JAKARTA – Ibadah Minggu (19/02/2023) Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia (GSPDI) Belleza, berbeda dari biasanya. Kali ini, nuansanya dari dekorasi atau penataannya sangat terasa sedang ada yang berhari ulang tahun (HUT).
Benar, pada sesi firman Tuhan yang disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) Sinode Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia (GSPDI), Pdt. Paul Massie, terungkap Siapa yang berhari ulang tahun, yaitu Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman, Gembala Jemaat GSPDI Belleza.
Pdt. Paul Massie, mengatakan dalam dunia ini ada yang sangat sulit dikalahkan oleh mayoritas manusia, yaitu waktu. “Waktu mampu membuat kita tidak bisa menunggu dan lain sebagainya,”katanya.
Tapi dalam catatan alkitab, kata Pdt. Paul Massie, ada satu tokoh bernama Kaleb (Baca Bil 14 : 24) di usia 45 tahun mendapatkan janji Tuhan, dan tidak dilekang oleh waktu. 40 tahun lamanya dari peristiwa janji Tuhan itu, nama Kaleb seakan terlupakan.
Nama Kaleb muncul lagi di kitab Yosua 14, saat itu sudah berusia 85 tahun (Ay. 10). Kaleb dengan usianya seperti itu tidak dilekang oleh waktu. Kaleb berkata (Ay 11) tenaganya masih kuat seperti waktu usia 40 tahun.
Pdt. Paul Massie menegaskan, kemunculan Kaleb membuktikan dia bukan kaleng – kaleng. Buktinya, Kaleb merebut dan memenangkan Hebron.
Ketua Sinode GSPDI ini menegaskan salah satu orang yang ditemuinya tidak dilekang oleh waktu adalah Pdt. Mulyadi Sulaeman (Om Mulyadi : demikian sapaannya). Buktinya di usia ke 71 ini masih terus hadir memberitakan Injil, masih tetap menjadi gembala dan masih terus mengukir prestasi pelayanan kepada Tuhan.
“Om Mulyadi Sulaeman, bukan kaleng-kaleng. Ini perlu kita teladani, ini perlu kita contohi. Kehadiran kita harus berarti bagi Tuhan, harus bermanfaat, menjadi berkat,”papar Pdt. Paul Massie.
Kuncinya untuk menjadi orang kepercayaan Tuhan, seperti Om Mulyadi Sulaeman, yaitu mampu menjaga hati. Sebab dari hati terpancar kehidupan. “Sebagai jemaat yang digembalakan Om Mulyadi, kalau Om Mulyadi bisa dan mampu menjaga hati, tentu jemaat yang hadir saya berharap bisa menjaga hati, bisa melepaskan pengampunan kepada yang bersalah,”teangnya.
Usai Firman Tuhan, Pdt. Mulyadi Sulaeman memimpin jalannya perjamuan kudus. Setelah itu dilanjutkan dengan perayaan HUT. Tiba saatnya pembawa acara memberikan waktu kepada Om Mulyadi bersaksi akanpertolongan Tuhan.
“Puji Tuhan sampai sekarang saya masih di GSPDI, mudah – mudahan tidak dilekang oleh waktu,”bukanya dalam memberikan kesaksian.
Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman, menceriterakan sejak pertobatannya, sudah menyerahkan hidupnya, termasuk masa depannya untuk diatur oleh Tuhan. “Saya lulusan SMA Sumedang dengan hasil yang baik. Saya masuk 5 besar nilai yang lulus SMA se Jawa Barat. Melihat hasilnya saya yakin dapat masuk ITB. (Alm) Ayah saya memperjuangkan masuk ITB, tapi saya tidak lulus, melainkan rangking jauh di bawah saya yang lulus. Saya tidak tahu bisa jadi begitu. Saat itu saya berkata Tuhan kenapa saya tidak lulus? Saya bertanya karena tidak tahu rencana Tuhan jauh lebih besar dari mimpi saya,”ceriteranya.
Tidak lulus di ITB, otomatis Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman, menambah Panjang jumlah pelajar lulusan SMA waktu itu yang pengangguran. “Saya frustasi karena tidak ada kegiatan alias kerjaan. Apalagi saat itu orangtua lagi susah – susahnya. Puji Tuhan, ada saudara saya (Bapak dan Ibu Sumardi) memanggil ke Jakarta untuk mencari hidup. Saat di Jakarta, saya mendapatkan kesempatan untuk Les,”.
“Tuhan telah memakai mereka untuk membawa saya dari kampung ke kota besar Jakarta. Kalau disebut ibu kota Jakarta lebih jahat dari ibu tiri, itu ada benarnya. Kehidupan di ibu kota ini ternyata tidak seindah apa yang kita pikirkan,”.
Di Jakarta, Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman, pada tahun 1971 melamar di PT Fortune Indonesia. Kesempatan untuk melamar diperusahaan tersebut diperolehnya dari saudaranya. “Saya di tes dan puji Tuhan diterima menjadi asisten II. Saya bekerja di PT. Fortune Indonesia, sebagai asisten pembukuan. Saya bekerja di perusahaan tersebut selama 45 tahun. Saya masuk sebagai asisten pembukuan dan 45 tahun berikutnya pensiun sebagai salah satu pemegang saham dari perusahaan itu,”ungkapnya dan berterima kasih atas rencana Tuhan dalam hidupnya.
Terima kasih yang diungkapkan, Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman, dikarenakan kalau lulus masuk ITB, belum tentu bisa pensiun sebagai seorang pemegang saham, belum tentu menjadi seorang pendeta, belum tentu menjadi gembala. “Tapi jalan sudah diatur Tuhan, saya bukan hanya menjadi pemegang saham, tapi menjadi pendeta, menjadi gembala dan pernah menjadi ketua sinode serta pernah menjadi salah satu ketua PGPI,”.
Suami dari Amelia Inawati ini menutup kesaksiannya dengan menceriterakan pergumulan, tantangan menjadi gembala jemaat, dalam hal kebebasan mendapatkan tempat beribadah. Tapi pada tahun 2016, GSPDI yang digembalakannya menetap di Gedung Belleza, dengan jemaat terus bertambah.
“Saya tidak berhenti mengucap syukur kepada Tuhan atas semua yang Tuhan telah buat sampai usia ke 71 ini. Terima kasih kepada orang-orang yang telah Tuhan pakai ikut berpartisipasi menjadi bagian perjalanan hidup saya, tentu yang terutama kepada istri dan anak – anak saya,” tutupnya dan mengajak jemaat untuk menyanyikan, “Hidup Ini Adalah Kesempatan”.
Pada kesempatan itu, pembawa acara juga memberikan kesempatan kepada anak bungsu memberikan kesan – kesannya. Isi dari kesannya bahwa ayahnya sangat memberikan kebebasan buat anak – anak dalam melakukan segala hal. Tapi karena ayahnya menjadi panutan maka anak – anak menjadikan sosok ayah sebagai teladan. “Terima kasih Daddy telah menjadi teladan,”kata anaknya yang bungsu.
Ditambahkan juga oleh anak mantu perempuan pertama dari Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman. “Daddy menjadi panutan dan teladan kami. Apa yang dikatakan Daddy itu yang dikerjakan dan konsisten. Terima kasih sudah menjadi teladan Daddy,”
Seperti biasa ada peniupan lilin HUT. Dan ibadah ditutup dengan doa berkat oleh, Pdt. Paul Massie. Sebelum pulang, jemaat mengikuti perjamuan kasih, makan bersama.