YOGYAKARTA – Di lingkungan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) dan Gereja Sidang Pentakosta Di Indonesia (GSPDI) sedang hangat dibicarakan keberadaan GPdI Jl. Hayam Wuruk Daerah Istimewa Yogyakarta, yang kelompok jemaatnya berpindah ke GSPDI.
Perpindahan kelompok jemaat ini dilandasi ketidak puasan akan keputusan Majelis Pusat (MP) GPdI yang ditindaklanjuti oleh Majelis Daerah (MD) GPdI Yogyakarta dengan mengganti gembala jemaat GPdI di Jl. Hayam Wuruk Pdt Lianawati Soetrisno, dengan Pdm. Raden James Prayitno Tjahjono.
Akibat dari perpindahan ini, MD GPdI Yogyakarta, mengirim surat kepada pimpinan sinode GSPDI berperikop Majelis Daerah GPdI Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan diberi nomor B.38/MD GPdI-DIY/Srt Keb/VIII/2020.
Isinya diantaranya menyarankan GSPDI untuk mempertimbangkan sehubungan dengan penggunaan sarana prasarana dari GPdI di Jl. Hayam Wuruk No 15, Yogyakarta dan di Jl. Diponegoro, No. 26, Yogyakarta. Pasalnya MD GPdI Yogyakarta, mendapatkan informasi akan digunakan oleh kelompok yang pindah ke GSPDI dalam kegiatan-kegiatan gerejawi.
Surat yang dikirim kepada GSPDI ini juga ditembuskan, diantaranya kepada Dirjen Bimas Kristen, PGPI Pusat, Kapolda DIY.
Sekretaris Majelis Pusat Sinode, GSPDI, Pdt. Tono Yoshua Ray kepada tabloidmitra.com, mengatakan GSPDI menerima surat dari MD GPdI Yogyakarta.
“Surat itu bukan hanya sekretariat sinode yang terima tetapi Ketua Umum GSPDI dan Ketua MPR GSPDI. Isinya sama, pada dasarnya menyambut baik dengan keberadaan GSPDI di Yogyakarta. Tetapi MD GPdI Yogyakarta keberatan GSPDI Yogyakarta yang nanti akan dilantik oleh GSPDI memakai aset-aset yang dianggap GPdI, adalah hak milik GPdI. Itulah inti suratnya,” katanya.
Sekum GSPDI Pdt. Tono Yoshua Ray
Pdt. Tono Yoshua Ray, menceritakan proses sampai GSPDI menerima kelompok jemaat GPDI di Jl. Hayam Wuruk masuk ke GSPDI. “Intinya disarankan oleh MUSPIKA kepada kelompok jemaat Tuhan yang sudah menyatakan keluar dari GPdI untuk mencari naungan sinode gereja dalam melangsungkan kegiatan-kegiatan gerejawi. Ketika ada yang datang kepada GSPDI, tentu GSPDI menerima dengan prosedur-prosedur yang sudah terjadi dan yang berlaku di GSPDI,” ceritanya.
Prosedur yang dimaksud oleh Pdt. Tono Yoshua Ray diantaranya surat keterangan keluar dari gereja lama dan tidak terikat dengan sinode gereja lainnya. “Prosedur-prosedur ini sudah mereka penuhi, baru kami melakukan visitasi (kunjungan), di situ terungkap bahwa aset-aset gereja sedang diperkarakan oleh pihak sinode yang lama. Kami mengambil keputusan kita tidak akan turut campur dalam proses peradilan. Intinya GSPDI menghormati proses hukum yang sedang terjadi, dalam hal ini sinode GPdI dan jemaat yang terlibat serta yang dilibatkan,” jelasnya.
Pdt. Tono Yoshua Ray juga menceritakan informasi yang diperoleh GSPDI dari kelompok jemaat GPdI di Jl. Hayam Wuruk Yogyakarta. Diantaranya, di mana kelompok jemaat ini tidak diajak runding dalam pengambilan keputusan yang menonaktifkan gembala GPdI di Jl. Hayam Wuruk, dan melakukan pergantian secara sepihak oleh MP GPdI melalui MD GPdI Yogyakarta. “Menurut informasi yang kami terima, sudah beberapa kali kelompok jemaat ini meminta mediasi kepada Majelis Pusat (MP) tetapi tidak diakomodir. Itulah diantaranya sehingga kelompok ini memutuskan keluar dari GPdI,” katanya.
Menurut informasi yang diterima oleh Pdt. Tono Yoshua Ray, Gembala GPdI di Jl. Hayam Wuruk, Pdt Lianawati Soetrisn dinonaktifkan karena alasan ketidak mampuan di usia lanjut. “Kami GSPDI menerima kelompok yang keluar dari GPdI itu tapi bukan fisik melainkan pribadi-pribadi yang ingin beribadah berhimpun menjadi satu persekutuan,” paparnya.
Diakhir perbincangan dengan Pdt. Tono Yoshua Ray menegaskan GSPDI tidak ada hubungannya dengan aset-aset GPdI di Jl. Hayam Wuruk, bahkan tidak tertarik. Karena GSPDI dalam hal ini menampung orang-orang percaya dalam sebuah sinode gereja.
Ketua MD GPdI Yogyakarta, Pdt. Samuel Tandiyasa menambahkan penonaktifan Pdt Lianawati Soetrisno karena sudah sekitar 7-8 tahun tidak bisa naik mimbar dikarenakan usia sudah lanjut alias tahun ini akan berusia 88 tahun.
Pdt. Dr. Samuel Tandiassa
Pdt. Samuel Tandiyasa juga membantah berita-berita yang berkembang, diantaranya soal jumlah jemaat dan soal meminta mediasi kepada MP GPdI. “Jemaat GPdI di Jl. Hayam Wuruk, Yogyakarta, jumlahnya hanya berkisar 600. Kalau ada yang berkata lebih dari itu, itu tidak benar. Begitu pun soal minta mediasi, yang benar itu MP yang memanggil mereka tetapi tidak pernah datang dan tidak memberikan alasan,” katanya.
Sedangkan soal MD menyurati GSPDI, kata Pdt. Samuel Tandiyasa, sebatas memberikan informasi kepada saudara yang tergabung dalam sinode gereja aliran pentakosta. “Kami baik MD ataupun MP ingin GSPDI mengerti bahwa aset itu milik GPdI dan dapat saling menghormati serta saling menjaga,” katanya, seraya berterima kasih kepada pengurus GSPDI yang mau memahami dengan jernih letak persoalan yang terjadi. (NBS)
intinya Udah jadi kebiasaan MP GPdI melantik gembala tanpa ada mediasi dengan jemaat, itu udah jadi rahasia umum di kalangan GPdI