Kupang – Badai Siklon Tropis Seroja menerjang wilayah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), selama lebih dari sembilan jam, Minggu (4/4/2021). Akibatnya, rumah warga, tempat usaha, dan fasilitas publik lainnya rusak berat.
Bahkan media ini mendapatkan informasi, saluran telepon baik kabel maupun satelit “putus” alias tidak berfungsi. Membuat banyak warga Kupang, putus informasi dan komunikasi dengan warga di luar Kupang, seperti di Jawa. Bahkan arus transportasi, seperti pesawat terbang, mengalami kendala beberapa waktu pasca Kupang diterjang Badai Siklon Tropis Seroja.
Sepekan kemudian, Selasa (13/4/2021), Ketua Umum Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Gomar Gultom ditemani Direktur Yakoma PGI, Philip Situmorang, “terbang” ke Kupang, melakukan kunjungan pastoral ke sejumlah wilayah di NTT.
Sampai berita ini diturunkan, Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom masih berada di NTT, dalam kunjungan pastoral.
Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, menceriterakan pandangan mata langsung bagaimana situasi Kota Kupang, pasca Badai Siklon Tropis Seroja. “Segera setelah mendarat pukul 06.10 pagi di bandara El-Tari, saya diperhadapkan dengan sisa-sisa badai, yang telah memporak-porandakan sebagian kota Kupang,”buka catatan pandangan langsung Pdt. Gomar Gultom di Kupang, NTT.
Lanjutnya, di beberapa median jalan utama, pohon-pohon besar tumbang sampai ke akar-akarnya. “Menyaksikan pohon tumbang sudah biasa, tetapi tercabut sampai ke akar-akarnya, dan pohon besar berusia tua pula, merupakan hal baru bagi saya. Saya tak bisa bayangkan besar dan pola tiupan angin puting beliungnya,”.
Pdt. Gomar Gultom menuturkan, sepanjang perjalanan menuju Amanuban Selatan, untuk meninjau salah satu lokasi terdampak badai. “Saya menyaksikan kerusakan yang diakibatkan oleh musibah ini. Bena yang merupakan lumbung padi NTT, dengan 1700 ha sawah, terancam gagal panen kali ini, oleh kerusakan yang diakibatkan badai ini. Padahal sebagiannya tinggal menunggu panen sebulan lagi,”tuturnya.
Setiba di desa Bena, yang masuk Kabupaten Timor Timur Selatan, Pdt. Gomar Gultom, melihat beberapa tentara, polisi dan para pemuda GMIT sedang bekerja keras membongkar bongkahan lumpur yang sudah mulai mengering dari pemukiman penduduk.
“Tiba di gedung gereja GMIT Bethel Toinunuh, saya bergabung dengan para pengungsi, kebanyakan lansia dan anak-anak. Yang lain sedang bergotong-royong. Saya sempat berbincang dengan Bapak Camat, Kapolsek dan Danramil bersama Ibu Pdt. Merlin Tanesak.
Mendengar kisah-kisah memilukan dari para penyintas, sungguh menyayat hati. Saya tak mampu membayangkan derita yang harus mereka pikul, terlebih setelah menyaksikan dampak yang disisakan oleh badai tersebut,”.
Membaca laporan berkala Ibu Merry Kolimon, Ketum GMIT, serta mengikuti berita di media masa selama ini, hati Pdt. Gomar Gultom, sangat teriris karena banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
Tetapi menyaksikan sendiri tingkat kerusakan yang begitu parah, dan mendengar langsung kesaksian para penyintas, Pdt. Gomar Gultom, mengaku tidak mampu berkata-kata. “Saya baru tiga jam tiba di sini dan kecamuk hati saya tidak karuan melihat sisa-sisa badai ini. Saya, lagi-lagi, tak mampu bayangkan saat peristiwa itu terjadi,”.
Di tengah hati yang berkecamuk tidak karuan, Pdt. Gomar Gultom mengaku dihiburkan oleh solidaritas gereja-gereja yang tergerak merasa sepenanggungan. Dan lebih terhibur lagi menyaksikan para pelayan yang melayani dan mengkoordinir posko-posko GMIT untuk bantuan.
Apalagi, Pdt. Gomar Gultom melihat, Pastori Ketua Umum GMIT berubah menjadi ‘markas komando’ penanganan bencana. “Sangat bersyukur dengan kesigapan GMIT dalam hal ini.
Melihat besarnya tingkat kerusakan, terutama sumber-sumber ekonomi, nampaknya harus ada upaya ekstra. Proses rekonstruksi akan makan biaya besar dan waktu yang lama,”katanya.
Pdt. Gomar Gultom menguraikan, dari beberapa lokasi yang dilanda banjir, banyak rumah-rumah yang kosong melompong karena semua harta benda yang ada di dalamnya sudah tersapu banjir besar yang menerpa. “Di sebagian tempat, saya menyaksikan hanya bekas rumah, karena rumahnya habis tuntas dihanyutkan arus deras. Tak terhitung banyaknya ternak (sapi, babi dan kambing) yang hilang lenyap dan sempat meninggalkan bau yang cukup mengganggu,”urainya.
“Yang mencengangkan adalah ketabahan dan ketangguhan masyarakat, dan kebersamaan mereka dalam menghadapi badai ini. Hilang seluruh sekat di antara mereka, tak lihat latar belakang denominasi dll: mereka bersatu. Para pendeta melayani umat tanpa pandang bulu.
Yang tak kalah mencengangkan saya, tak seorang pun mengeluh tentang hilangnya harta benda. Satu-satunya yang mereka sedihkan adalah punahnya Alkitab dari rumah-rumah, dan mereka berharap bisa segera mendapatkan bantuan Alkitab. Buat saya ini sangat luar biasa.
Saya bertemu dengan beberapa pendeta yang mengalami hal sama. Semangat mereka tak surut sama sekali. Kembali mereka sesalkan tentang Alkitab ini, dan buku-buku mereka yang lenyap semua,”.
Pdt Daud Tari, Ketua Majelis Jemaat GMIT Elim Naibonat, Klasis Kupang Timur, yang dikunjungi Ketua Umum PGI, berkata: “Hari Minggu ini saya harus pinjam Alkitab. Soal pakaian saya tidak risaukan. Saya bisa kotbah pakai sarung. Tapi untuk ibadah kan harus pakai Alkitab!”.
Pada kesempatan itu, Pdt. Daud Tari, menunjukkan bagaimana terjangan banjir meluluh-lantakkan rumahnya. Bahkan tembok pagar gereja yang selama ini berdiri kokoh, rubuh tak tersisa. Beruntung gedung gereja tetap utuh.
“Kami akan beribadah duduk di lantai saja nanti, karena semua bangku gereja tersapu habis!”kata Pdt. Daud Tari, yang diceriterakan Kembali Ketua Umum PGI.
Kunjungan Ketua Umum PGI, terus berlanjut ke Desa Nefo, di Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, yang dilanda longsor. Empatbelas rumah di tepi jalan amblas tak berbekas tertimpa longsor, dan memutus jalan tersebut.
Selain itu, Mamar (perkebunan tradisional yang menjadi andalan penduduk) habis tertimpa longsor. Desa pemasok utama kebutuhan pisang, kelapa dan pinang untuk kota Kupang ini jelas kehilangan mata pencaharian.
“Saya banyak belajar dari kinerja Majelis Sinode (MS) GMIT dalam meresponi bencana ini. Gedung-gedung gereja menjadi tempat pengungsian dan semuanya dilayani dengan sangat baik. Posko-posko bantuan bencana dibentuk diberbagai tempat dan langsung dikoordinasi oleh MS. Kerjasama baik dengan berbagai instansi pemerintah, misalnya Dinas Kesehatan, memungkinkan jangkauan pelayanan berjalan baik. Di semua posko tersedia dokter dan Nakes yang dikordinasikan dengan Puskesmas setempat. Pengerahan aparat dari Polsek dan Koramil setempat pun patut diacungi jempol,”kata Pdt. Gomar Gultom.
Sore ini, Kamis (15/4/2021), Pdt. Gomar Gultom akan ke Rote dan rencananya, Sabtu akan ke Sabu. “Kerusakan di Sabu, saya dengar jauh lebih parah. Sobat sekalian, saya kira tidak saatnya lagi berkata: ‘Saudara-saudara yang menderita di NTT’, tetapi saatnya untuk mampu berkata, ‘KITA menderita di NTT’. Kehadiran saya di NTT, atas nama Gereja-gereja di Indonesia, semoga bisa menghiburkan saudara-saudara kita, bahwa derita ini adalah derita kita semua,”.
Pdt. Gomar Gultom, menceriterakan, dari pengamatan sepintasnya selama dua hari ini, kebutuhan Sembako dan bantuan darurat lain, sangat baik dikelola oleh MS GMIT dan posko-posko yang dibentuk. Namun melihat luasnya kerusakan dan banyaknya korban, tentu ini membutuhkan topangan semua warga bangsa.
“Yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mengumpulkan sebanyak mungkin Alkitab dan buku-buku teologi, khususnya yang membantu para pendeta mempersiapkan kotbah mereka. Untuk maksud ini, jika para sahabat tergerak mendonasikan Alkitab dan buku-buku, baru atau bekas, bisa segera dikumpulkan di Salemba 10, kantor PGI, teman-teman di PGI bisa segera mengirimkannya ke NTT,”ceriteranya.Pdt. Gomar Gultom juga mengajak bagi yang tergerak untuk mendonasikan dalam bentuk uang, silahkan transfer ke BNI Matraman: 000.893.266.1, atas nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dan Bank Mandiri Matraman: 006.006.000.034.0, atas nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia