JAKARTA – Lewat pesan WhatsApp umat Kristen belum lama ini menerima broadcast video tentang Ketua Umum Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) versi “Daan Mogot” Tangerang – Jakarta, Pdt. DR. Matheus Mangentang, M.Th atau MM, dijemput oleh Ady Wira Bhakti, SH,. Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur bersama tim, untuk menjalani pidana penjara 7 tahun.

Penjemputan terpaksa di lakukan oleh Ady Wira Bhakti dan tim karena terpidana tidak kooperatif. “Kami telah melakukan pemanggilan hari Kamis (1 Agustus 2019 ), tetapi karena tidak datang, maka pada hari Jumat kami melakukan upaya paksa,” katanya dan sedikit menceritakan jalannya penjemputan.

Pada hari Jumat (2 Agustus 2019), Ady Wira Bhakti dan tim bertolak dari Kejari Jakarta Timur, meluncur ke rumah terpidana 7 tahun penjara, MM yang berada di Jakarta Pusat.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur Ady Wira Bhakti

Sampai di rumah terpidana, Ady Wira Bhakti dan tim tidak menemukan terpidana MM. Demi suksesnya eksekusi keputusan MA, Ady Wira Bhakti dan tim terus melakukan pencarian. Diperolehlah informasi keberadaan terpidana berada di sebuah Rumah Sakit ternama di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Lewat infomasi tersebut, Ady Wira Bhakti dan tim langsung begerak cepat dan mendapatkan terpidana 7 tahun penjara. Saat itu terpidana langsung dibawa ke Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

Setelah menyelesaikan administrasi di Kejari, MM yang ditemani istri dan pengacaranya langsung dieksekusi penahanan kurungan penjara di LP Cipinang dengan masa tahanan 7 tahun, denda Rp 1 milyar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Penahanan kurungan penjara Ketua Sinode GKSI versi “Daan Mogot”, akibat perkara pemalsuan Ijazah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang telah mengorbankan kurang – lebih 600 orang sarjana yang tidak dapat menggunakan ijazah sarjana diploma 2 untuk keperluan masa depan (bekerja).

Salah satu sahabat MM yang ikut mendirikan GKSI, Frans Ansanay, mempertegas dibuinya MM karena MM tidak menerima bentuk “kasih” dari banyaknya Hamba Tuhan GKSI yang menggelar Sidang Istimewa Sinode GKSI tahun 2014. “Pada saat itu MM dilihat dan dinilai oleh banyak hamba Tuhan GKSI sudah melanggar AD/ART. Dengan alasan itu dilakukan Sidang Sinode Istimewa di November 2014. Coba kalau MM menerima keputusan Sidang Sinode Istimewa 2014, tentu peristiwa bui ini dapat dihindari,” terangnya.

BACA JUGA  800 Orang Ikut Vaksinasi di Sekolah Solideo BSD
Frans Ansanay (baju hijau)

Kata Frans Ansanay, sejak GKSI didirikan tahun 1988, yang diketahuinya sesuai AD/ART GKSI, semestinya gereja memiliki Yayasan Pendidikan dan Lembaga Pendidikan Agama serta Pendidikan Umum. “Tapi disaat Sinode GKSI melakukan gugatan intervensi pada kasus perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, terungkap dari jawaban MM bahwa Yayasan dan Lembaga Pendidikan yang selama ini dikira banyak hamba Tuhan GKSI milik GKSI ternyata bukan milik GKSI. Mirisnya lagi, semua itu dikelola oleh MM di luar Sinode GKSI,” jelasnya.

Frans Ansanay berpendapat bahwa MM saat mengungkapkan dalam gugatan intervensi tidak merasa bersalah terhadap AD/ART GKSI dan para pendiri Sinode GKSI. “MM berkata tidak ada hubungan hukum antara GKSI dan Yayasan serta Lembaga Pendidikan yang selama ini dikelolahnya,” cerita Frans Ansanay dengan penuh kecewa karena MM yang dipercayakan memimpin agar Sinode GKSI memiliki Lembaga yayasan Pendidikan, ternyata tidak melakukannya. Bahkan, MM diberikan kesempatan memimpin oleh Tuhan selama 30 tahun sebagai Ketua Sinode GKSI, tidak mampu mengkader kepemimpinan GKSI sehingga ia harus terus menjadi pemimpin.

Beberapa hari setelah penjemputan MM, tepatnya Senin (5 Agustus), rekannya MM dalam satu kasus yang sama, Ernawaty Simbolon (ES) menyerahkan diri ke Kejari.

Selesai mengurus administrasi di Kejari, ES langsung dibawa ke Rutan Pondok Bambu. Tetapi sebelumnya ES sempat mampir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang.

Menurut pengacara pendamping MM dan ES sejak di Kasasi, Dwi Putra Budianto, SH., ES sengaja mampir untuk bertemu MM sebagai perpisahan yang kemungkinan bisa mencapai 7 tahun.

Pengacara MI dan ES, Dwi Putra Budianto

Dwi Putra Budianto, SH, MA tidak tinggal diam dengan dieksekusinya MM dan ES. Rencananya ia akan melakukan upaya hukum, seperti Peninjauan Kembali (PK) dan Pra Peradilan, khusus keputusan penahanan penjara tentang 7 tahun. Karena dalam putusan menetapkan terdakwa tetap ditahan dalam tahanan kota. “Saya sendiri memang melihat dari sisi hukum dan akademisi, penetapan 7 tahun itu aneh kalau tahanan kota. Ini memang satu hal yang baru di dunia akademisi. Itu sebabnya kita akan uji kenapa satu keputusan 7 tahun di putuskan penahanan penjara dan ada juga penetapan sebagai tahanan kota,” terangnya.

BACA JUGA  Catat! Pesan Paskah PGI Untuk Gereja dan Umat Kristen Indonesia

Walau begitu, sebagai pengacara mengaku akan berkoordinasi dengan keluarga dan tim pengacara yang ada untuk mengambil langkah hukum selanjutnya. “Kami akan berkoordinasi dengan tim Pak Matius dan tim gereja dan lain-lain,” katanya.

Mendengar adanya upaya hukum yang akan dilakukan pihak terpidana, Jaksa Penuntut Umum, Handry mengakan itu hak dari pihak terpidana. Tapi sesungguhnya, langkah eksekusi yang dilakukannya sudah diyakininya sesuai dengan keputusan hukum yang ada.

Babak Baru Kasus MM

Walau MM sudah mendekam di Lapas Cipinang, sejak Jumat (2 Agustus), ternyata kasusnya juga belum selesai.

Sabar Ompu Sungguh, SH., MH., pengacara dari korban ijazah palsu PGSD STT Setia yang jumlahnya kurang lebih 600 orang, mengatakan masih meminta pertanggungajawaban atas kerugian para kliennya, diantaranya waktu yang telah dihabiskan para korban saat kuliah di PGSD STT Setia, biaya selama mengikuti kuliah baik itu membayar kuliah dan hidup sehari-hari. “Kami akan segera melakukan penuntutuan secara perdata ganti kerugian. Para korban ini sudah mengalami kerugian secara material dan moril, termasuk masa depanya. Jadi kami tidak berhenti karena para terpidana sudah dieksekusi,” kata Sabar di kantornya.

Sabar Ompu Sungguh, SH., MH, mengurai tuntutan ganti rugi yang akan dilayangkan kepada MM berkisar Rp 1 triliun. “Kita akan mengitung jumlah permintaan ganti rugi. Tapi kalau kita hitung-hitung bisa mencapai 1 triliun,” tegasnya.

Penuntutan perdata, kata Sabar Ompu Sungguh, SH., MH, kepada wartawan, akan dimasukkan ke pengadilan pada bulan Oktober 2019. (NBS)

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini