JAKARTA – Kondisi politik tanah air memanas sejak masa kampanye hingga setelah penetapan pemenangan Pilpres. Gelombang masa berdemo di depan Bawaslu dengan dalil, Pemilu 2019 banyak kecurangan.
Kondisi ini membuat miris Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI). PIKI berpandangan, Pemilu yang jujur adil dan damai adalah bagian integral pengamalan Pancasila. Bila terjadi sengketa proses maupun hasil dapat diselesaikan melalyi mekanisme hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dibuat secara konstitusional oleh Pemerintah bersama DPR RI.
Berkenaan dengan berbagai peristiwa usai pengumuman pemenang Pilpres, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (DPP PIKI) mengeluarkan pernyataan sikap.
Ada 7 poin pernyataan sikap PIKI seperti yang terdapat surat yang ditandatangani Ketua Umum Baktinendra Prawiro, M.Sc., M.H dan Sekretaris Jenderal Audy WMR Wuisang, S.Th., M.Si. Berikut ini isi surat tersebut:
Pertama, menghormati Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai institusi yang dibentuk sesuai undang-undang, yang telah memutuskan hasil rekapitulasi nasional pemilihan Presiden-wakil Presiden (Pilpres) dalam Pemilu 2019. Dalam hal terjadi sengketa hasil atas putusan KPU tersebut, agar diselesaikan melalui mekanisme hukum di Mahkamah Konstitusi.
Kedua, menyayangkan dan prihatin atas terjadinya kerusakan yang merugikan, bahkan adanya korban meninggal. Meminta diadakannya penyelidikan tentang kasus tersebut dan menindak pelakunya sesuai dengan aturan hukum. Dalam hal telah terjadinya korban yang meninggal dihimbau agar semua pihak tidak berprasangka dan/atau melancarkan tuduhan yang belum tentu ada dasarnya.
Ketiga, menghimbau Aparat Keamanan untuk terus memastikan tugas dan kewajibannya dalam menjaga keamanan dan keselamatan segenap warga negara Indonesia dan menindak dengan tegas setiap pelanggar hukum, sesuai dengan hukum yang berlaku.
Keempat, menghimbau seluruh peserta, kontestan Pemilu, seluruh tim sukses masing-masing dan segenap masyarakat untuk menjaga seluruh tindakan dan narasi yang dipublikasikan untuk tidak menimbulkan keresahan dan keterbelahan masyarakat serta tetap mengedepankan hikmat kebijaksanaan dan mengutamakan persaudaraan antar sesama warga bangsa Indonesia.
Kelima, dengan begitu masifnya berita yang derajat kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan, yang bertendensi provokasi melalui konten hoax di media sosial dan media konvensional, maka masyarakat sangat perlu untuk waspada dan berhati-hati, agar tidak terpancing provokasi yang justru mengakibatkan situasi dan keadaan hubungan kemasyarakatan menjadi rusak.
Keenam, kita seluruh warga bangsa berkepentingan untuk menjadi bangsa Indonesia dengan berkomitmen dan mengimplementasikan proses demokrasi yang beradab dalam membangun kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Format demokrasi yang lebih mengutamakan kontestasi menang-kalah yang berimplikasi perpecahan antar warga bangsa dan panasnya pentas politik (political overheating) dengan menggunakan narasi yang rentan menimbulkan perpecahan termasuk mempertentangkan perbedaan agama, etnis, budaya dan golongan harus dievaluasi dan direformulasi.
Ketujuh, kami mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersama MENJAGA KERUKUNAN WARGA BANGSA DAN PERSATUAN INDONESIA dalam harmoni hubungan antar warga bangsa dengan meneguhkan ideologi Pancasila dan mengokohkan Bhinneka Tunggal Ika, Sumpah Pemuda, konstitusi UUD 1945 serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (NW)