolalia. Ini tidak ada di alkitab tetapi ini ilmu linguistic—ketika orang secara supranatural mengucapkan bahasa yang tidak pernah dipelajari tetapi bahasa ini ada di dunia. Ini merupakan tanda untuk orang yang tidak beriman. Sedangkan tanda untuk orang yang beriman ketika menerima nubuatan akan dikuatkan dan diteguhkan,”.

Dalam sesi di SMD Khusus Gembala GBI Jakarta ini, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham juga mengungkapkan pertanyaan orang kepadanya. “Bahasa Roh itu satu – satunya tanda atau salah satu tanda baptisan Roh Kudus?”

Jawaban dari pertanyaan itu, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mengajak semua yang hadir untuk meneliti hampir 40 buku tulisan Pdt. H.L. Senduk. Bila diteliti maka tulisannya, tanda orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus, dalam hatinya mengalir aliran air kehidupan, ada sukacita yang tak terkalahkan.

“Dari tulisan itu saya menangkap, sejak awal GBI didirikan pendirinya tidak pernah mengklaim bahwa bahasa roh adalah satu – satunya tanda. Pdt. H.L. Senduk berkata ada banyak tanda baptisan roh kudus. Seperti di pengakuan Iman GBI,”.

Melihat isi dari pengakuan Iman GBI itu, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham berpendapat Tuhan telah memberikan pengakuan iman GBI yang sangat baik. Di tulis tanda awal baptisan roh kudus adalah berkata – kata dalam bahasa roh. “Kenapa istilah tanda awal itu baik, bahkan untuk dapat menjembatani pertentangan yang tidak akan ada habis – habisnya. Kalau kita bilang bahasa roh adalah satu – satunya tanda maka kita harus berani berkata pokoknya semua hamba Tuhan ( baca : pendeta ) di Indonesia, apapun denominasinya yang tidak berbahasa roh tidak dipenuhi dengan roh kudus,”

BACA JUGA  Forkopimda (Walikota) Sukabumi, Kunjungi GPdI Sukabumi yang Sedang Merayakan Ibadah Natal 2022

Bersamaan dengan itu, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham menekankan pengakuan iman GBI tidak juga menulis berbahasa roh hanya salah satu tanda. Karena kalau salah satu tanda maka tendensinya “Oh cuma salah satu, kok. Boleh dapat boleh juga tidak hanya salah satu, tidak terlalu penting. Akibatnya orang – orang tidak lagi merindukan berbahasa roh. Tetapi dengan ditulis tanda awal maka kita akan mendorong jemaat atau diri kita memohon kepada Tuhan, karena Firman Tuhan ( Yakobus 1 ) berkata, semua pemberian dari Allah adalah pemberian yang baik, dan Tuhan memberikan bahasa roh untuk kebaikan kita, untuk meningkatkan iman kita,”.

Membedakan Bahasa Roh

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham juga mengungkapkan, ada yang bertanya kepadanya. “Mengapa di dalam ibadah GBI, orang berbahasa roh bersamaan, padahal Paulus berkata dalam pertemuan jemaat, hanya 2 atau 3 orang boleh berbahasa roh. Itu juga satu persatu dan harus ditafsirkan ( I. Korintus 14 : 27 – 28 ). Apakah GBI tidak melanggar firman karena sering dalam satu ibadah bukan hanya 2 atau 3 orang serentak tetapi banyak dan bersamaan?”

Menjawab pertanyaan seperti di atas, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham mengajak untuk melihat perbedaan. Pertama, perlu diketahui ada karunia berbahasa Roh, untuk tujuan nubuatan. Nubuat itu artinya mendengar suara Tuhan, lalu menyampaikan kepada jemaat—untuk membangun jemaat. Ini yang dibahas Paulus dalam I Korintus 14.

Kedua, bahasa roh sebagai tanda awal baptisan roh kudus untuk tujuan doa penyembahan, untuk membangun diri sendiri. Ini boleh digunakan bersamaan dalam ibadah, seperti 120 orang yang mengalami tanda awal di kamar loteng Yerusalem. Begitupun cerita 12 murid di Efesus.

Dari dua penjelasan itu, Pdt. Dr. Rubin adi Abraham menekankan untuk melihat manifestasi roh kudus yang sedang berlangsung. “Gampangnya begini, kalau tujuannnya nubuatan maka dari atas ke bawah. Sedangkan kalau tujuan doa dan penyembahan maka dari bawah ke atas. Kalau Tuhan memberikan pesan kepada umatNya—dari atas ke bawah, itu 2 dan paling banyak 3, yang berbahasa serta tidak boleh bersamaan. Kalau terjadi bersamaan maka akan membuat orang bingung mau mendengarkan yang mana. Tetapi kalau tujuannya doa dan penyembahan maka ini tidak ada batas jumlah orang untuk berbahasa,”.

Pertanyaan lain, kata Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, “Kenapa bahasa roh itu mirip – mirip, baik jemaat yang ada di Jakarta, Surabaya, Medan dan Makasar?” Jawabannya kalau umat Tuhan sedang menyembah Tuhan, dan itu berasal dari sumber yang sama, mestinya harus mirip tidak boleh berbeda.

Gembala Perlu Waspada dengan Jebakan Hedonisme

Selain itu, Pdt. Rubin Adi Abraham juga membahas soal yang harus diwaspadai oleh para gembala di akhir zaman ini. Di antaranya, pertama, budaya popular—ingin memuaskan selera manusia dengan yang sensasional.

“Kalau kita ingin mengentertain jemaat, kita akan bosan. Jangan terlalu memikirkan bagaimana cara mengentertain jemaat, karena yang dibutuhkan jemaat bukan entertain. Kalau itu yang dibutuhkan maka jemaat bisa ke bioskop atau tempat yang lain. Yang dibutuhkan jemaat adalah bagaimana mengalami perjumpaan pribadi dengan roh kudus,”.

Kedua, jebakan hedonisme. Dulu orang Pentakosta itu hidup saleh dan mematikan kedagingan. Berbeda dengan sekarang sudah Makmur, nyaman, glamor. “Kita harus berhati – hati terhadap teologi kemakmuran yang mengukur berkat Tuhan dengan materi. Buat saya berkat terbesar itu adalah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus—itu lebih dari harta yang ada. Kebalikannya teologi penderitaan atau teologia kemiskinan yang percaya kalau miskin itu rohaninya baik,”.

Menurut Pdt. Rubin Adi Abraham, GBI bukan penganut teologi kemakmuran melainkan teologi GBI penatalayanan yang seimbang. Tetapi tidak alergi untuk mengkhotbahkan kemakmuran sejati yaitu keselamatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus.

Ketiga, mengandalkan pengetahuan, bukan Roh Kudus. Kata Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, belajar penting tetapi pengetahuan hanya pelengkap. Begitupun dengan gelar teologi belum tentu berkaitan dengan kerohanian, karakter atau dampak pelayanan dan pertumbuhan gereja. “Makanya jangan ada lagi yang pakai gelar – gelar siluman,”tegasnya seraya menambahkan  gembala GBI semestinya setia pada teks, relevan pada konteks,. Walau memang, biasanya orang yang belajar teologia setia pada teks tetapi kurang relevan pada konteks. Sebaliknya orang yang tidak belajar teologia, tidak setia pada teks.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
4
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini