Jakarta – Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), pada 19 – 21 November 2021 lalu telah menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas), dirangkai dengan perayaan Hari Ulang Tahun ke 33, di Kantor Sinodenya yang beralamat di Jl. Kerja Bakti, No 15, Jakarta Timur.
Pada kesempatan itu, di depan peserta sidang Rakernas, Ketua Umum (Ketum) GKSI, Pdt. Marjiyo, menyatakan permohonan pengunduruan dirinya sebagai Ketum, karena mau kosentrasi pada pengembalaan dan bisnis.
Kepada media ini, Pdt. Marjiyo menjelaskan, prioritasnya untuk membantu GKSI dengan menangani bisnis – bisnis yang memang memerlukan kosentrasinya. Juga dengan begitu ada penyegaran di GKSI.
Sebagai informasi, Pdt. Marjiyo sudah memimpin selama 4 tahun di periode pertamanya dan berlanjut periode kedua. Untuk itu ia berharap terjadi penyegaran dan juga dikarenakan ia akan kosentrasi pada bisnis yang akan membantu GKSI.
Agenda Rakernas akhirnya berubah menjadi Sidang Istmewa Sinode GKSI, tetapi tetap melaksanakan agenda Rakernas di Sidang Istimewa (SI), dengan menambahkan agenda pemilihan Ketum GKSI.
Pada saat itu, menurut Sekretaris Umum, Pdt. Bayu Priyadi Kusumo, M. Pd.K, sebanyak 152 gembala—Hamba Tuhan secara aklamasi memilih Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka, M.Div, sebagai Ketum GKSI, periode 2020 – 2024.
Sejak GKSI berdiri, 21 November 1988, baru 4 kali terjadi pergantian kepemimpinan. Tiga kali terjadi saat GKSI sudah terbagi dua versi. “Terjadi pergantian karena hamba – hamba Tuhan GKSI menginginkan itu. Tapi Ketum yang lama tidak rela dan terus memimpin GKSI sebelah. Sedangkan GKSI versi kami (Pdt. Marjiyo) sudah terjadi 3 kali pergantian secara demokrasi,”kata Pdt. Bayu Priyadi Kusumo.
Pengunduran Pdt. Marjiyo dilakukan secara terbuka dan didepan peserta Rakernas. “Intinya tidak ada masalah, seperti yang dikatakannya untuk kosentrasi di bisnis dan pelayanan jemaatnya. Intinya tidak ada masalah,”tutur Pdt. Bayu.
“Di GKSI siapapun bisa memimpin, karena GKSI benar – benar dikuasai oleh seluruh hamba Tuhan GKSI, bukan dikuasai oleh seseorang. Intinya proses pergantian kepemimpinan harus sesuai AD/ART, dan berjalan secara demokrasi, seperti yang telah terjadi mulai Pdt. Ramses, lalu Pdt. Marjiyo dan sekarang Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka,” kata Willem Frans Ansanay, pendiri GKSI dan sebagai Majelis Tinggi.
Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka, kepada media mengungkapkan tidak kaget dengan tugas baru yang dipercayakan GKSI kepada dirinya. Pasalnya di periode yang berjalan, ia duduk sebagai Ketua I.
“Ketika dipercayakan menjadi Ketum saya tidak merasa kaget, karena memang di GKSI kami menjalankan kepemimpinan secara kebersamaan,”terangnya.
Sebagai pemimpin, Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka, mengatakan programnya bertolak dari firman Tuhan, diantaranya. Pertama pelayanan orientasi geografis. “Untuk itu kita mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) agar bisa melihat orientasi geografis yang utama,”.
Kedua pelayanan orientasi suku. Ini bukan berarti satu suku tetapi multi suku. “Jadi bermacam – macam suku. Apalagi Indonesia dihuni oleh multi suku. Kita hadir untuk menjadi terang, garam dan adanya belas kasihan. Ini adalah panggilan kita untuk kebersamaan,”
Ketiga pelayanan untuk menjadi contoh. “Seorang gembala (leader) harus menjadi contoh untuk melayani dan contoh moral. Kalau ini terjadi di GKSI maka akan terjadi multiplikasi kepemimpinan,”
Ditegaskan Pdt. Jemmy Iwan Tangka, menjadi seorang gembala, pemimpin bukanlah sebuah pelayanan untuk menguntungkan diri sendiri tetapi untuk kepentingan Kristus. “Kalau kepentingan Kristus maka ada belas kasihan yang turun,”