Jakarta – Sejak tahun 2014 terjadi Dualisme di “tubuh” Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), yaitu GKSI pimpinan Pdt. Marjiyo dan GKSI pimpinan Pdt. Matheus Mangentang (MM). Berbagai upaya pun dilakukan agar kembali bersatu, mulai dari Sidang MPL PGI di Parapat 2016, Salatiga 2017, Palopo 2018 dan Puncak Bogor 2019.
Tahun 2018, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) melakukan mediasi (pertemuan) kedua belah pihak GKSI di Graha Oikumene. Tim rekonsiliasi dari PGI yang dibentuk sejak MPL PGI di Parapat terdiri dari Pdt Dr Bambang H Widjaja (Ketua PGI 2014-2019), Pdt Dr Albertus Patty (Ketua PGI 2014-2019), Pdt Krise Gosal (Wakil Sekum 2014-2019), Pdt Manuel Raintung dan Pdt Shepard Supit serta Nikson Gans Lalu. Sayangnya, waktu itu mediasi harus kandas dan dikembalikan kepada dua belah pihak oleh PGI.
“GKSI Pdt. Marjiyo terus membuka diri untuk rekonsiliasi sesuai arahan PGI. Tapi pada 5 Januari 2018 upaya rekonsiliasi di kantor PGI gagal karena pihak sebelah tidak bersedia. Bahkan saat itu ada pernyataan dari pihak sebelah bahwa dalam 4-5 tahun akan terlihat mana yang ilalang, mana yang gandum,” ungkap Ketua Majelis Tinggi GKSI Willem Frans Ansanay, kepada tabloidmitra.com.
Pernyataan tersebut, kata Frans Ansanay, menjadi tantangan dan penyemangat bagi setiap pengurus GKSI versi Pdt. Marjiyo dalam melayani umat. “Dasar pemikirannya adalah pekerjaan Tuhan dan tidak bisa dibatasi atau dianggap sepele oleh seiapapun termasuk oknum pendeta. Gereja akan terus berjalan karena konsep dasarnya adalah sang kepala Gereja yaitu Tuhan Yesus Kristus,” katanya.
Walau belum terjadi rekonsiliasi, ternyata tidak mengalangi GKSI versi Marjio untuk berbuat bagi Tuhan dalam pelayanan, Frans Ansanay mengungkapkan saat ini GKSI versi Pdt. Marjiyo telah mengalami perkembangan yang signifikan.
Sidang Sinode GKSI ke-5 November 2020
Perkembangan yang dimaksud, bertumbuhnya jemaat GKSI versi Marjio. Misalnya di DKI Jakarta yang dulu hanya memiliki 5 jemaat (gereja lokal), kini menjadi 13 jemaat. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Sambas, Riau, Jawa Barat dan segera menyusul di Papua.
“GKSI Pdt. Marjiyo masih terus membuka diri dan berpegang pada semangat oikumenis yang digaungkan oleh PGI,” tegasnya.
Selain itu, GKSI Pdt. Marjiyo melalui Sekolah Tinggi Teologia Injili Jakarta (STTIJA) pada Januari 2021 telah mengirim lulusannya untuk melayani di berbagai daerah di Indonesia khususnya di daerah pedesaan yang masih jauh dari perkembangan kota. “Ini adalah bentuk komitmen GKSI tunduk pada Tuhan dan terus mengerjakan tugas Amanat Agung dari Tuhan Yesus,” jelasnya.
Frans Ansanay menuturkan semangat rekonsiliasi tetap diusung GKSI Pdt. Marjiyo karena Tuhan Yesus mengajarkan pengikutnya untuk hidup damai dan mengasihi sesama. “Tuhan menghendaki GKSI, pun harus melakukan rekonsiliasi. Oleh karenanya saya mengajak kita semua yang berada dalam GKSI untuk membangun kebersamaan. Kita adalah bagian dari rencana Tuhan untuk melakukan perubahan. Kami selalu membuka pintu selebar-lebarnya untuk bersama-sama membangun GKSI kedepan,” ajaknya.
Sebagai informasi. Saat Sidang Sinode GKSI ke-5 (18-19 November 2020) terungkap bahwa GKSI Pimpinan Pdt. Marjiyo telah mendapatkan Sertifikat merek logo GKSI, dengan nomor pendaftaran: IDM000795326, yang beralamatkan di Jl Kerja Bakti No.15 V, RT 001/002, Kelurahan Makassar, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.
“Kami terus mengerjakan, mendorong terjadi rekonsiliasi. Walau sebenarnya di depan hukum kami memegang hak paten logo dan nama GKSI. Bagi kami, semua warga GKSI harus berada dalam rumah besar GKSI, bukan dikelompok-kelompokkan,” kata Pdt. Marjiyo.