Produser yang juga sutradara Mariara, Veldy Reynold Umbas

JAKARTA – Ketua Umum ( Ketum ) Pdt. Dr. (Hc) Jacklevyn Frits Manuputty, usai menonton film Mariara, di XXI Plaza Senayan, (28 Nov 2024) memberikan pujian dan menyatakan kebanggaannya.

“Ini betul – betul produksi lokal, produser dan sutradara sampai artisnya lokal. Bahkan plot dan narasinya lokal. Keren sebagai urban legend diangkat. Saya suka pengadegannya, tidak panjang – panjang langsung berubah, sangat kaya kontennya realitas yang ada di masyarakat kita, yang sangat kaya dengan dinamika – dinamika seperti itu,”.

Pdt. Jacky Manuputty. (foto : google.com)

Pdt. Dr. (Hc) Jacklevyn Frits Manuputty , yang akrab dikenal dengan sebutan Pdt. Jacky, memberikan pujian dan mengungkapkan kebanggaannya, ternyata di dalam film Mariara itu menceriterakan kisah yang pernah dialaminya juga waktu bertugas sebagai pendeta muda di sebuah desa.

“Saya dulu sebagai pendeta pernah di tempatkan di desa dan mengalami seperti yang di filmkan dalam Mariara ini. Bertepatan juga saya pendeta muda, seperti yang jadi lakon utama di film Mariara—seorang pendeta muda,”.

Ketua Umum PGI ini merasakan waktu menonton film Mariara seakan balik dalam sebuah pengalamannya dalam bertugas sebagai pendeta muda di sebuah desa. “Jadi saya harus akui film Mariara ini seperti flashback (kilas balik). Cerita yang seperti ini hidup di tengah dinamika masyarakat kita, dan berhasil diangkat masuk ke jaringan bioskop XXI,”

Pdt. Jacky Manuputty mengakhiri perbincangan dengan berkata, “pokoknya Keren, deh,” dan berterima kasih kepada pihak – pihak yang ada di Mariara.

Selain Ketua Umum PGI, seorang tokoh nasional Frans Ansanay, juga menceriterakan film Mariara yang telah ditontonnya. “Saya menyempatkan diri untuk menonton film Mariara, yang berceritera tentang budaya Sulawesi Utara (cerita rakyat minahasa). Cerita dalam film ini memberikan kesan mendalam buat saya, bahwa kondisi – kondisi seperti cerita dalam film Mariara dalam konteks masyarakat Indonesia, konteks agama suku, memang banyak—dengan versi berbeda setiap daerah dan budaya,” katanya dan menambahkan ia tertarik menonton film Mariara dikarenakan banyaknya Broadcast WA, yang diterimanya.

BACA JUGA  Memperingati Hari Kesehatan Internasional, PGI : Cegah Stunting 

Frans Ansanay yang juga seorang Majelis Tinggi dari Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), menceriterakan apa yang ditontonnya di film Mariara, juga pernah dialaminya secara pribadi waktu melayani di sebuah daerah di Indonesia.

Frans Ansanay (Kiri), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Lodewyk Pusung (Tengah), Pdt. Jemmy Iwan Tangka (Kanan)

“Saya pengalaman di sebuah daerah, menghadapi hal seperti yang diceriterakan dalam film Mariara. Film ini sungguh memberikan support bahwa ada satu perubahan yang kuat manakala Gereja dan Injil diberitakan,”ungkapnya.

Kepada media ini, Frans Ansanay juga menceriterakan kembali ceritera dalam film Mariara, di antaranya, adanya  peristiwa dalam film Mariara, dimana seseorang mengalami ketidak nyamanan.

“Ada orang yang mengalami penistaan, mengalami ketidaknyamanan dalam hidup bermasyarakat, karena bertekun dalam dunia yang berbeda. Bahkan menimbulkan persoalan sosial—tetapi dengan terang Injil dia menemukan satu perubahan, menyadari dan kemudian kembali kepada Tuhan,”.

Lebih jauh, Frans Ansanay menuturkan, ada beberapa tokoh yang dimunculkan dalam film Mariara, dan memberikan kesan bahwa perubahan itu bisa terjadi hanya karena Injil. Saya senang sekali dan mendukug film Mariara. Tentu saya berharap ada film Mariara II, untuk makin memperkuat pemberitaan Injil.

BACA JUGA  Natal GPdI Pelita, Pdt. Glen M Lasut, S. Th Berikan Tema “Arah Langkahku” Diberitakan Pdt. N Suratinoyo

Seorang tokoh perantau dari Minahasa, saat ini sebagai Ketua STT Inalta, Pdt. Dr.  Jemmy Iwan Tangka, menceriterakan film Mariara yang ditontonnya. “Mariara, film kebudayaan dan gabung dengan singkriotisme, kemudian ada hubungan dengan kebudayaan Minahasa (kampung temboan). Itu mengambarkan daya tahan alam dan daya tahan rohani memerlukan sinergi. Jadi sinergisitas modernitas dan realitas alam,”katanya.

Film Mariara menurutnya, memperingati manusia untuk berhati – hati tentang disebut Alifuru—istilah orang – orang yang bijaksana tetapi tidak dipedulikan dan disalah mengerti oleh gereja. “Itu sebabnya terbentuklah stigmatisasi bahwa mereka orang – orang yang memeluk hal ghaib. Alifuru ini jangan sampai disalah mengerti, sebab ada konteks dan teks di sini,”.

Sebagai orang Sulwesi, Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka, yang sering disapa, Pdt. Iwan, mengungkapkan kebanggaannya. “Saya sangat bangga dan saya harus katakana membanggakan. Tetapi tidak berhenti di bangga, melainkan berdoa agar film Mariara berdampak untuk pariwisata di tanah Minahasa. Banyak orang yang bukan suku Minahasa mau ke Minahasa, melihat secara langsung ceritera – ceritera rakyat yang ada. Seperti, masyarakat membuat cap tikus ( Alkohol ) dari pohon Aren, dan melihat hidup orang minahasa yang masih sering berburu hewan di hutan,”tutupnya.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini