ilustrasi : Pdt. Samuel Tandiassa.

YOGYAKARTA – Majelis Pusat (MP) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) dan Majelis Daerah (MD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), melihat kondisi dan usia gembala GPdI di Jl. Hayam Wuruk, (Red: HW) Yogyakarta, Pdt. Lianawati Soetrisno yang sudah tidak bisa melakukan pelayanan pengembalaan dan mimbar, akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah-langkah demi pelayanan berjalan kembali dengan normal.

Untuk itu MP GPdI mengambil langkah, diantaranya, kata Ketua MD DIY, Pdt. Dr. Samuel Tandiassa, M. A,M. Th., yang akrab disapa Pdt. Samuel, pada 9 Februari 2019 tim MP GPdI yang terdiri dari tiga personal, yaitu: Anggota Majelis Pertimbangan Rohani – Pdt. D. Memah, Ketua MP GPdI, Pdt. Yos Minandar, dan Departemen Penggembalaan, Pdt. Hendrik Suangga, melakukan kunjungan ke GPdI HW dan bertemu secara langsung dengan gembala, Pdt. Lianawati Soetrisno yang akrab disapa, Pdt. Lianawati.

Pada 8 November 2019, MP GPdI mengirim surat Mandat No. 185/MP-GPdI/S-Pemb/XI-2019, kepada MD GPdI DIY, yang isisnya memberi tugas kepada MD DIY melakukan penanganan pelayanan penggembalaan di GPdI HW, Yogyakarta.

Pdt. Lianawati Soetrisno-sumber : MD GPdI DIY

Menindak lanjuti surat MP, pada 17 Desember 2019, penasehat MD, Pdt. M. Ch. Sirait dan Ketua MD GPdI DIY menemui Pdt. Lianawati untuk memberitahu mengenai adanya surat mandat dari MP ke MD DIY dan menjelaskan maksud dari surat tersebut.

Pdt. Dr. Samuel Tandiassa, M. A,M. Th., yang akrab disapa Pdt. Samuel mengungkapkan, dalam pembicaraan itu, Pdt. Lianawati dengan senang hati menyerahkan sepenuhnya kebijakan kepada MD DIY untuk menangani pelayanan di GPdI HW. Bahkan dengan tegas Pdt. Lianawati mengatakan soal pengaturan GPdI HW itu adalah wewenang MD (MD memiliki rekaman pernyataan tersebut).

Berangkat dari situ, kata, Pdt. Samuel, MD DIY mengundang Pdt. Lianawati dan pengurus, pada 27 Januari 2020 untuk membicarakan mengenai rencana penanganan pelayanan penggembalaan di GPdI HW, sebagaimana yang dimaksud dalam surat MP yang sudah disetujui Pdt. Lianawati.

Dalam pertemuan itu, dituturkan, Pdt. Samuel, pengurus yang sudah sekian tahun menguasai dan mengendalikan pelayanan di GPdI HW, menolak mentah-mentah kebijakan MP GPdI untuk melakukan langkah-langkah pemulihan dan pembenahan pelayanan di GPdI HW melalui MD GPdI DIY. “Selama pertemuan berlangsung dari pukul 19.00 – 21.00, Pdt. Lianawati tidak pernah diberikan kesempatan untuk berbicara oleh pengurus,” tuturnya.

Hasil dari pertemuan itulah yang dilaporkan Pdt. Samuel kepada MP. “Untuk kebijakan selanjutnya, MD DIY mengembalikan kepada MP,” kata Pdt. Samuel.

BACA JUGA  Bertemu Menko Polhukam, GAMKI Dorong Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

Selanjutnya, kata Pdt. Samuel, menurut Sekum MP GPdI, Pdt. Johanis Lumenta, MP GPdI telah mengundang Pdt. Lianawati dan pengurus jemaat untuk melakukan pembicaraan dan penyelesaian masalah manejemen penggembalaan di GPdI HW Yogyakarta, tetapi tidak ada kabar.

Pada 18 Maret 2020, MP GPdI mengirim surat mandat No. 230/MP-GPdI/S-Pemb/III-2020 kepada MD DIY untuk menginventarisasi dan sekaligus mengamankan aset-aset yang berkaitan dengan GPdI HW No. 22. Antara lain, mengamankan sertifikat GPdI HW, Yogyakarta.

Pada 26 Maret 2020, MD mengirim surat ke Pdt. Lianawati dan pengurus GPdI HW Yogyakarta supaya menyerahkan sertifikat HGB atas nama GPdI HW, Yogyakarta. Tetapi sampai batas waktu, tidak ada tanggapan, baik lisan maupun tertulis. “Penasehat Hukum MD DIY mengirim surat somasi I pada 31 Maret 2020, dan surat somasi II pada 7 April 2020, tetapi kedua somasi tersebut tidak ditanggapi juga,” katanya.

Bersamaan dengan itu, MD GPdI DIY mendapatkan informasi dari staf di kantor BPN kota Yogyakarta, sertifikat HGB milik GPdI HW Yogyakarta yang dimaksud sudah dimasukkan ke BPN Kota, diajukan untuk dibalik nama ke sebuah Yayasan yang notabene adalah milik kelompok pengurus GPdI HW, Yogyakarta dan tidak melibatkan nama GPdI di dalamnya.

Kata Pdt. Samuel, pada 27 Mei 2020, MD GPdI DIY melakukan pendekatan kepada Pdt. Lianawati agar bersedia menarik sertifikat dari BPN dan menyerahkannya kepada MP GPdI.

“Pertemuan itu terjadi di pastori GPdI HW, No, 15 Yogyakarta. MD GPdI DIY, di dampingi Penasehat Hukum dan cucu alm. Pdt. Raden Gideon Sutrisno, yaitu Pdm. Raden James Prayitno Tjahjono. Saat itu Pdt. Lianawati, sudah bersedia menyerahkan sertifikat dengan membuat surat pernyataan karena sertifikat masih dipegang salah satu pengurus jemaat. Akan tetapi tepat pada saat Pdt. Lianawati mau menandatangani surat penyerahan tersebut, tiba-tiba Anthon Sutrisno dan Paulus Hermawan muncul marah-marah, membentak-bentak sambil menunjuk-nunjuk Pdt. Lianawati agar tidak menandatangani surat penyerahan sertifikat,” katanya.

Oleh karena merasa ketakutan, lanjut Pdt. Samuel, akhirnya tidak terjadi penandatanganan. Bahkan pada saat itu pengurus MD DIY dan kuasa hukum diminta dengan kasar untuk keluar dari pastori,” ceriteranya.

Pdt. Samuel berkata fakta dilapangan selama ini, aset GPdI HW, Yogyakarta berada dalam status tidak aman karena ada pihak-pihak yang berusaha menguasai. Tidak hanya tanah dan gedung GPdI HW no. 22, tetapi juga aset-aset yang terletak di Jl. Hayam Wuruk no, 15, dan di Jl. Diponegoro No. 26 Yogyakarta.

BACA JUGA  PGI Ingatkan Gereja Terus Berikan Edukasi Tentang Covid-19 kepada Umat

Paulus Hermawan salah satu Majelis GPdI HW, membenarkan MP pernah menemui Pdt. Lianawati tetapi tidak melibatkan majelis. “Gembala sudah tua, jadi tentu hanya iya-iya saja. Memang gembala pernah diundang MP tetapi saat itu, jadwalnya harus ke Bali dengan kaum wanita. Jadi tidak hadir, dan mereka janji akan melakukan pertemuan ulang tetapi sampai sekarang, tidak. Ketua Umum (Pdt. Dr. John Weol) berjanji untuk ketemu tetapi tidak pernah ditepati. Kami punya buktinya, janji-janji Ketua Umum semuanya bohong. Kita punya bukti karena pembicaraannya kita rekam,” tegasnya.

Paulus Hermawan membantah bila dikatakan pengurus GPdI HW, Yogyakarta tidak mau bertemu dengan MD atau MP. “Kalau bilang tidak mau datang, berapa kali Pdt. Dr. John Weol ketemu saya, menelpon saya, bicara baik-baik. Bohong kalua bilang kami diundang tidak mau datang. Malah kita tunggu waktunya dia, tetapi tidak pernah kasih, termasuk Sekum MP. Mereka pimpinan apa itu, tahu-tahu sepihak melantik Pdm. Raden James Prayitno Tjahjono. Itu melanggar semua. Mereka mau mengacau-ngacau pekerjaan Tuhan,” tandasnya.

Sudah lama asset dipindahkan ke Yayasan, jelas Paulus Hermawan, karena dahulu asset itu didaftarkan dengan nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. “Supaya tidak dikuasai atau dimiliki pribadi dibuatlah Yayasan,”jelasnya dan mengurai itu bukan milik GPdI. Alasannya karena nama yang ada di dalam sertifikat bukan nama GPdI, melainkan namanya persekutuan gereja-gereja pantekosta di Indonesia.

Ditanya tabloidmitra.com, kalau atas nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, apakah itu milik perorangan? Paulu Hermawan menjawab, memang tidak, tetapi kalau Yayasan biar lebih jelas. “Kita tahu banyak asset di GPdI sekarangkan diatasnamakan Yayasan,” paparnya

Kembali ditanya, dalam pembentukan yayasan melibatkan GPdI atau tidak, dijawabnya dengan bertanya, kenapa harus dilibatkan, asset itu memang bukan nama GPdI. “Tidak, wong kita bukan atas nama GPdI, ini murni bukan GPdI, kita yang beli tanah, kita yang ngurus ijin bangunan, kita yang biayai pembangunan, tidak ada GPdI, satu senpun tidak pernah bantu,” ungkapnya.

Didesak, apakah jemaat di Jl. Hayam Wuruk memangnya tidak nama GPdI, Paulus Hermawan mengiyakan bernaung di GPdI. “Memang bernaung di Sinode GPdI tetapi asetnya tidak ada murni atas nama GPdI. Kita cuma ikut pengembalaan di GPdI,” tegasnya. (NBS)

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
2
+1
1
+1
0
+1
3
+1
3
+1
1
+1
11

1 KOMENTAR

  1. Gereja yg sesungguhnya adalah kumpulan orang-orang percaya. Percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

    Tuhan Yesus mengajak murid-muridNya menjadi penjala mamusia, bukan penjala gedung, bukan untuk berebut aset.

    Mana yang merupakan aset?
    Jiwa-jiwa, jemaat. Atau, tanah dan gedung?

    Secara jasmani, aset lebih berupa tanah dan gedung.
    Secara rohani, aset lebih berupa jiwa-jiwa yang dimenangkan untuk Kristus.

    Saya yakin, kalau Oom Kiem masih ada, akan kena tegur, semprot dan kena marah, yang coba2 merusak pelayanan yang telah dirintis dan dilayaninya sungguh2 sampai wafat 1991.

    Kelak akan teruji, siapa yang benar, siapa yang salah.

    Saat ini media bisa memberitakan berita apapun.

    Tuhan yang Mahatahu, yang tahu isi hati.

    Gandum dan lalang akan dipisahkan.

    Lalang dikumpulkan, diikat, dibakar.
    Gandum dibawa masuk ke gudang lumbung.

    Yang telah berbuat tidak baik pada Lempuyangan,
    siapapun itu, kelak pasti menuai dari apa yang sudah dilakukannya.

    Just the matter of time.
    Orang-orang pendatang, yang diterima dengan baik di Lempuyangan pada tahun 1980an, disupport pelayanannya, sampai mjd besar dan mandiri,0, tidak bisa menjadi Bapak yang mengayomi semuanya, tidak bisa menghargai pelayanan dari para pelayan Tuhan di Lempuyangan selama 30 tahun sejak Oom Kiem tdk dapat melayani, sakit, s.d. meninggal dunia.

    Sebelum meninggal dunia, tahun 1991, apakah Oom Kiem digantikan oleh gembala baru yang dilantik di gereja lain?

    Ketika Oom Kiem mulai sakit, dng semangat masih berusaha khotbah, duduk di belakang mimbar, tetap khotbah, namun fisiknya mulai melemah.
    Dan? Diadukan ke MP?
    Dicopot dan diganti gembala baru yang dilantik di gereja lain di depan jemaat gereja lain? Begitu?

    Tabloid Mitra Indonesia, tolong pastikan bahwa semua berita berimbang.

    Gereja Pantekosta, adalah gereja yang fokus pada keselamatan jiwa-jiwa, bukan pada aset.

    Ini yang saya tahu dan fahami.

    Inilah Gereja Pantekosta saya, bukan yang lain.

    Tuhan hiburkan saya dengan mengingatkan saya pada kisah, ketika Yusuf, Maria dan Yesus saat mjd manusia dan masih kecil, mereka harus mengungsi ke Mesir.

    Tahu kan kenapa?
    Dan, kapan mereka pulang dari Mesir?

Tinggalkan Balasan ke yd Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini