JAKARTA – Kurang lebih sudah 6 bulan Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat banyak orang terdampak, baik secara finansial, pekerjaan hingga psikis. Seperti hasil survei yang dipaparkan PGI di akhir Juli 2020.
Melihat dari www.pgi.or.id, PGI merilis hasil survei yang dilakukan Komisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PGI pada 6-13 Juni 2020, terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap kehidupan warga gereja.
Hasilnya, terkait daya tahan ekonomi sebanyak 44.8% responden mengatakan dapat bertahan secara ekonomi tanpa bantuan, dan 52% responden mengatakan masih bekerja sekaligus menerima upah.
Sedangkan jika dikaitkan terhadap dampak psikologis, hasil survei menyebutkan, 73.1% responden mengindikasikan gejala depresi ringan (mild depresion). Sebanyak 21.9% responden mengindikasikan gejala depresi sedang, 3.5% mengindikasikan gejala depresi cukup serius, dan 1.5% mengindikasikan gejala depresi serius.
Sementara, sejak keluar imbauan beribadah di rumah, 87.2% responden mengaku rutin ibadah Minggu di rumah, 61.5% mengikuti ibadah minggu melalui layanan daring (online) yang disediakan gereja asal.
Kemudian, sebanyak 83.3% responden mengatakan ibadah di rumah maupun di gedung gereja sama-sama membantu pertumbuhan spiritual. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei bahwa 42.5% responden mengatakan lebih sering berdoa, 39.7% lebih sering membantu sesama, dan 31.4% lebih sering membaca Alkitab.
Selain itu, jika sudah diperbolehkan beribadah di gedung gereja, sebanyak 86.1% responden mengaku tetap beribadah di gereja asal (tidak pindah keanggotaan gereja), 0.2% responden ingin pindah keanggotaan gereja, 11.4% tetap beribadah daring, 1.8% ibadah di gereja lain tanpa pindah keanggotaan, dan 0.6% tidak ingin beribadah.
Pada kempatan yang berbeda, Ketua umum (Ketum) PGI Pdt. Gomar Gultom mengingatkan agar gereja harus mampu menjadi tempat untuk menumbuhkan harapan bagi umat sembari mendorong jemaat agar tetap menerapkan protokol Kesehatan dan menjaga daya tahan tubuh. “Tetapi yang tidak kalah penting, tetap memiliki pengharapan. Karena tanpa pengharapan kita akan mudah jatuh dalam kepanikan,” katanya Pdt. Gomar, dikutip dari website PGI.
Lebih jauh, Pdt. Gomor berkata gereja lebih baik menahan diri karena penyebaran virus Covid-19 masih cukup tinggi dari hari ke hari.
“Sayangnya sebagian gereja sudah menyelenggarakan ibadah karena menganggap keadaan sudah aman. Mungkin ini akibat dari pelonggaran PSBB, yang menurut saya kebablasan. Sekali pun demikian, masih banyak juga gereja yang belum memulai ibadah di gereja karena memahami bahwa keadaan belum aman untuk itu,” keluhnya.
Pdt. Gomar sadar jika pelonggaran atau relaksasi PSBB diberlakukan agar ekonomi kembali menggeliat. Namun, ia meminta umat tetap bijak dalam bertindak.
“Jadi sasaran sebenarnya adalah geliat ekonomi. Tetapi kita salah kaprah menganggap semuanya sudah oke. Maka beramai-ramailah kita ke supermarket, ke gereja, sementara kondisinya masih sangat rawan, dan penyebaran belum terkendali. Mestinya kita bertanya kepada diri kita, terutama kepada gereja-gereja, perlunya memandang lebih serius situasi sekarang ini. Saya khawatir pada akhirnya berjuang untuk ketahanan tubuhnya sendiri, mempertahankan hidupnya sendiri, bisa saja jadi herd immunity,” paparnya. (NW)