Hukum hadir di dunia setidaknya sebagai pengatur ketertiban dalam kehidupan sehari-hari. Apakah hukum hanya berlaku untuk manusia? Jawabnya adalah tidak. Kucing mencuri makanan di warung, apakah akan dimasukkan ke penjara? Rumput yang kebetulan tumbuh di pekarangan orang, apakah serta merta dapat dipersalahkan? Flora fauna hanya mengenal satu hukum saja, yaitu hukum alam atau hukum rimba. Realisasi dari hukum tersebut sangatlah kejam, yang lemah akan dimakan yang kuat, yang kuat akan dimakan oleh yang lebih kuat dan seterusnya. Siapakah yang selanjutnya menjadi pemuncak rantai makanan? Manusia. Hal-hal ini dikarenakan hanya manusialah yang memiliki akal, sedangkan makhluk hidup lain tidak. Insting seperti halnya yang dimiliki binatang dan tumbuhan dapat dilatih tetapi akal adalah anugerah. Hanya manusialah yang memiliki kesadaran hukum karena hukum sengaja diciptakan untuk menjaga keteraturan hubungan antar manusia yang bermoral. Dengan kata lain, segala sesuatu yang letaknya dibawah akal manusia berlaku hukum alam.
Manusia sebagai ciptaan-Nya yang paling mulia tetapi terkadang manusia melakukan tindakan-tindakan yang memanfaatkan kelemahan-kelemahan hukum yang ada. Bermula dari itulah hukum tertulis di Indonesia yang diundangkan akan semakin banyak. Dari waktu ke waktu otak manusia terus berkembang mengikuti perkembangan zaman, maka haruslah diimbangi dengan produk hukum yang sifatnya dinamis pula. Sebab ada tertulis, “kebijaksanaan akan memelihara engkau, kepandaian akan menjaga engkau” (Amsal 2 : 11). Setiap celah hukum yang haruslah segera ditutup dengan regulasi yang baru sebelum celah hukum tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Yesus telah menciptakan hukum, yang sebenarnya produk hukum yang ada sekarang ini merupakan turunan dan pengembangan dari hukum Tuhan itu sendiri (Matius 22:37-40). Hukum Tuhan ini menekankan pada kesadaran manusia akan pentingnya aturan. Tuhan menciptakannya untuk membuat kehidupan bermasyarakat senantiasa teratur. Dengan hukum Tuhan ingin mempersatukan manusia dalam segala perbedaan yang ada tetapi pada kenyataannya hukum seringkali dipakai sebagai alat pengukur untuk “mengkotak-kotakkan” manusia. Hukum seringkali dipandang “tebang pilih”, itulah mengapa manusia sekarang cenderung apatis mensikapi hukum yang berlaku.
Manusia seringkali lebih takut dengan ancaman hukuman daripada keselamatannya sendiri. Orang lebih takut dirazia Polisi karena tidak memakai helm daripada keselamatan dalam berlalu lintas. Membunuh, mencuri, menipu dan sebagainya sebenarnya juga akan dipidanakan, tetapi mereka tidak tersadar akibatnya dari pelanggaran hukum tersebut. Di bidang ekonomi tidak bisa dibayangkan apabila prinsip ekonomi (dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya) berlaku penuh tanpa adanya hukum yang mengaturnya. Manusia terkadang tidak takut dengan Tuhan tetapi lebih takut kepada ancaman hukuman. Sebagai contoh, seorang pejabat diambil sumpahnya dengan Kitab Suci keyakinannya. Pada kenyataannya ia melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara yang sangat besar. Ia pun menyiapkan skenario supaya ia dapat terbebas dari jeratan hukum.
Lalu apakah semua orang memahami artian hukum tabur tuai? Sebagian orang memahami arti kata itu tetapi terkadang sengaja menutup mata, dia hanya berorientasi pada apa yang terjadi saat ini saja. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan ancaman hukuman jauh lebih ditakuti daripada Tuhan.
Di sini kita dapat melihat arti pentingnya kesadaran hukum. Suatu tindakan yang keliru apabila dilakukan terus menerus lama-lama akan menjadi suatu pembenaran dan menjadi budaya dalam masyarakat. Dalam hal ketertiban sebenarnya sangat bisa dimulai dari pribadi per pribadi. Untuk memulai suatu perkara yang besar ada kalanya harus memulai dari perkara yang kecil dahulu. Terlalu banyak hukum tertulis yang diundangkan justru akan semakin menghambat laju bangsa itu untuk menjadi negara maju. Masyarakat ingin bebas berekspresi, mengeluarkan ide dan sebagainya tetapi sering terbentur dengan regulasi. Kita lihat negara Jepang, negara itu melegalkan hal-hal yang sifatnya ilegal di negara kita tetapi warga negaranya sangat taat pada hal-hal yang dilegalkan tersebut. Pada waktu Jepang dilanda gempa dan tsunami, regu penolong datang dengan membawa bantuan selimut, makanan dsb, apakah selanjutnya yang terjadi? Serentak mereka membentuk antrian mengular dengan tertib. Sesuatu ajaran moral yang ditanamkan sejak dini disana bahwa lebih baik tidak bisa mengerjakan soal matematika daripada tidak bisa mengantri, itulah kesadaran yang muncul dari tiap pribadi.
”Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih dan berketopongkan pengharapan keselamatan” (1 Tesalonika 5 : 8). Tuhanpun juga mengajarkan kepada kita tentang 10 hukum Tuhan, hukum yang sebenarnya sudah mencakup semua aspek kehidupan. Apa saja yang sudah kita lakukan saat ini, kelak kita sendirilah yang akan menerima ganjaran atau berkahnya. Hukum Tuhan adalah kekal, itulah yang akan kita pakai selamanya sebagai orang Kristen.
Oleh: Yudhi Widyo Armono
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca tabloidmitra.com, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi.