Benyamin Latuconsina dan Daniel Suryana saat ditemui Wartawan Media ini.

Kans Menang Stafsus MP GPdI atas Masalah MD GPdI Banten, Perkara 164. Kata Benyamin Latuconsina, S.H., M.H. : Masih Terlalu Prematur untuk DIkomentari. Kata Daniel Suryana, S.H., M.H. : Frame Mediasi Damai Sesuai SK 048 diperbaiki 051 yaitu Musda Lanjutan

JAKARTA – Gereja Pantekosta di Indonesia ( GPdI ) beberapa tahun terakhir ini “digoncang” dengan namanya masalah. “Goncangan” itu, lewat informasi yang diterima media ini, tidak dapat diselesaikan secara internal. “Goncangan” yang menimpa GPdI, harus diselesaikan dalam jalur pengadilan (hukum dunia) seperti yang terjadi di Palembang, Lampung dan Banten, mungkin masih ada lagi yang lain tetapi tidak “terpantau” oleh media ini.

Masalah yang terjadi, bila ditelusuri hanya “sederhana” dan mestinya dapat diselesaikan dalam “tubuh” GPdI sendiri. Sebab masalah – masalah yang berhubungan dengan penegakan AD/ART. Seperti di Sumatera Selatan ( Palembang). Di mana pihak penggugat menggugat GPdI ke pengadilan karena Ketua MD yang terpilih tidak memenuhi syarat yang ditulis jelas dalam AD/ART GPdI.

Mencermati masalah – masalah hukum yang dihadapi oleh MP GPdI, media ini mendapatkan kesempatan mewawancarai Staf Khusus (Stafsus) Majelis Pusat (MP) GPdI Bidang Hukum dan Advokasi (BHA-red), Benyamin Latuconsina, S.H., M.H., selaku Sekretaris, dan  Daniel Suryana, S.H., M.H., selaku Bendahara dan Kepala Bidang Bantuan Hukum.

Sebelum menceriterakan masalah – masalah hukum, Benyamin Latuconsina, terlebih dahulu menjelaskan posisi Stafsus MP GPdI BHA. Pertama, ada mekanisme di internal Stafsus MP GPdI BHA (Relaas Pemberitahuan Umum Nomor 022.INT/SKMPHA-KPINFOKOM/IX-2023 dan Nomor 023.INT/SKMPHA-KPINFOKOM/IX-2023), bahwa setiap anggota Stafsus MP GPdI BHA harus dilengkapi dengan Surat Kuasa Khusus (SKK), Surat Tugas (ST) atau Surat Tugas Khusus (STK), yang ditandatangani oleh pimpinan, dalam hal ini Ketua Umum (Ketum) dan Sekretaris Umum (Sekum) Majelis Pusat GPdI, bila dalam menjalankan tugas untuk bertindak mewakili pemberi kuasa yaitu Majelis Pusat GPdI.

“Saya infokan dasarnya dulu agar tidak ada oknum ataupun nama pribadi ataupun nama Law Firm mengaku atau bertindak di luar dari SKK, ST atau STK. Misalnya saya dan tim, di antaranya Tarida Sondang, Deolipa Yumara dalam perkara dengan Pdt. Harry Gultom. Maka kami tim sebagai penerima kuasa dari pimpinan GPdI, dalam hal ini Ketum dan Sekum. Itu menjadi kekuatan dan dasar kita bertindak mewakili dan untuk atas nama GPdI,”.

Benyamin Latuconsina menegaskan, bicara perkara nomor 426/Pdt.G/2023/PN.JKT.Utr Pdt. HARRY S. GULTOM, dkk (MD Sumatera Selatan (Palembang) GPdI 2017-2022), majelis hakim mengabulkan eksepsi Para Tergugat (Stafsus MP GPdI BHA) dan dalam pokok perkara majelis hakim menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Begitupun dengan perkara 181/Pdt.G/2023/PN.JKT.Utr Pdt. SAMUEL M. KARUNDENG, dkk (MD Lampung GPdI 2017-2022) majelis hakim mengabulkan eksepsi Para Tergugat (Stafsus MP GPdI BHA) dan dalam pokok perkara majelis hakim menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). “Pada fakta hasil persidangannya, majelis hakim menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Belum sampai ke pokok perkara sudah ditolak. Di tolaknya karena apa? Hukum acaranya mengatur beberapa hal, itu tidak dipenuhi oleh para penggugat,”. Kedua perkara perdata tersebut di atas Keputusan-keputusannya sudah Berkekuatan Hukum Tetap.

Ditambahkan anggota Staf Khusus MP GPdI BHA, Daniel Suryana, semua yang ada di Stafsus bertugas berdasarkan SKK dan STK, tetapi di luar itu ada fungsi  konsultasi. “Dalam praktiknya Stafsus memberikan masukan kepada MP apabila ada permintaan dari MP, dalam hal ini Ketum dan Sekum GPdI. Kalau Ketum dan Sekum meminta pendapat pasti kami berikan sesuai dengan kapasitas yang ada, sebagai ahli hukum,”

Benyamin Latuconsina, menuturkan pada intinya adalah setiap pelaksanaan tugas dan tanggungjawab anggota Stasus MP GPdI BHA, diatur berdasarkan SKK dan STK atau ST, dan/atau Surat Perintah Pelayanan (SPP) yang dibubuhi dengan tandatangan pimpinan MP yaitu Ketum dan Sekum GPdI. Di luar dari itu, baik mengatas namakan oknum Stafsus MP GPdI, itu illegal.  “Sekali lagi bukan semua pekerjaan atau “dapur” pimpinan kami campur, tidak. Tapi atas dasar permintaan tertulis yang tertuang dalam SKK, ST, STK dan/atau SPP Stasus MP GPdI BHA bertindak untuk dan atas nama MP GPdI”.

Bicara masalah GPdI di Banten, Benyamin Latuconsina mengungkapkan, Stafsus MP GPdI BHA yang menerima SKK dan STK dari MP GPdI, adalah dirinya dan Deolipa Yumara. “Kemarin kami baru penuhi panggilan sidang, oleh karena Majelis Pertimbangan Rohani (MPR) GPdI tidak datang maka Majelis Hakim menerbitkan relaas panggilan sidang kepada MPR GPdI. Jadi terkecuali MPR GPdI tidak memberikan kuasa kepada Stasus MP GPdI BHA, tetapi tergugat dan turut tergugat lainnya sudah memberikan kuasa”.

Sejauh mana kasus Banten, Benyamin Latuconsina tidak berkomentar banyak, selain berkata masih terlalu prematur untuk dijelaskan dan dikomentari. “Kasus Banten ini bila ditanya sejauh mana, kita belum bisa bilang karena masih premature, kuasa hukum para penggugat di sidang terakhir saya juga hadir, bilang ke Majelis Hakim perkara 164 mereka akan mengubah gugatan, sehingga kita belum bisa memprediksi jalannya sidang seperti apa, karena gugatan  akan mereka ubah. Kita lihat siding lanjutan tanggal 6 Mei 2024, nanti,”.

BACA JUGA  Ketum GPdI Pdt. Jhonny Weol, Tidak Berhasil Membuka Kegiatan MD Banten di Ruko Sengketa

Bagi Benyamin Latuconsina, persoalan GPdI Banten, muncul karena memang “lahir” tanpa melalui proses yang diatur dalam AD/ART yaitu MUSDA. “Secara sederhana kita sama – sama tahu MD GPdI Banten 2022 – 2027 tanpa melalui proses atau tidak selesainya paripurna di MUSDA, itu dulu,”.

Ditanya media ini, apakah dengan tidak dilaluinya proses MUSDA, lalu lahirnya SK 007 dan SK 008, pelantikan secara langsung oleh Ketum MP GPdI Pdt. Johnny Weol, terhadap Wakil Ketua MD GPdI Banten, 2022 – 2027 serta ada peresmian Sekolah Alkitab Banten, bukankah pelanggaran AD/ART?  “Itu semua terjadi setelah SK 007 dan SK 008. Sekarang ini begini, SK 008 itu jelas, ya, bahwa apabila terjadi kekeliruan bisa dilakukan pencabutan atau membatalkan,”tuturnya.

Masih kata Benyamin Latuconsina, AD/ART sudah jelas, terkait dengan MUSDA, itu yang sampai sekarang belum terpenuhi dari perjalanan MD GPdI Banten. “Fakta – fakta yang bapak (Wartawan MITRA INDONESIA) ceriterakan itu setelah dirilis SK 007 dan SK 008, dan berbagai program, sampai hadirnya SK 048, perbaikan SK 051. Saya rasa pimpinan punya kewenangan di situ karena berdasarkan diktum dalam SK 007 dan SK 008 di mana MP memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkan,”

Kembali kepada pertanyaan media ini, bahwa tidak terlaksananya MUSDA tetapi tetap muncul SK 007 dan SK 008, bukankah itu sebuah pelanggaran AD/ART? Benyamin Latuconsina menegaskan itu tidak masuk dalam kategori pelanggaran, sebab itu muncul kata Diskresi.

