JAKARTA – Persoalan yang terjadi di “tubuh” Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) antara Majelis Pusat dan Majelis Daerah GPdI Banten terus bergukir dan makin seru. Pasalnya, pada 11 September 2024 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, mengeluarkan putusan provisi, yang memutus menerima tuntutan provisi MD GPdI Banten dan menyatakan menunda sementara surat keputusan ketetapan majelis pusat Gereja Pantekosta di Indonesia Nomor 048.09/MP-GPdl/11-2024 tertanggal 22 Februari 2024 tentang Majelis Daerah Banten untuk mengindari terjadinya pergolakan dan kekacauan serta dualisme kepemimpinan di Majelis Daerah Banten sampai perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.

Putusan PN, Jakarta Utara, lewat Press Release yang diterima kedia ini melalui pesan whatsapp dari nomor HP. 08518618XXXX yang terkonfirmasi sebagai nomor halo dari Staf Khusus Majelis Pusat (MP) GPdI, yang dikirim untuk media MITRA INDONESIA Online.
Press Release yang diterima media ini juga berperikop Staf Khusus Majelis Pusat GPdI Bidang Hukum dan Advokasi GEREJA PANTEKOSTA di INDONESIA, dengan diapit logo GPdI bertuliskan Staf Khusus Majelis Pusat Hukum dan Advokasi.
Press Release ini dimulai dengan “Salam dalam kasih dan anugerah dari Tuhan Yesus Kristus, sehubungan dengan Putusan Provisi Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas Gugatan Pdt. T. Samuel Charles Tumbel dkk selaku para penggugat, dalam perkara perdata No.:164/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Utr di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan ini kami Sta£ Khusus Majelis Pusat GPdI Bidang Hukum dan Advokasi selaku Kuasa Hukum dari Gereja Pantekosta di Indonesia selaku Tergugat I, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 011.07/MP-GPdI/III-2024 tertanggal 25 Maret 2024, menyampaikan Press Release sebagaimana terlampir dengan surat ini. Demikianlah surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih,”.

Isi surat ini, staf khusus mengakui mewakili GPdI, dalam hal ini Ketua Umum, GPdI, Pdt. Dr. Johnny Weol dan Sekretaris Umum GPdI, Pdt. Elim Simamora, telah mengetahui adanya keputusan provisi.
“Pada tanggal 11 September 2024, GPdl mengetahui adanya putusan provisi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutus menerima tuntutan provisi Penggugat tersebut di atas (dan) menyatakan menunda sementara surat keputusan ketetapan majelis pusat Gereja Pantekosta di Indonesia Nomor 048.09/MP-GPdl/11-2024 tertanggal 22 Februari 2024 tentang Majelis Daerah Banten untuk mengindari terjadinya pergolakan dan kekacauan serta dualisme kepemimpinan di Majelis Daerah Banten sampai perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap,”

Keputusan PN, Jakarta Utara tersebut, dibanding oleh pihak MP GPdI. “Pada tanggal 25 September 2024, GPdImenyatakan banding terhadap Putusan Sela (Putusan Provisi) Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.: 164/Pdt.G/2024/PN Jkt.Utr, tanggal 11 September 2024 (Terlampir). Perlu kami tegaskan bahwa GPdl menghormati setiap proses peradilan dan keputusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. GPdI menggunakan hak-nya yang dijamin undang-undang untuk mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” ebgitu bunyi press release.
Masih mengutip dari press release yang diterima media ini, “Penting untuk dicatat bahwa putusan provisi dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara belum memiliki kekuatan hukum tetap dan belum memperoleh izin dari ketua Pengadilan Tinggi untuk penerapannya sebagaimana dipersyaratkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2000 tanggal 21 luli 2000,”
Lewat press release ini, staf khusus bagian hukum GPdI, menyatakan pihak PLT yang ditugaskan MP GPdI, di Banten, tetap bertugas dan akan menggelar Musda. “Oleh karena itu, PLT Majelis Daerah Banten yang diberi Tugas Khusus melalul Surat Tugas Nomor: 091.05/MP-GPdl/III-2024 tertanggal 7 Maret 2024 oleh Majelis Pusat GPdl berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 051.09/MP-GPdl/III-2024 akan tetap melanjutkan kepemimpinan organisasi Majelis Daerah Banten, termasuk kegiatan mempersiapkan MUSDA lanjutan Majelis Daerah Banten untuk memilih Pengurus Daerah Banten untuk masa jabatan 2024 – 2027,”.
“GPdl berkomitmen untuk taat pada ketentuan hukum Negara Republik Indonesia yang berlaku. GPdl meyakini bahwa keputusan yang adil dan bijaksana akan dicapai sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku,” isi press release.
Press release dari Staf khusus Majelis Pusat yang diterima media ini, ditandatangani oleh Deolipa Yumara, S.H., S. Psi. dan Benyamin Latuconsina, S.H., M.H, dan ditembuskan kepada Ketua Umum Majelis Pusat GPdI dan Sekretaris Umum Majelis Pusat GPdI.
Tanggapan Kuasa Hukum MD GPdI Banten
Kuasa hukum MD GPdI Banten, Tarida Sondang Siagiaan, menjawab tidak merasa hal itu penting. Apa pasal? Katanya, apa yang harus ditanggapi, semua orang memiliki hak di mata hukum, termasuk semua orang harus tunduk pada hukum—tunduk pada keputusan pengadilan. “Upaya hukum sah – sah saja dilakukan oleh setiap orang pencari keadilan, tetapi yang terpenting dalam putusan provisi ini adalah laksanakan dulu putusan pengadilan,”
Soal banding Tarida Sondang Siagiaan, S.H, mempersilahkan, tetapi putusan provisi itu harus dilaksanakan. “Terlepas putusan provisi itu diajukan banding atau tidak, itu tidak mengganggu keputusan—harus laksanakan dulu keputusan pengadilan ini supaya masyarakat GPdI dapat menilai Ketum GPdI betul – betul sosok yang berintegritas,” tutur Tarida soal integritas meminjam khotbahnya Ketua Umum GPdI saat melakukan penamatan Sekolah Alkitab, GPdI di Banten, yang salah satu siswa ditamatkan adalah Tarida Sondang Siagiaan.
Bertolak dari firman Tuhan yang disampaikan Pdt. Johnny Weol, sebagai Ketua Umum (Ketum), kata Tarida Sondang Siagiaan, S.H, orang berintegritas itu adalah pikiran, perkataan dan perbuatan harus sama. “Ketum harus tampil paling depan untuk memberikan contoh kepada warga GPdI sebagai orang yang berintegritas. Apalagi sering kita dengar bahwa dalam masalah GPdI di Banten, Ketum akan taat kepada keputusan hukum. Loh, ini sudah ada keputusan pengadilan, silahkan tarik PLT dari GPdI Banten, itu menjadi salah satu bukti Ketum berintegritas. Kapan mau tarik PLT dari GPdI, Banten? Mari perlihatkan integritasnya, sebab warga GPdI pasti akan melihat,”katanya.
Tarida Sondang Siagiaan, S.H, meminta Ketum menarik PLT dari GPdI Banten, itu bukan asal minta, itu putusan pengadilan—alasan pengadilan agar tidak terjadi dualism kepemimpinan di GPdI Banten.
Melihat apa yang teradi di GPdI Banten, dimana putusan pengadilan sudah keluar sejak 11 September 2024, tetapi pihak MP belum menarik PLT, malah melakukan banding, Tarida Sondang Siagiaan, S.H, mengatakan bahwa jelas ada pembisik – pembisik kepada Ketum yang tidak mengerti hukum. Bahkan nampak ada yang memainkan peran untuk “menghancurkan” Ketum. “Sangat disayangkan kalau Ketum ‘termakan’ dengan orang – orang yang memiliki kepentingan ‘politik’ GPdI untuk 2027, sayang sekali. Saya berharap Ketum mengerti dan segera taat hukum agar nama baiknya tetap terjaga,”
Tarida Sondang Siagiaan, S.H, juga memberikan masukan buat rekan – rekannya di staf khusus bidang hukum GPdI, yang saat ini menjadi penasehat hukum MP GPdI, semestinya memberikan masukan positif kepada Ketum, yaitu tunduk pada hukum—jangan ada penghianatan terhadap keputusan hukum. “Sebagai penasehat hukum, mestinya kita suruh klien kita untuk taat hukum. Seandainya saya dimintai masukan oleh Ketum terkait putusan provisi, pasti akan saya berikan masukan yang sesuai hukum, jalan yang benar, yaitu taati hukum dan kalau dilihat harus banding, banding,”
Tarida Sondang Siagiaan, S.H, meminta supaya jangan ada pembisik yang dapat membuat Ketum GPdI malu. Pasalnya selama ini Ketum sudah berulang kali menegaskan akan taat hukum, lalu setelah ada putusan hukum, ternyata tidak taat, dengan berbagai alasan. “Ini putusan hukum, mau pakai alasan apa lagi? Ayo taati putusan pengadilan,”pintanya.
Akhir dari perbincangan dengan media ini, Tarida Sondang Siagiaan, S.H menegaskan adanya putusan provisi ini maka PLT otomatis berhenti dari tugas – tugas yang ditugaskan oleh MP untuk di GPdI Banten, dan yang menjalankan tugas di GPdI Banten adalah sesuai Surat MP bernomor 007 dan 008—artinya MD GPdI Banten pimpinan Pdt. T Samuel.
Adanya putusan provisi di GPdI Banten, pantauan media ini di grup – grup WA GPdI, menjadi perdebatan seru atau sebut saja perbincangan menarik. Khususnya, apakah putusan ini harus dieksekusi atau harus ditaati walaupun ada upaya banding? Demi mendapatkan komentar yang tidak dari dua belah pihak ( MD GPdI Banten dan MP GPdI Banten) yang sementara mencari keadilan—kebenaran media ini mendapatkan tanggapan dari praktisi hukum lainnya, seorang advocate & consultan, Ferry Mawengkang, SH. “Putusan provisi itu sifatnya perdata. Pihak yang bersengketa seharusnya tunduk terhadap apa yang menjadi putusan pengadilan. Juga seharusnya para pihak harus memiliki niat yang baik untuk melaksanakan putusan. Perdata ini selalu berbicara niat dan etiket baik, seharusnya pihak – pihak harus melaksanakan apa yang menjadi putusan,”
Bila ada pihak yang tidak taat kepada putusan provisi, Ferry Mawengkang, SH, memastikan pihak itu tidak memiliki niat baik. “Soal keputusan pengadilan itu tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita (pihak), tapi itu sudah keputusan pengadilan, loh. Ingat! yang hakim yang memberikan putusan, mendasari putusan dengan berkata berdasarkan ke Tuhanan yang Maha Esa, itu artinya wajib untuk dilaksanakan para pihak,”
Ferry Mawengkang, SH mengatakan upaya banding itu, sah. Tapi jangan diabaikan soal keputusan yang sudah ada, pihak harus tunduk dan laksanakan. “Dalam kasus GPdI di Banten, maka otomatis PLT nya tidak boleh melakukan kegiatan karena putusannya sudah jelas,”
Ferry Mawengkang, SH, menegaskan Ketua Umum GPdI harus tunduk terhadap aturan, harus laksanakan putusan pengadilan—apalagi ini pelayanan pekerjaan Tuhan. “Ini pelayanan loh, harus tunduk, ini bukan memperebutkan objek loh, bukan sengketa tanah loh. Saya sebagai seorang praktisi dan penasehat hukum harus memberikan masukan agar pimpinan GPdI tunduk pada hukum—apalagi pendeta loh, intinya harus tunduk,”terangnya dan mengakui jawaban yang diberikan karena ada pertanyaan soal putusan hukum Provisi, dan jawaban yang diberikan dilihatnya dari sudut pandang hukum, tanpa berpihak.
Media ini juga sedang mencari, terbuka bila ada pendapat – pendapat hukum dari para ahli atau praktisi untuk memberikan pencerahan, “duduk” nilai dari yang Namanya keputusan provisi.