JAKARTA – Bagi sebagian besar umat Kristen tentu sudah tidak asing lagi dengan lagu “Doa kami”, “Indonesia bagi kemuliaan-Mu” dan “S’lamatkan Indonesia.” Namun, sebenarnya apa arti dari lirik dari lagu-lagu tersebut?
Dalam acara 24/40 Jaringan Doa Nasional (JDN) yang diadakan melalui Channel Youtube MDK Nasional, Senin (3/8/2020), Pdt. Welyar Kauntu mengungkapnya arti (makna) pesan profetik ketiga lagu tersebut dari para penciptanya.
Baca juga: Gerakan 24/40 JDN, Momentum Bangkitnya Anak Muda Kristen Indonesia
Sebelum berbincang melalui Zoom, ditemani sang istri, Mauline Kauntu, Pdt. Welyar mengajak umat Tuhan menaikan beberapa pujian dan penyembahan.
Setelah itu, Pdt. Welyar berbincang dengan Renata Simanjuntak, pencipta lagu “S’lamatkan Indonesia.” Renata mengungkapkan lagu tersebut ia ciptakan tahun 1988 karena kerinduannya agar Indonesia dilawat Tuhan. “(Waktu itu) saya melayai di bidang musik. Seperti ada kerinduan di dalam hati ‘Tuhan ada lagu baru lah untuk bangsa ini (agar) datang kepada-Mu.’ Semacam ada rasa haus di dalam hati saya,” ungkapnya.
Renata mengatakan, kerinduan itu terus menerus ada di dalam hatinya. Sampai suatu waktu, usai berdoa ia mendapatkan ayat dari Mazmur 87:6. “Dari ayat ini saya sadar jika kita ini spesial dilahirkan Tuhan di Indonesia. Saya merasa ada tanggung jawab (kerinduan) agar bangsa Indoensia datang kepada Tuhan,” jelasnya.
Dirinya bersyukur jika lagu yang diciptakannya bisa diterima dan masih dinyanyikan hingga saat ini. “Kita percaya setiap doa yang kita naikkan tidak pernah sia-sia. Sampai saat ini Tuhan bekerja atas bangsa ini. Saya melihat lewat lagu tersebut Tuhan pakai sehingga gereja Tuhan bangkit,” katanya.
Ada 2 pesan yang ditujukan Renata kepada generasi now yaitu aktif berdoa untuk bangsa dan menjadi “surat terbuka” bagi lingkungan sekitar. “Karena bangsa ini membutuhkan generasi now ikut ambil bagian secara aktif. Jadi, bagaimana hidup kita bisa menjadi pelaku firman,” pesannya.
Julita Manik pencipta lagu “Indonesia bagi kemulian-Mu” mengungkapkan lagu tersebut tercipta tahun 1990. Dirinya mendapatkan pesan Tuhan lewat ayat dari Yesaya 42:8. “Waktu enggak bisa tidur, saya buka Alkitab dan dapat ayat dari Yesaya 42:8. Nah, lagunya tercipta begitu saja (setelah itu),” ceritanya.
Julita Manik
Hal yang membuat Julita cukup takjub adalah lagu yang ia ciptakan mampu membuat orang bertobat dan membuat rasa nasionalisme orang meningkat. “Beberapa kali waktu pelayanan ketemu orang yang saat ini sudah jadi gembala/pelayan Tuhan. (Mereka) bersaksi bahwa mereka menyerahkan hidupnya karena lagu tersebut. (Kira-kira) ada lebih dari 3 hamba Tuhan. Bahkan ada di luar negeri yang ketika dengar lagu tersebut, mau pulang, padahal tadinya sudah enggak mau pulang,” katanya dan mengungkapkan di beberapa negara tanpa sepengetahuan dirinya, lagu tersebut diadopsi di beberapa negara. “Lirik lagu ini diganti untuk negara mereka. Saya tahunya itu terjadi di Malaysia, Taiwan dan Korea.”
Diakhir, Julita berpesan agar siapapun yang ingin menulis (menciptakan) lagu rohani harus benar-benar minta petunjuk Tuhan agar bisa menjadi rhema. “Ketika kita menulis lagu benar-benar untuk Tuhan (dan) bukan untuk motivasi lainnya, itu pasti akan menjadi powerfull. Jadi harus kejar dulu tahta Allah, agar ketika menulis lagu itu kita benar-benar menghidupi pesan (Tuhan) dalam lirik tersebut,” ungkapnya.
Baca juga: Gerakan 24/40 JDN Dalam Kacamata Para Pimpinan Umat Kristen
Sementara itu, Sari Simorangkir pencipta lagu “Doa kami” mengungkapkan lagu tersebut tercipta tahun 2002 dan memiliki pesan agar umat Tuhan senantiasa bersyukur. “Waktu itu saya merasa benar-benar sedang terguncang banyak hal. Setiap hari yang kita ucapkan hanya keluhan-keluhan. Lagu ini keluar dari pertobatan yang selalu mengeluh karena kondisi Jakarta dengan segala keriweuhannya,” katanya dan menjelaskan dasar firman Tuhan dari lagu tersebut berasal dari Yeremia 29:7.
Sari Simorangkir
Usai berbincang, Pdt. Welyar bersama istri kembali menaikkan beberapa pujian sembari mengajak umat untuk memuji dan menyembah Tuhan. (NW)