Daniel Suryana, menambahkan, faktanya bahwa gagalnya MUSDA, membuktikan ada pihak – pihak yang menggagalkan—yang tidak setuju. Bersamaan dengan itu, fakta yang tidak dapat dihindari adalah MD memiliki batas waktu bekerja. “Saya coba memandang dari satu sisi bahwa dari sisi pimpinan tidak mungkin membiarkan kepemimpinan MD GPdI Banten kosong—karena masa bhaktinya sudah habis. Itu sebabnya kita sulit menghindari kata – kata “Diskresi”. Jadi garis bawahi, menurut saya SK – SK yang dikeluarkan oleh MP tidak ada yang salah. Tapi kembali kita lihat di awal, MUSDA ini tidak terjadi karena ada pihak – pihak yang keberatan. Kalau kita bicara objektif sebenarnya cacat hukum karena tidak melalui proses hukum (prosedur sesuai AD-ART GPdI). Sehingga tidak ada jalan selain menerbitkan SK 007 dan 008, sebagai bentuk kebutuhan agar MD GPdI Banten secara organisasi bisa berjalan,”.

Masih kata Daniel Suryana, apa saja yang dilakukan oleh Majelis Daerah GPdI Banten, 2022 – 2027, setelah terbitnya SK 007 dan SK 008, itu adalah sah. Menjadi perdebatan itu adalah, apakah kalimat bahwa SK 007 dan SK 008 bisa dicabut kalau ada pelanggaran Itu kemudian menghapus aturan-aturan lain di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GPdI ?

“Saya paham sebenarnya SK ini disusun oleh orang – orang yang mungkin tidak terlalu paham resiko penggunaan bahasa – bahasa hukum. Karena kalau saya diminta menyusun maka tidak akan ada kalimat seperti itu. Itu kalimat yang penggunaannya menimbulkan penafsiran mereduksi, tetapi tidak salah—kita boleh berbeda pemahaman ya, adanya kalimat itu tidak kemudian menghapuskan hak dan kewajiban  dalam aturan AD-ART GPdi yang lain. Seperti menghapus fakta bahwa secara organisasi kita butuh organisasi yang dibangun di atas AD/ART, tentunya harus ada legitimasi seorang Ketua MD yang memimpin, lewat terpilih melalui MUSDA,” terang Daniel Suryana.

“Saya memandang begini, itu visinya pimpinan, kalau kemarin mungkin masih ”panas” (pokoknya tidak boleh ada MUSDA) tetapi kemudian “adem”, yang tadinya tidak boleh ada MUSDA menjadi boleh ada. Kesempatan itu dipakai untuk meluruskan, dengan menggelar Musda lanjutan. Kalau saya, dalam posisi bapak – bapak yang diangkat melalui SK 007 dan SK 008, justru saya mau ada MUSDA lanjutan agar kemenangan menjadi legitimasi kepemimpinannya. Itu sebabnya saya heran kenapa Bapak – Bapak yang ada di SK 007 dan SK 008 menolak? Padahal kalau terpilih lewat proses demokrasi yang namanya MUSDA itu, legitimasinya hukumnya kuat,” kata Daniel Suryana.

Lebih jauh, Daniel Suryana menyayangkan kalau dalam perkembangannya masalah hukum ini jadi main – mainan. Ingat kita punya aturan main berorganisasi yaitu AD-ART GPdI ! “Saya menangkap begitu, ini mainan baru nih, orang tertarik nih. Maraknya upaya hukum yang berproses dan perkembangan terakhir ada pihak yang intervensi dalam perkara 164.  Jadi saya tidak salah kalau mengatakan ini adalah satu fenomena baru yang menarik, orang itu sepertinya sangat bersemangat berperkara, wah kayaknya asyik. Maaf ya, berproses hukum itu tidak seperti itu. Kita yang sudah puluhan tahun di dunia hukum tidak memandang proses hukum itu sebagai “permainan”. Sebelum kita melangkah masuk proses hukum lebih jauh, kita pikirkan matang – matang, jangan kita tonjok dulu baru urusan belakangan, mestinya tidak begitu, pikirkan dan pelajari dulu matang – matang. Akibatnya apa kalau terburu-buru dan sampai itu terjadi? Kok gugatan diperbaiki, sangat tidak bijaksana seperti itu,”.

BACA JUGA  PLT Jalankan Musda Lanjutan, Pernyataan Pdt. Ferngky Tombeng Dijawab PLT, Musda Lanjutan Tidak Terlaksana itu Ketidakmampuan PLT

Mainan baru yang dimaksud Daniel Suryana, diperjelasnya yaitu main gugat, main hajar, ujung – ujungnya gugatan tidak sempurna dan harus diperbaiki. Harusnya sebelum menggugat dipelajari dengan benar. Bila ada calon klien datang menyampaikan persoalannya, harus terlebih dahulu dipelajari sebelum menyarankan kliennya untuk menggugat. Ini bukan main – mainan, seperti menggampangkan, “Wah, itu ada kata – kata begitu, kita tidak terima, kita harus gugat, tidak bisa begitu. Harus terlebih dahulu mempelajarinya satu demi satu kronologis faktanya, selanjutnya pelajari formil dan materiel gugatan,”paparnya.

Belum lagi bicara konsistensi soal setuju tidak setujunya MUSDA Lanjutan, ditutur oleh Daniel Suryana, ini sangat menarik. Awalnya yang terungkap dalam perbincangan dan bahkan gugatan, pihak penggugat tidak setuju MUSDA Lanjutan. Tetapi sekarang kelompok penggugat menyetujui MUSDA Lanjutan. “Ini, aduh, itu yang saya bilang tadi tidak boleh main – main di urusan hukum. Begitu kita ngomong A, kita harus ngomong A sampai ujung, tidak boleh hari ini ngomong A dan besok B, dari situ saja orang bisa menilai,”.

Sejauh mana Stafsus MP GPdI Bidang Hukum dan Advokasi melihat kans kemenangan dalam persoalan MD GPdI Banten, dengan nomor perkara 164. Benyamin Latuconsina, berkata terlalu prematur untuk menyampaikan optimisme kemenangan dalam perkara yang masih awal. Kenapa? Karena gugatan yang sedang berjalan ini, pada sidang sebelumnya kuasa hukum para penggugat menyampaikan ke Majelis Hakim perkara 164 mereka akan memperbaiki gugatan, atau bisa saja pihak penggugat akan mencabut Gugatannya. Selain itu masih ada mediasi. “Terlalu prematur kalau kita bahas sekarang,”

Dilanjutkan Daniel Suryana, dengan tidak konsistennya penggugat maka dari situ dapat dinilai seberapa kuat gugatannya. “Kalau kemarin  ngomong A, sekarang ngomong B, kita bisa menilai kenapa bisa berubah, apakah karena dia kuat? Nah itu. Saya lihat ini menjadi unik, itu akan menyambung kepada pertanyaan bapak, seberapa yakin Benyamin Latuconsina sebagai Stasus MP GPdI BHA yang menerima SKK dan STK terhadap perkara ini, itu sudah terjawab,”.

Benyamin Latuconsina, tetap konsisten bahwa terlalu prematur untuk melihat soal optimis menang dalam Perkara 164 ini pada saat sekarang. “Kita lihat perkembangannya, dengan adanya perubahan gugatan, atau bisa saja tidak menutup kemungkinan dicabutnya gugatan atau bisa saja berdamai pada saat mediasi. Kenapa? Karena adanya ketidak konsistenan pengugat, kemarin ngomong apa, sekarang ngomong mendukung MUSDA Lanjutan. Dari situ kita bisa melihat, tinggal dinilai saja,”

Media ini bertanya, “Apakah ini bisa berakhir damai?” dijawab oleh Benyamin Latuconsina, harus melihat perkembangan fakta persidangan yang ada. “Saya konsisten dengan apa yang saya sampaikan. Kita mencermati lebih lanjut fakta – fakta persidangan, jangan asumsi, narasi, argumentasi dari WAG, dari sosial media kita telan mentah – mentah. Dan bisa saja pihak penggugat mengubah gugatan. Mediatorpun akan melihat kembali apabila ada perubahan gugatan, dia akan mencermati posisi masing – masing pihak bagaimana, tidak menutup kemungkinan ada upaya perdamaian, makanya tadi saya bilang,”.

Ditambahkan, Daniel Suryana, bila memang pihak penggugat ingin ada MUSDA Lanjutan maka jalan satu – satunya adalah cabut gugatan. “Kalau pihak penggugat sudah setuju MUSDA Lanjutan, atas dasar apalagi problemnya? Dalam proses pengadilan itu ada mediasi yang membuka peluang damai, dan mediasi damai di pengadilan tidak seperti orang damai di luar,”

Pada kesempatan itu, media ini bertanya proses mediasi damai di pengadilan apakah bisa berbicara hal – hal di luar atau memang sesuai SK yang diterbitkan dan sesuai gugatan? Benyamin Latuconsina berkata, menyambung apa yang disampaikan Daniel Suryana, mediasi ini tidak semudah orang awam hukum melihat atau lakukan yang bisa diingkari (bohong). “Tapi kita sebagai praktisi sama – sama mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Ketika proses mediasi dilakukan, pada kesepakatan yang disepakati kedua belah pihak itu dituangkan dalam kesepakatan perdamaian”.

Bagi Daniel Suryana, dalam proses mediasi itu framenya adalah SK, di mana SK itu menugaskan untuk adanya MUSDA Lanjutan. “Intinya pengugat 164 dan yang digugat lewat perkara 164 sepakat. Dalam mediasi, pihak – pihak yang turut tergugat tidak ikut campur, kalau mereka mau datang silahkan. Sekali lagi mediasi ini diatur dalam hukum, begitu sudah tandatangan kesepakatan perdamaian lewat mediasi maka sudah terikat—semacam keputusan hukum. Jadi framenya dalam SK itu MUSDA Lanjutan, bukan yang lain,”tegas Daniel Suryana.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini